Share

Orang yang Aku Benci

Siella mengiyakan saja ajakan sang sahabat. Ia sudah kalang kabut memikirkan bahwa suaminya tersebut berselingkuh di rumahnya sendiri. Wajahnya lebih banyak melamun, dan juga pandangannya selalu saja kosong.

Esok harinya, mereka mendatangi sebuah rumah yang cukup besar sekali. Siella hanya memandangi ke sana dan kemari melihatnya. Entah apa yang ada di dalam pikirannya yang kacau tersebut.

Tok… Tok… Tok…

Hani mengetuk pintu besar tersebut. Dan tak lama kemudian, melihat seseorang yang keluar dari balik pintu sana. Seorang pria yang membukanya membuat wajah dari Siella seketika berubah seketika.

Dengan ekspresi terkejut, Siellan menunjuk ke arah si pria dengan suara yang cukup besar nadanya. “Kamu?!”

Pria tersebut memandangi Siella dengan tatapan yang jengkel dan juga nampak sedikit kesal. Ia tidak menghiraukan ucapan dari Siella, dan kemudian menatap ke arah Hani yang ada di depannya.

“Ada apa sampai kamu datang kemari?” tanya si pria.

“Aku mau minta tolong, boleh?” tanya Hani, memberikan jawaban.

Dengan tatapan sinis, pria tersebut melirik ke arah Siella, seolah sudah tahu maksud dari Hani mengenai apa yang akan menjadi permintaan tolongnya tersebut.

“Jangan bilang orang yang kamu katakan perlu pertolonganku itu dia,” ucap dari pria itu sambil menunjuk kasar menggunakan sorot matanya.

“Hah?! Tidak! Aku tidak mau!” Siella langsung menolak.

Seketika Hani langsung menyiku lengan Siella sampai membuat Siella terkaget karena sahabatnya tersebut. Dia sampai melotot karena tidak paham kenapa sahabatnya seperti demikian.

“Hehe, ayolah, sepupumu satu ini jarang-jarang meminta bantuanmu,” pinta dari Hani.

Hani tampak tidak perlu meminta pendapat kepada Siella, karena jelas sekali bahwa Hani sedang memikirkan sesuatu yang sangat besar sekali.

“Oh, iya, kenalkan dia ini-“ Baru saja Hani hendak mengenalkan Siella, pria itu langsung memotong dengan nada suara yang sangat kesal sekali.

“Siella, kan? Dulu julukanmu Si Gadis Mandiri nan Cerdas. Jelas aku tahu dia. Wanita paling menyebalkan yang pernah aku temui di olimpiade debat nasional,” ketus dari si pria tersebut.

“Lho? Kamu kenal Devan La?”

Siella sempat terdiam sejenak. Ia tidak tahu harus merespon bagaimana pertanyaan dari sang sahabat barusan. Rasanya benar-benar semua seperti berjalan sangat cepat sekali dalam pikirannya.

Tanpa mengucapkan kata apa pun dan menjawab pertanyaan dari Hani, Siella langsung berbalik badan dan mencoba meninggalkan mereka. Karena dia benar-benar tidak mau bekerja sama dengan Devan! Baginya itu lebih memalukan ketimbang hanya diselingkuhi.

“Lho, LA! Kamu mau kemana?!” Hani hendak menghentikannya dengan berusaha menarik tangan Siella.

Devan yang melihat Siella pergi tersebut memandangi dengan kedua tangan menyilang ke depan dan tatapan mata yang cukup tajam sekali. Dengan tatapan yang sangat menukik tersebut, Devan berucap,

“Pergi saja. Maka kamu akan tetap melihat suami brengsekmu berselingkuh dan tinggal membuang waktu untuk membuangmu.”

Seketika langkah Siella langsung berhenti dan merasa seperti mendapatkan sebuah tembakan tepat di hatinya tersebut. Tampaknya Hani sudah menceritakan masalahnya kepada Devan. Memalukan, Siella merasa benar-benar seperti orang bodoh sekarang ini.

Ia mengepalkan tangannya dengan kuat sekali. Berusaha menahan emosinya yang begitu besar dan juga ingin segera menghilangkan diri saja kala tersebut.

Hani yang menghampirinya langsung memegang lengan Siella supaya dia mendengarkan dahulu kenapa mereka akhirnya datang ke sini.

“Siella, kita bicarakan dulu. Kamu tidak harus langsung setuju, tapi dengarkan dulu bagaimana rencananya,” pinta Hani.

Siella langsung menepis tangan Hani yang memegangnya tersebut. Ia merasa tidak bisa percaya bahwa sahabatnya membawanya ke sini.

“Kamu tidak tahu?! Dia orang yang aku ceritakan dulu! Orang yang membuatku malu di depan banyak orang sampai aku mengambil cuti semester karena takut melihat keramaian!” Siella kesal.

Hani mendengarnya nampak sedikit tersentak, karena selama ini dia mendengar cerita dari Siella tidak beserta dengan namanya, jadi dia tidak tahu kalau ternyata orang yang dibicarakan oleh Siella adalah Devan sendiri. Rasanya benar-benar seperti sebuah sambaran petir.

Kembali dicoba, Hani kembali memegang tangan Siella, dan berusaha membuatnya lebih tenang supaya mau mendengarkan kembali.

“Siella…., maaf aku tidak tahu soal itu, tapi, untuk kali ini bisa kita kesampingkan itu? Sekarang pikirkan bahwa kepercayaanmu sedang dikhianati, ketulusanmu sedang dihancurkan. Apa kamu kamu terpuruk sendirian sementara Vano masih menikmati kejayaannya yang selama ini kamu bantu?” Hani membeberkannya.

Perasaan Siella yang mendengarnya seketika langsung luluh. Yang dikatakan oleh Siella benar. Ia mengikuti Hani kemari karena dia berkata ada seseorang yang bisa membantunya.

Emosinya perlahan mulai tenang dan juga merasa sedikit bisa dikendalikan. Tetapi amarah kesal akan perbuatan Vano muncul kembali. Ia bahkan tidak bisa bernapas tenang karena memikirkan ini semua.

“Bagaimana? Aku bukan menolak untuk membantumu. Tapi aku tahu kamu mungkin tak mau bantuanku,” Devan yang ada jauh di belakang berucap dengan nada suara yang tinggi.

Benar, sekarang ini Siella tidak punya power apa-apa untuk bisa melawan Vano. Suaminya sekarang pengusaha yang sudah punya nama, dan relasinya jelas sudah luas. Kalau melawan sendiri, yang ada Siella bisa dilindas sampai tidak bersisa olehnya.

Dengan mencoba menebalkan wajahnya, Siella berbalik badan dan melihat ke arah Devan serta Hani yang berada di belakangnya tersebut. Ia harus membuang harga dirinya yang tinggi untuk saat ini.

“Baiklah, akan aku dengarkan dulu apa yang kalian pikirkan untuk membantuku.”

Devan kemudian mengajak Siella dan Hani masuk ke dalam rumahnya. Ia memberikan teh hangat sebagai minuman pendamping, dan juga sedikit biskuit di atas meja.

Auranya benar-benar terasa tidak enak sekali. Siella yang tertimpa perasaan sedih, Devan yang terasa memberikan atmosfer datar, dan Hani yang bingung harus bersikap bagaimana melihat mereka berdua yang seperti ini.

“Hani sudah cerita, kalau Vano selingkuh darimu. Dan sepertinya, aku tahu siapa selingkuhannya,” celetuk dari Devan.

“SIAPA?!” Siella dengan sangat cepat menyambar hendak mengetahui orang yang dimaksud oleh Devan barusan.

Wajah Siella yang bersungguh-sungguh ingin tahu jelas membuat Devan hanya bisa menghela napas panjang. Karena dengan melihat respon Siella yang demikian, jelas perasaan suka masih dimiliki oleh Siella pada saat itu.

“Aku hanya menerka, karena aku salah satu member Crown Boss yang dimana itu isinya perkumpulan para pebisnis dan pengusaha yang benar-benar mendapatkan keemasannya. Aku beberapa kali melihat Vano, jalan dengan salah satu anak pengusaha ternama,” jelas dari Devan.

Sedikit skeptis Siella mendengar penjelasan dari Devan. Rasa-rasanya orang ini bisa saja berbohong. Namun, melihat tatapan Devan yang tampak datar dan tidak menunjukkan candaan, membuat Siella ingin percaya.

“Kalau kamu tahu, kenapa kamu tidak bilang padaku?”

Diam sejenak, Devan menjawab, “Karena aku ingin membiarkan kamu tahu sendiri. Sakit kan??” Datarnya.

“Apa?! Dasar gila! Kalau kamu tahu seharusnya kamu bilang supaya aku bisa menyiapkan diri dan bisa marah padanya! Sakit?! Kamu gila! Aku sampai tidak bisa tidur dan bahkan duduk saja aku merasa gemetar! Dan kamu masih bertanya sakit?!” pekik dari Siella yang langsung berdiri dari duduknya.

Masih dengan santai sekali Devan menatapnya. Dia tidak menunjukkan perlawanan, bahkan sedikit pun Devan tidak menunjukkan rasa bersalah karena dia sudah tahu duluan perihal ini.

Dengan napas yang ngos-ngosan setelah berbicara begitu, Siella ingin sekali pergi dari sana. Tetapi, kode Hani yang memintanya untuk duduk dan memintanya menarik napas untuk menenangkan diri membuat Siella kembali mengingat tujuannya ke sini.

Akhirnya ia kembali duduk dan menarik napas dengan sangat tenang sekali. Lagi dan lagi, harga dirinya harus ia turunkan dan juga ia murahkan.

“Memang kalau kamu dengar dari aku, kamu akan percaya? Paling kamu akan bilang kalau itu hanya akal-akalanku yang ingin membuatmu curiga, kan?” ujar dari Devan sembari bersandar dengan kedua tangan menyilang di dada.

SRINGGG. Sebuah siluet seperti lewat di depan kedua mata dari Siella. Ia merasakan debaran hebat yang menandakan bahwa apa yang dikatakan olehnya benar.

“Aku ini orang yang kamu benci. Memang ada kemungkinan kamu percaya padaku kalau aku bilang lebih awal?” sambung Devan.

Terbata mulut Siella hendak menjawab pertanyaan dari Devan. Ia sama sekali tidak tahu kalau ternyata Devan mengetahui perasaan bencinya yang begitu besar tersebut.

Namun, lagi dan lagi, Siella tidak dapat membantah atau menolak ucapan dari Devan barusan. Benar, ia sangat membenci Devan, dan sekarang juga dengan muka temboknya ia datang meminta bantuan kepadanya.

“Jadi bagaimana, sekarang kamu masih berpikiran untuk tidak menerima pertolonganku karena aku musuhmu?” tanya Devan.

Terdiam sejenak Siella mendengar ucapan dari Devan, ia kembali memikirkan, apakah dia harus menerimanya atau tidak? Saat melirik ke arah Hani, dia kelihatan berusaha meyakinkan Siella supaya tidak mundur lagi.

Dengan sedikit menggulum lidahnya, dan juga menelan salivanya, Siella mengambil keputusan yang mau tidak mau memang harus dirinya ambil dengan segera.

“Katakan dulu apa rencanamu, dan apa motifmu mau membantuku padahal kamu tahu aku sangat membencimu,” pintanya.

Masih dengan tatapan yang sama, Devan menjawab dengan nada suara yang santai saja sembari menjelaskan, “Aku benci dengan suamimu. Aku masih ingat bagaimana dia memukuliku selama sekolah hanya karena masalah uang jajan. Aku tidak senang melihatnya mencapai di titik ini sekarang. Menunggu Tuhan memberikan karma terlalu lama, lebih baik aku yang bergerak sendiri.”

Rasanya hubungan ini jadi rumit setelah mendengar ucapan dari Devan. Siella sangat membenci Devan saat pertemuan olimpiade, sementara Devan ternyata membenci Vano yang merupakan suami dari Siella.

Rasa curiga jadi makin membesar karena mengetahui bahwa alasan Devan membantunya karena ingin membalas dendam.

“Kamu pasti ingin menjatuhkan dan mempermalukanku juga, kan? Makanya kamu mau membantuku?” Tuduh dari Siella yang masih belum bisa percaya sepenuhnya.

Mendengar ucapan dari Siella, Devan kedengaran menghela napas sambil menyisiri rambutnya menggunakan jari tangannya tersebut.

“Terserah padamu mau menafsirkan bagaimana. Kalau kamu mau terima, ayo. Kalau tidak, silakan pergi dari rumahku dan hadapi sendiri masalahmu!” tegas dari Devan.

Harga dirinya benar-benar sudah dibuat remuk oleh segala situasi yang ada. Semua terjadi begitu cepat sampai Siella tidak sempat menyiapkan diri dan tidak sempat mencoba untuk lebih bisa berpikir kritis. Hanya emosi saja yang dia miliki saat ini.

Lama sekali Siella tidak menjawab pertanyaan dari Devan yang kedengaran sangat mengancam tersebut. Sampai akhirnya Devan yang juga punya batas kesabaran bangun dari duduknya, mulai berjalan melewati mereka berdua.

“Selesaikan saja masalah kalian sendiri. Aku sudah tidak punya hati-“

Siella tiba-tiba menarik baju dari Devan dengan perlahan, mencoba untuk memberanikan diri. Rasa-rasanya ia tidak mungkin akan menang melawan Vano, yang ada bisa Siella yang dibuang jauh-jauh, dan bisa dibuat lebih di bawah daripada tanah.

“A- Aku minta tolong padamu….,” Siella berkata dengan sedikit ragu.

Devan yang melirik jelas langsung tahu bahwa Siella masih belum sepenuhnya bisa percaya. Tatapan matanya yang menghindari itu saja sudah menunjukkan dengan jelas bagaimana dia tidak sanggup.

Dengan kasar ia tepis tangan dari Siella yang memegang bajunya tersebut. Wajah ketus dan mimik yang sangat sinis tersebut menunjukkan perasaan tidak ikhlas Devan yang sudah tidak sudi.

“Munafik. Sudah tak punya pilihan baru kamu berpikir?”

Devan langsung kembali berjalan lagi. Siella yang panik mampus dan tidak bisa berpikir tenang tersebut akhirnya mau tidak mau mengejar Devan yang hendak keluar dari rumah sana. Ia berdiri tepat di depan si pria itu, menghadangnya.

Tatapan mata mereka yang bertemu menunjukkan perasaan yang berbeda. Siella yang menunjukkan perasaan panik, sementara Devan yang kelihatan sudah sangat muram sekali tersebut memandangi sekali wanita di depannya.

“Kalau masih tidak mau bicara, menyingkir! Kamu menghalangi jalanku!”

Pikiran Siella benar-benar kacau, karena Devan kelihatan sudah kehilangan minat hendak membantunya, dan Siella malah baru mengeluarkan niatnya untuk menerima tawaran tersebut, mau tidak mau langsung bertekuk lutut.

“A- Aku mohon! Aku…., aku bersujud di depanmu demi kesungguhanku! Atau aku perlu mencium kakimu untuk menunjukkan bahwa aku sangat membutuhkan bantuanmu?!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status