Share

“Gagal Lagi”

Sesampai di kamar Intan, aku melihat Intan tergeletak di lantai sambil memegangi perut nya.

"Maaf apa punya obat sakit perut?" tanya Intan langsung ketika kami memasuki kamar nya. Bibir nya pucat pasi, tangan nya gemetar.

"Ada sih. Tapi racikan, mau?"

Belum sempat Intan menjawab, Naura berlari ke kamar mengambil obat itu. Lalu Naura menyerahkan kepada Intan.

"Tapi obat ini racikan, apa mbak ada punya alergi?" tanya Naura.

"Bagi sebagian orang akan sedikit gatal-gatal," ucap Naura.

Terlambat, Intan sudah menenggak obat tersebut.

"Ya...sudah mbak istirahat saja," ucap Naura.

"Ayo, mas." Naura menarik tangan ku.

Sesampai di kamar, Naura masuk ke kamar mandi, dia mengganti pakaian seperti nya. Aku gusar, rencana ingin bercinta panas sirna.

Tidak lama kemudian, Naura keluar menggunakan sebuah gaun tidur, tidak biasa. Dia terlihat sangat seksi.

Aku yang sudah dipenuhi hawa nafsu, semakin terangsang melihat istri cantiku mengenakan baju itu.

Tidak lama kemudian Naura berjalan ke ranjang, duduk di sampingku. Dia menatapku bingung.

"Kenapa mas?" Tanya Naura.

Aku mendekat, meraba bibir Naura, lama sekali tidak seperti ini.

"Mas, pengen," ucapku memberikan kode.

Naura tersenyum manis, senyum yang jarang sekali kulihat.

"Mas, mau aku layani?" Tanya Naura sensual. Hasrat ku semakin bergejolak.

Naura berpaling sebentar, niat minum sesaat. Mataku terbelalak sempurna.

"Jangan diminum!" aku berteriak panik.

"Kenapa?" Tanya Naura bingung.

Tidak mungkin aku katakan aku menaruh obat tidur. Karna aku diam saja, Naura tetap meminum nya. Setelah meminum nya. Naura sempat mencium bibirku dengan brutal, menempelkan tubuh nya kepadaku.

Aku sudah sangat di ujung tanduk gairah, namun beberapa detik kemudian, Naura tumbang. Dosis obat itu sangat tinggi. Aku mengacak rambut prustasi, tidak ada malam panas dengan siapapun, semua gagal total.

Keesokan pagi nya aku terbangun dengan kepala yang sedikit pusing akibat prustasi tidak bisa menyalurkan hasrat semalam. Aku mengerjapkan mata, samar-samar cahaya masuk kedalam retina. Ku lihat Naura sudah tidak ada di sampingku. Dia pasti sedang memasak.

Aku segera bangkit dari ranjang, berniat segera mandi, sebentar lagi aku harus kembali ke kantor. Setelah mandi, aku segera bersiap dan turun ke bawah, ke ruang makan. Disana sudah ada Naura yang baru selesai menyajikan makanan untuk sarapan.

Naura melirik ku sekilas, lalu kembali melanjutkan kegiatan menyusun piring di meja makan.

"Mau makan apa, mas?" Naura mengambil sebuah piring, di depan ku ada ayam goreng dan oseng hati, dan ada beberapa sayuran.

"Ayam sama oseng hati," jawabku. Lalu beberapa saat kemudian aku teringat istri keduaku, dimana dia?

"Intan berangkat tadi pagi, kata nya mau mencari pekerjaan," jawab Naura, seolah bisa membaca pikiranku.

Intan mencari pekerjaan? Apakah dia sudah sembuh? Kenapa dia tidak menghubungiku, mengirim pesan atau apapun itu.

"Intan sudah makan?" tanyaku spontan. Naura berhenti sejenak memasukan lauk ke piringku.

Apa ada yang salah dengan pertanyaanku?

"Sebegitu pentingnya?" Tanya Naura dingin, tidak pernah dia sedingin ini.

"Kan dia tamu kita, sudah seharus nya menjamu dengan baik." jawabku beralasan.

Meskipun beberapa detik kemudian aku merutuki kebodohanku, bertanya Intan sudah makan apa belum.

Naura melanjutkan memasukan lauk, meletakan piring di depan ku dengan sedikit kasar, hingga berbunyi.

"Naura mau bangunin Layla," ucap Naura dingin, lalu berlalu begitu saja.

Aku diam saja, tidak menahan, Naura memang tidak bisa membuat suami betah mengobrol lama dengan nya. Selalu saja dia acuh tak acuh. Tidak salah jika aku sampai berpindah ke lain hati.

Aku merogoh saku, mengambil ponsel, memastikan apakah Intan ada mengirimkan pesan. Namun nihil, tidak ada. Lalu aku inisiatif mengirimkan pesan terebih dahulu.

[sayang, kamu kenapa gak kabarin mas berangkat?]

Aku segera memasukan ponsel ke saku, dan bergegas melanjutkan makan. Setelah itu segera berangkat menuju kantor tanpa berpamitan dengan Naura.

Sesampai aku di kantor, aku kaget ketika memasuki ruangan, ada Intan di sofa, menatapku dengan tatapan tidak suka. Pasti dia marah.

Sebenarnya aku sudah memperingati Intan untuk datang ke kantor, aku takut karyawan ku akan menaruh curiga kepada Intan. Tapi biarlah itu akan aku pikirkan nanti. Aku berjalan menuju sofa, meletakan tas kerja di atas nakas.

Aku segera memeluk istri ku itu dengan erat.

"Kenapa disini? Gak kabarin mas?"

"Emang kenapa? Aku gaboleh kesini? Karna aku istri simpanan?" Jawab Intan emosi.

"Enggak sayang, mas khawatir kamu gak ada kabar," jawabku lemah lembut.

"Mas, tadi malam pasti bermesraan dengan Naura!" Ucap Intan merajuk, bibir nya manyun, semakin seksi.

Aku menggeleng cepat. "Enggak, mas kan lagi bergairah sama kamu, tapi malah gagal, padahal mas sudah gak tahan," ucapku, dengan harapan dia tidak marah lagi.

"Masa?" Tanya Intan tidak percaya.

"Iya sayang, mas tadi malam pengen banget," ucapku tertahan, mata ku gagal fokus ke buah dada sintal istriku itu.

Intan mencekik ku perlahan, penuh kelembutan, membuatku semakin terangsang. Dia juga menempelkan buah dada nya ke dada bidangku.

"Mas mau di layani? Istri mas ini siap pasrah untuk mas," ucap Intan tepat di samping telingaku.

Ah, aku sudah tidak kuat lagi. Segera aku membekap bibir nya itu, melumat bibir seksi nya penuh gairah.

Aku menanggal pakaian Intan, sudah hampir setengah tubuh nya terlihat polos tanpa benang. Aku segera melanjutkan aksi ku, akhir nya gairah yang sedari tadi malam membuncah tersalurkan. Sofa ini menjadi saksi bisu permainan panas kami.

Hampir berada di titik puncak, aku kaget bukan kepalang ketika ku dengar pintu ku di ketuk.

TOK..TOK...TOK

Aku dan intan serentak melihat ke arah pintu, aku tetap melanjutkan kegiatan ku, namun pintu di ketuk semakin menggebu.

TOk..TOK..TOK

"Ayah!" teriak Layla dari luar sana, tercekat bukan main.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status