Saat ini, Riko sudah membawa Dinda ke rumahnya. Riko sudah menyiapkan semuanya dengan baik. Dia juga telah menyiapkan dua asisten rumah tangga untuk membantu pekerjaan istrinya.Riko juga membujuk Dinda agar berhenti bekerja agar fokus untuk menjaga Calia saja."Mas, kenapa mesti berhenti bekerja?" Dinda sedikit protes."Kamu kerja untuk siapa, hem? Calia, kan? Aku sudah bekerja. Semua itu untuk kalian, bukan untuk siapa-siapa. Jadi untuk apa lagi kamu bekerja? Kasihan Calia, kalau harus kamu tinggal hanya dengan asisten di rumah."Dinda terdiam, sebenarnya dia bekerja memang untuk mencukupi kebutuhannya dan Calia. Benar juga apa yang dikatakan Riko, sekarang sudah ada dia. Dinda bukan tidak tahu berapa gaji suaminya. Kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka, masih akan sangat sisa banyak, atau tabungan Riko selama ini saja mungkin sudah cukup untuk memberi makan mereka selama beberapa tahun kedepan.Akhirnya, mulai saat ini Dinda menurut, dia tidak lagi bekerja.Malam ini, Riko be
Ini sudah waktunya Riko menepati janjinya untuk pergi menjenguk keluarga Alex. Sekarang mereka telah bersiap untuk pergi kesana.Dinda sengaja tidak memberi kabar dahulu kepada mereka karena untuk kejutan.Mobil yang disewa Riko dari Bandara kini telah sampai di depan rumah Bu Marni. Dinda sedikit terkejut saat melihat Rumah yang dulu pernah ia tempati itu sekarang telah berubah. Rupanya mereka sudah membongkar rumah yang lama dan membangun rumah baru yang lebih besar dan bagus dengan teras yang cukup luas.Pertama yang melihat mobil berhenti di depan rumah mereka adalah Nita, karena Fiah dan Rehan sedang sibuk melayani pembeli, sementara Bu Marni mungkin masih sibuk di dapur karena ini sudah sore hari.Awalnya Nita mengira jika mobil itu hanya singgah untuk membeli air minum atau rokok saja, karena Nita hanya melihat seorang pria yang turun dari pintu belakang mobil.‘Kok, tapi ngeluarin koper?’ Batin Nita bertanya.Saat pria tampan dalam pandangan Nita itu mengambil seorang anak per
“Kan sudah ada Rehan dan Nita, Bu. Mereka sudah sangat pintar mengelola toko. Ibu juga bisa menjaganya di pagi hari sampai mereka pulang sekolah.” Bantah Fiah.“Boleh ya, Mbak. Saat Mbak Dinda pulang nanti, aku ikut. Nanti aku cari pekerjaan di sana. Atau aku bisa bekerja untuk menjaga Calia saja.”Dinda hanya tersenyum menanggapi ucapan dari Fiah. Dia mengira ini hanyalah perkataan iseng dari mulut Fiah saja. Ibu juga demikian, tidak menyangka jika perkataan Fiah ini ternyata sebuah keseriusan.Jadi setelah beberapa hari mereka berada disana, tiba waktunya mereka pulang. Fiah benar-benar merengek untuk ikut. Tidak ada yang bisa dilakukan Bu Marni kecuali hanya mengiyakan saja keinginannya. Lagipula, Bu Marni tidak akan merasa khawatir karena Fiah pergi bersama Dinda. Bu Marni mengizinkan Fiah untuk ikut ke kota. Dia berpikir jika Fiah mungkin hanya akan bertahan beberapa hari saja disana dan akan merengek pulang, karena Fiah belum pernah berpisah dengan keluarganya.Hari ini mereka
Fiah cepat berlari ke kamar untuk membangunkan Dinda. Kemudian dengan perlahan Fiah membangunkan mbak Dindanya."Mbak, Mbak Dinda bangun." Dengan pelan-pelan Fiah mengguncang bahu Dinda, tapi Dinda belum terbangun juga.Fiah mengulanginya kembali , "Mbak! Mbak.. bangun dong Mbak, ada tamu!" Sekarang dia lebih keras membangunkan Dinda.Dinda mulai membuka matanya kemudian menoleh ke arah Fiah. Dinda kemudian bangun sambil mengucap matanya."Ada tamu, siapa?" Dinda sedikit penasaran."Katanya adiknya mas Riko dari luar kota.""Eh.. yang bener? Sekarang ada dimana?""Ada di ruang tamu, Mbak. Emang beneran ya itu adiknya mas Riko?""Mungkin, karena tadi memang menelpon mas Riko. Katanya mau kemari. Tapi kok nggak kasih kabar, kalau datang hari ini?"Fiah hanya mengangkat kedua bahunya tanda tidak tahu juga.Dinda kemudian cepat ke kamar mandi dan membasuh mukanya, kemudian terburu keluar mengikuti langkah Fiah yang masih menunggunya.Benar saja, ketika sudah berada di ruangan tamu, Dinda
Memang benar sih, kata Dinda. Tubuh Fiah yang kecil langsing dan sedikit kurang tinggi, seperti menunjukkan jika dia masih berumur 16 tahunan. Padahal saat Dinda bertemu pertama kali dengan Fiah saja, umur Fiah sudah 17 an. Artinya benar kan, kalau Fiah sekarang sudah lebih 19 tahunan?Rendi tahu jika Fiah sedang Cmcemberut karena disangka bocah ingusan."Itulah kelebihan berbadan kecil Fiah. Kamu harus bersyukur karena Awet muda. Saat kamu usai 30 am tahun nanti, Dikira orang, masih umur 20 tahunan."Fiah tertawa kecil mendengar gombalan Rendi."Jangan kayak Mbak kamu ini, umur 30,an nanti, pasti gembrot kayak bundaku."Sekarang Dinda yang melotot. "Tidak akan ya? Aku akan rajin Diet!""Haha.. Bercanda." Rendi tertawa."Baiklah. Aku istirahat ya Mbak, Fiah imut ""Iya." Jawab Dinda. Kemudian pergi dari depan kamar itu sambil menarik tangan Fiah."Mbak.. mas Rendi orangnya humoris ya?" Ucap Fiah sambil berjalan menuju kamar Dinda."Iya. Dia paling humoris kalau menurut mas Riko."Dind
Silvia mengangguk sambil mengerucutkan bibirnya. "Iya Mas. Kenapa semua makanan rasanya tidak enak ya? Apa benar kata kamu kalau lidahku ini keseleo? Coba cari tukang pijat yang ahli urut untuk memperbaiki lidahku." Pintanya."Hadeh…" Farhan mengeluh sekarang."Mana ada tukang pijat lidah! Ngade ngade aja kamu ini! Sini aku yang urut! Kalau bagian itu, serahkan pada Babang Farhan saja. Pakarnya nih!" Jawab Farhan sambil memajukan wajahnya."Ih.. Bau tau! Mandi dulu sana! Gosok Gigi!" Silvia mendorong wajah suaminya."Terus makanan ini bagaimana nasibnya, kalau kamu nggak jadi makannya?" Tanya Farhan.Silvia menggeleng."Halah.. Aku sudah menebak dari awal! Pasti begini pada akhirnya. Baiklah, tidak masalah. Aku akan menghabiskan semuanya. Sendirian!" Farhan menggerutu dan kemudian pergi mandi.Sambil mandi Farhan sambil berpikir. Jika terus-terusan seperti ini kedepannya bagaimana? Dia pasti akan sangat sibuk mengurus istrinya seorang diri, untuk terlalu melibatkan mertua, dia juga t
Saat ini, Mia terlihat sedang gelisah. Dia dituntut agar segera menikah oleh ibunya karena sang adik akan menikah dan tidak ingin melangkahinya.“Pokoknya ibu tidak mau tahu, cepat kamu cari pria yang mau menikahimu. Siapapun itu terserah. Dinda akan segera menikah. Calon suaminya bukan sembarang orang. Dinda tidak mau melangkahimu. Jadi jangan membuatnya malu.”Kedua mata bulat itu mengerjap beberapa kali. Perlahan Mia mendongak, jari-jemarinya saling bertautan dan meremas satu sama lain. Dia menatap Rita, wanita ini adalah orang yang telah melahirkannya tetapi kurang mengasihinya.“Tapi Bu,” suara Mia tercekat di tenggorokan, terpotong oleh suara ibunya yang kembali berkata, “Tidak ada tapi-tapian. Cari sendiri, atau ibu yang akan mencarikan calon suami untuk kamu.”Permintaan ibu membuat Mia kebingungan, dia sama sekali tidak punya pacar, bahkan kenalan seorang pria pun tidak ada. Selama ini ruang geraknya dibatasi, dia hanya tinggal di dalam rumah membantu ibunya membuat kue dan m
Setelah mereka resmi menjadi pasangan suami istri, Wibowo meminta Gara tinggal disini dulu untuk sementara waktu.“Ajak suami kamu ke kamar dulu, mungkin dia ingin istirahat.” kata Wibowo pada Mia.Mia mengangguk patuh, dia pun mengajak pria yang sudah menjadi suaminya itu ke kamar.“Mari.” Lalu Mia melangkah dahulu diikuti oleh Gara.Mia membuka pintu kamar, mengajak Gara untuk masuk kedalam.Kamarnya ini memang sangat sempit. Hanya berisi dipan kecil dengan kasur yang sudah mengeras. Ada lemari kayu usang yang beberapa bagiannya sudah dimakan rayap. Mia melihat Gara masih berdiri disana. Temperamental Pria itu terlihat sangat baik, begitu tenang. Sementara Mia justru sangat canggung dan merasa gugup.Dia juga melihat bahwa penampilan Gara sangat sederhana, tapi wajahnya sangat tampan dan kulitnya juga putih.Mia jadi berpikir jika nasibnya tidak akan terlalu buruk menikah dengan pria ini daripada dia harus menjadi istri ketiga Pak Anton.“Begini kamarku. Tapi aku tidak yakin kamu ak