Pagi ini, Ajeng merasa tubuhnya begitu segar. Setelah 3 hari dirawat oleh Evan, Ajeng lama-kelamaan merasa tersentuh karena begitu diperhatikan. Berbeda sekali dengan ketika dia masih menikah dengan Dimas. Jangankan diperhatikan dan dirawat, saat Ajeng sakit, Dimas malah sibuk pergi bersama teman-temannya.Sikap Evan yang tiba-tiba berubah itu tentu membuat Ajeng terjatuh ke dalam pesona pria yang selama ini bersikap dingin padanya. Evan yang sekarang benar-benar lembut dan perhatian.Wajahnya terasa panas dan jantungnya berdebar tak karuan. Selama 3 hari ini, pria itu tidak memaksanya untuk melayani. Mereka tidur dalam satu ranjang, tapi masih berpakaian lengkap. Dan itu membuat hati Ajeng terasa penuh."Ih, gitu aja kamu udah luluh, Jeng," gumamnya sambil menyentuh kedua pipinya yang memerah. Senyumnya malu-malu.Pagi ini ketika terbangun lebih dulu, ia malah tertidur di lengan Evan sambil memeluk pria itu. Jantungnya semakin berdebar. Dia menutup wajahnya karena malu sekaligus sal
Ajeng merasakan perubahan drastis dari sikap Evan setelah dengan ceroboh ia mengatakan cinta pada pria itu. Tidak, pria itu tidak marah. Juga tidak berubah menjadi dingin seperti di novel-novel yang dibacanya.Evan justru memperlakukan dia dengan lembut. Seolah-olah dia adalah berlian langka yang berharga."Aku nggak mau kamu bersikap lembut," bisiknya di bawah kucuran air dingin.Pria itu tersenyum miring. "Aku tahu kamu lebih suka yang kasar."Senyum Ajeng mengembang ketika Evan mengabulkan permintaannya. Mereka seperti pasangan gila yang menghabiskan waktu hanya untuk bercinta. Melupakan semuanya sejenak. Melampiaskan kerinduan yang entah kenapa semakin menggebu-gebu. Seolah-olah waktu mereka di dunia hanya tinggal beberapa hari saja.Ajeng bahkan tidak peduli dia akan kehilangan semuanya setelah ini. Sejak awal dia sudah tidak punya apa-apa untuk dibanggakan. Tidak akan ada anak. Jadi, dia akan mengambil semua yang diberikan oleh Evan.Butuh waktu 2 jam untuk keluar dari kamar man
"Mama! Lepaskan rambut Ajeng!"Puspa menatap tak percaya pada menantunya yang membantu melepaskan cengkeramannya di rambut Ajeng. Pria itu bahkan memeluk Ajeng sambil mengelus rambut yang tadi ditariknya."Mama nggak menyangka kalian sejahat ini sama Ella. Apa salah dia sampai-sampai kamu selingkuh?" pekik Puspa dengan dada bergemuruh. Tangannya menunjuk Ajeng yang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Kamu! Dasar perempuan busuk! Kamu menusuk Ella dari belakang, padahal selama ini dia baik sama kamu!""Tante, Tante salah paham. Ajeng bisa jelasin...""Nggak perlu! Semua udah jelas! Saya jijik sama kamu, Ajeng. Saya menyesal telah menganggap kamu sebagai anak saya sendiri!" Puspa ingin menampar wajah Ajeng, tapi dihalangi oleh Evan. Membuatnya semakin naik pitam.Puspa melampiaskannya dengan memukuli lengan Evan meskipun dia harus berjinjit. Amarahnya benar-benar meledak dan dia ingin membunuh mereka berdua."Tante, Ajeng mohon jangan begini. Kita bicarakan secara baik-baik ya." Ajeng
Setelah ketahuan dan diserang oleh Tante Puspa, Ajeng merasa gelisah. Dia tetap ingin berterus terang pada wanita yang sudah dia anggap sebagai ibunya sendiri itu, tapi Evan melarangnya."Kenapa sih aku nggak boleh jujur? Aku nggak mau Tante Puspa salah paham." Ajeng tidak suka dengan keputusan Evan yang dinilainya hanya mementingkan kepentingan Evan saja."Dia belum boleh tahu." Jawaban singkat dari pria itu membuat Ajeng jengkel.Dia melengos dan menatap pemandangan di luar mobil dengan mood yang hancur. Reputasi Ajeng rusak gara-gara kesalahpahaman itu. Padahal jika dia langsung jujur mengenai statusnya dan Evan, mungkin Tante Puspa mau mendengarkannya.Semuanya karena paksaan dari Ella, putri wanita itu sendiri. Seharusnya Tante Puspa menuntut jawaban dari Ella, bukan malah menuduhnya sebagai pelakor.Dan Evan malah menyuruhnya untuk diam saja. Bagaimana bisa? Tante Puspa sudah membencinya. Pasti perempuan itu menganggap bahwa Ajeng tidak tahu diri dan serakah.Saat sampai di ruma
"Ck, udah nyiumnya! Ajeng cemburu tuh!" Ella menepis tangan Evan yang memegang wajahnya."Masa? Beneran dia cemburu?" tanya Evan dengan mata berbinar.Ella memutar matanya jengah. Dulu, ketika dua insan itu baru saja menikah, Ajeng tidak bereaksi apa-apa ketika Evan mencium keningnya. Tapi setelah 3 minggu berlalu, ia bisa melihat perubahan wajah sahabatnya ketika Evan bahkan baru tertawa bersama dirinya."Gimana lukanya? Udah sembuh? Pegawai yang menyerang Ajeng udah dipecat, kan?"Ella benar-benar tidak suka dengan karyawan Evan yang bertingkah berlebihan. Dulu, sebelum dia sakit, dia sering datang ke Deca untuk memantau karyawan secara diam-diam. Tidak menyangka bahwa Ajeng justru menjadi target perundungan oleh atasannya sendiri."Udah mulai mengering. Tenang aja, orang itu sudah ditahan di kantor polisi dan nggak akan mengganggu Ajeng lagi. Oh ya, aku datang ke sini mau bilang sama kamu. Mama kamu tadi datang ke rumah yang kubelikan untuk Ajeng."Mata Ella langsung melotot. Menda
Evan mencari keberadaan istri keduanya dengan kening berkerut. Bukankah tadi wanita itu berada di mobil? Apakah Ajeng pergi karena cemburu setelah melihat interaksinya dengan Ella?Kedua sudut bibirnya terangkat. Rasa bahagia membuatnya terus tersenyum, bahkan ketika ia melihat tingkah laku Ajeng yang aneh. Wanita itu mengintip Pak Asep dan Rudi yang tengah berbincang di taman samping rumah, sementara Bi Diah menepuk pundak Ajeng.Ingin sekali dia tertawa ketika wanita itu terlonjak karena kaget. Tiba-tiba saja Ajeng berlari sambil berjinjit. "Kenapa kamu bisa berada di sini?"Ajeng benar-benar melompat ke belakang sambil memegang dada kirinya. Mata wanita itu membelalak, membuatnya merasa gemas.Selama 28 tahun hidupnya, Evan tidak pernah mengumbar senyum hanya karena melihat tingkah laku perempuan. Termasuk Ella. "Mas Evan! Aku takut!" Wanita itu langsung memeluknya dengan erat. Tentu saja senyumnya semakin lebar. Ia menggunakan kesempatan itu untuk membalas pelukan wanita itu da
Ajeng tahu, dia sudah bersikap seperti seorang pelakor. Menuntut perhatian Evan hanya untuknya. Padahal seharusnya dia tidak memonopoli Evan. Biar bagaimanapun, tetap Ella yang lebih berhak atas Evan.Dia hanyalah istri sementara yang bertugas untuk merawat suami Ella dan anak mereka. Tidak lebih. Awalnya, dia merasa tidak masalah. Tapi sekarang semuanya menjadi rumit, karena Ajeng melibatkan perasaan."Seharusnya aku nggak perlu jatuh cinta," gumamnya sambil terus berjalan menuju keluar dari kompleks perumahan Evan.Setelah mendapatkan donor sumsum tulang belakang, kemungkinan besar Ella akan sembuh. Butuh waktu satu atau dua bulan untuk pemulihan pasca operasi. Dan saat itu terjadi, sudah pasti Evan akan menceraikannya. "Mulai sekarang, aku harus bersikap biasa saja. Aku akan menganggap bahwa Evan sedang berpura-pura karena Ella melarangnya untuk menyakitiku."Ya, Ella memang sesayang itu pada Ajeng. Karena wanita itu adalah anak tunggal, Ella merasa kesepian. Ketika berkenalan den
"Kamu kenapa ikut masuk ke rumah sakit?" tanya Ajeng heran.Tadi dia terpaksa membatalkan pesanan taksi online karena sudah diantar oleh Bayu terlebih dulu. Namun, pria itu malah ikut masuk ke rumah sakit."Aku juga mau menjenguk temanku yang sakit kok," jawab Bayu.Ajeng mengedikkan bahu dan kembali berjalan menuju ke ruangan di mana Ella menjalankan kemoterapi."Ngomong-ngomong, kamu kerja di Deca Group ya?" tanya Bayu."Kok kamu tahu?" tanya Ajeng balik dengan sorot mata curiga.Bayu langsung mengangkat kedua tangan. "Kita nggak sengaja bertemu lagi di depan lift lantai paling atas. Kamu nggak ingat?"Ajeng begitu payah jika berhubungan dengan orang yang tidak dia kenal, jadi dia hanya menggeleng. Tidak tahu akan reaksi Bayu yang terlihat kecewa."Ya sudah. Aku belok ke lorong ini. Nanti kalau kamu mau pulang, cari aku aja," pamit Bayu.Ajeng hanya mengangguk sambil tersenyum, lalu dia kembali melanjutkan langkahnya. Seharusnya Ella sudah selesai kemoterapi dan sedang beristirahat.