Ajeng berusaha untuk bangkit, tapi tubuhnya benar-benar lemas sekali. Seolah-olah dia baru saja mendaki gunung dan langsung turun. Ingatan terakhirnya adalah ketika dia hampir menghabiskan minuman yang dipesannya sambil mengobrol dengan Bayu."Aku beneran lapar," keluhnya."Aku pesenin makanan. Kamu mau makan apa?" tanya Evan.Untuk memulihkan tenaga, dia ingin yang manis-manis. "Nasi goreng telor aja. Minumnya yang manis."Evan mengangkat gagang telepon dan berbicara pada operator untuk memesan makanan pesanan Ajeng, setelah itu duduk di sebelahnya."Siapa yang ngasih aku obat perangsang? Aku kan pesan minumannya di kafe, bukan di diskotik." Apalagi waktunya sore hari. Tidak mungkin tempat seperti itu orang akan nekat untuk menjebaknya."Mantan suami kamu.""Apa?""Kamu nggak tahu dia udah mantau kamu? Nggak, lebih tepatnya, dia ngikutin kamu. Waktu kamu keluar dari kompleks perumahanku, dia mengikuti kamu. Kalau saja kamu nggak sama Bayu, mungkin dia udah menculik kamu sejak dari si
Ajeng menggertakkan rahangnya dan mengepalkan kedua tangan dengan geram."Kalian jangan asal bicara. Apa buktinya kalau aku menjadi simpanan Mr. Evan? Apa begini kualitas lulusan sarjana di negeri ini?"Perempuan yang tadi menghinanya maju untuk menunjukkan layar ponsel yang menampilkan foto. Ajeng melihat foto itu dan tubuhnya langsung membeku. Foto dirinya yang tengah digendong oleh Evan di depan resepsionis hotel. Celakanya, dia tengah mencium leher Evan, dan sisi samping wajahnya begitu jelas."Masih mau mengelak lagi?" Perempuan itu melihat kalung berlian di lehernya dengan sinis. "Pantesan bisa beli kalung dan cincin berlian mahal. Ternyata menjadi simpenan big boss.""Jaga mulut kamu ya! Kamu nggak tahu apa yang akan menimpa kamu gara-gara mulut lemes kamu ini," hardik Ajeng kesal.Selama tiga tahun bekerja di Deca, dia selalu diam saja ketika para karyawan mulai mengatainya macam-macam hanya karena dia bercerai dari Dimas dan belum punya anak. Tapi sekarang, mereka sudah keter
Gara-gara kejadian tidak mengenakkan tadi pagi, terpaksa Ajeng menuruti keinginan Evan untuk tidak lagi bekerja di Deca. Pria itu tidak mau ada lagi kejadian yang serupa. Apalagi statusnya sebagai istri kedua menuai banyak cibiran, meskipun mereka melakukannya di belakang.Keempat karyawan yang merundung Ajeng akhirnya dipecat karena melanggar peraturan perusahaan. Menciptakan kerusuhan yang membuat suasana kerja tidak nyaman dan tidak lagi kondusif. Mereka dilaporkan ke polisi karena menyebarkan berita palsu dan mencemarkan nama baik istri pimpinan perusahaan.Tim IT perusahaan akhirnya menemukan siapa dalang di balik penyebaran foto-foto Evan dan Ajeng di sebuah hotel. Seorang karyawan perempuan yang diperintah oleh seseorang dengan imbalan sejumlah uang."Sudah kuduga menjadi istri kedua Evan itu nggak mudah," keluhnya sambil mengaduk-aduk makan siang dengan tak berselera."Ya, gimana lagi? Istri kedua itu identik dengan pelakor. Meskipun faktanya nggak semua begitu. Tapi masyaraka
Ajeng berbalik dan kembali menatap Dimas dengan wajah datar. Tidak mau begitu saja percaya setelah melihat foto-foto yang ditunjukkan oleh Evan kemarin malam.Shock, tentu saja. Meskipun dia sudah bercerai dari Dimas, namun mengetahui fakta bahwa pria itu membohonginya selama 5 tahun membuatnya marah sekaligus tersinggung.Selama mereka menjalin kasih selama 3 tahun, ternyata Dimas memiliki banyak simpanan. Begitu juga ketika mereka menikah selama dua tahun, laki-laki itu juga selingkuh sana-sini. Termasuk dengan Ayu.Tunggu, bagaimana Evan bisa tahu mengenai sepak terjang Dimas di belakangnya? Tiba-tiba perkataan Siska terngiang-ngiang di benaknya. Evan mencintainya sejak lama? Ah, itu semua hanyalah teori.Mana ada seorang Evan yang dingin dan serius, yang menikah saja harus dijodohkan, mencintai dirinya yang hanya rakyat biasa?"Kamu jangan memfitnah Tante Puspa. Aku tahu kamu kecewa karena aku justru menikah dengan Evan setelah kita bercerai. Tapi nggak begitu juga caranya, Dim."
Ajeng sangat mengenal Tante Puspa. Atau begitulah yang selama ini dia kira. Benarkah dia sudah mengenal wanita itu? Atau sebenarnya wanita itu pandai menyembunyikan tabiat aslinya?"Terlalu ekstrim kalau hanya karena memergoki aku dan Evan, dia langsung ingin melenyapkan aku. Aku nggak percaya sama kamu. Kamu aja berbohong selama 5 tahun di belakangku. Siapa yang menjamin bahwa kamu nggak berbohong lagi sekarang? Kali aja kamu berniat untuk mengadu domba aku dan Tante Puspa," serang Ajeng.Dimas gelagapan. "Maafkan aku, Jeng. Maaf. Aku tahu kamu tahu soal ini dari Evan. Aku akui aku salah. Tapi aku serius saat aku bilang bahwa aku sangat mencintai kamu."Ajeng mendengkus. "Mana ada orang yang mencintai pasangannya, tapi malah berselingkuh dengan banyak wanita? Nggak logis, Dim. Itu pemikiran yang nggak waras.""Aku tahu. Tapi aku benar-benar menjaga kamu agar nggak rusak sebelum menikah," kata Dimas.Ajeng menghela nafas panjang. "Lantas perselingkuhan kamu sama Ayu setelah kita menik
Puspa berjalan menuju ke tempat parkir kantor polisi dengan geram. Keponakannya itu selalu saja berbuat ulah. Dan sekarang, ketika dia serius menanggapi perkataan gadis itu, Nadia malah begitu ceroboh."Aku kan nggak tahu kalau Mas Evan ada di kamar itu, Tante," rajuk Nadia sambil mengikuti Puspa dengan setengah berlari.Puspa berbalik, menatap Nadia dengan mata melotot seram yang tidak pernah ditunjukkan sebelumnya."Seharusnya kamu nggak usah ikut muncul, dasar keponakan tolol! Kamu itu sejak dulu nggak becus apa-apa. Bapakmu menelpon Tante, nyuruh kamu harus segera kembali ke kota asalmu begitu terbebas dari kantor polisi!"Ingin sekali Puspa berteriak dan memukul keponakannya sampai otak gadis itu keluar dari kepala. "Apa? Aku nggak mau Tante! Aku mau pindah ke sini aja.""Dan mengganggu rumah tangga anakku? Jadi selama ini kamu selalu merecoki rumah tangga Ella? Dan apa kemarin yang kamu lakukan di sana? Mau menjebak Evan agar menghamili kamu?" Benar-benar kesal, Puspa menoyor k
"Ramennya enak banget deh, Mi. Mau coba?" tawar Ajeng.Ibu mertuanya menggeleng. Wanita itu meringis melihat Ajeng yang begitu lahap menyantap ramen di restoran Jepang yang ada di mall, padahal sebelumnya sudah menghabiskan satu porsi chicken katsu."Kamu belum makan siang ya tadi?" tanya Mami Dahlia.Wanita itu hanya menyantap paket nasi dan tumis ayam yang dicampur dengan bawang bombai."Nggak nafsu makan, Mi. Cuma minum aja," jawab Ajeng sebelum menyeruput kuah ramen."Ya pantesan kamu masuk angin. Telat makan begitu. Kondisi ayah kamu gimana?"Ajeng meminum teh lemon dan mendesah lega. Rasanya benar-benar menyegarkan."Alhamdulillah semakin baik, Mi. Kemarin Ajeng udah video call ayah."Mereka kembali makan. Sebenarnya Ajeng ingin sekali bertanya pada ibu mertuanya. Mumpung Mami Dahlia tidak seperti ibunya Dimas yang terus menatapnya sinis karena menganggap dia tidak selevel dengan keluarga wanita itu. Tapi hatinya merasa ragu."Kamu jadinya tinggal di rumah Mami mulai sekarang? K
Mami Dahlia masuk dan menatap Bu Widya dengan sorot mata tajam, apalagi ketika melihat tangan mantan mertua Ajeng yang masih terangkat seperti hendak menampar."Eh, nggak kok Bu Dahlia. Saya cuma mau menyapa Ajeng aja," kata Bu Widya dengan senyum salah tingkah.Ajeng memutar mata malas. Jika dibandingkan dengan Mami Dahlia, status sosial Bu Widya memang jauh di bawah ibu mertuanya. Tiba-tiba Ajeng mencium bau parfum wanita itu dan langsung mengernyitkan hidung."Kok bau parfum Tante menyengat banget ya?" komentar Ajeng sambil menutup hidungnya dengan tangan. Dia kembali mual.Bu Widya melotot dan refleks membuka mulut, seperti akan mencaci Ajeng, namun menutupnya kembali karena melirik Mami Dahlia. Wanita itu segera mengendus parfum di baju dan bagian ketiak. Mami Dahlia pun ikut mencium baju Bu Widya dan kening wanita itu mengernyit."Nggak menyengat kok, Jeng," kata Mami Dahlia.Bu Widya tersenyum menang dan menatap Ajeng dengan sinis. "Benar kan, Bu? Dia ini memang tidak punya sop