Share

BAB 7

"Jangan mas!"

Radit mengernyitkan dahinya mendengar penolakan Alea.

"Kenapa?"

"Aku belum siap, lagian biarin aja sih mereka nggak tau. sebentar lagi kan aku nggak kuliah lagi disana!"

"Memang udah yakin kalo kamu bakal lulus." Jawab Radit sarkas hingga membuat Alea terdiam.

"Gimana kalo kamu jadi mahasiswa abadi kaya Pedro?"

"Mas Radit jangan nakut-nakutin Lea gitu dong. Mas Radit kan suami Lea, bisa bantu ngomong sama pak Nino buat ACC skripsi Lea. Nanti pas sidang mas Radit juga bisa jadi salah satu dosen penguji nya."

"Katanya nggak mau di publish kalo kita suami istri, tapi sekarang malah bilang begitu. Dasar plin-plan."

"Ck, mas Radit kan bisa bilang sama mereka kalo aku adik iparnya mas Radit."

"Imbalannya apa kalo aku bisa melakukan itu."

Radit menatap intens Alea.

Alea berpikir sambil mengetuk dagunya dengan telunjuk.

"Apa aja deh yang mas Radit mau." Ujarnya. Karena Radit sudah memiliki segalanya Alea bingung mau memberikan imbalan apa.

"Yakin?"

"Hmmm, yakin. Tapi jangan mahal-mahal ya. Aku kan anak kuliahan uang jajanku nggak banyak."

"Aku nggak minta uangmu."

"Terus mas Radit minta apa?"

"Yang lainnya."

Radit Bangkit dari kursi dan meninggalkan Alea sendiri.

Tentu saja Alea mengejarnya.

"Mas Radit maunya apa, bilang dong."

"Putuskan pacarmu, atau aku yang melakukannya."

Mendengar interupsi Radit, Alea tidak bisa berkata-kata lagi. Ia merasa bingung.

Bagaimana ia bisa memutuskan Diego.

Mereka saling mencintai dan sudah menjalin hubungan sejak semester pertama.

"Mas Radit kenapa jahat sekali sih." Gumam Alea lirih. Matanya merah sekuat tenaga ia menahan bening nya agar tidak tumpah.

Siang ini, Radit dan Alea sudah berada di rumah pribadi milik Radit. Ia langsung membawa Alea ke rumahnya meskipun Alea merengek minta pulang ke rumah orang tuanya.

"Kamar mu di sana."

Radit menunjuk kamar yang berada di ujung lantai 2 pada Alea.

"Terus kamar mas Radit dimana?"

"Ini." Radit membuka pintu yang berada di depan mereka lalu masuk meninggalkan Alea sendiri.

Dengan langkah gontai Alea menarik kopernya menuju kamar miliknya.

Ia membuka pintu bercat putih itu dan melihat kebagian dalam.

"Ini sih lebih besar dari kamarku." Alea bermonolog.

Alea masuk dan meletakkan kopernya di depan lemari.

Alea berjalan menuju jendela untuk membuka gorden berwarna abu-abu.

Setelah itu ia menghidupkan AC dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang.

Alea teringat harus menghubungi Diego. Ia langsung bangkit dari ranjang dan mengambil ponselnya.

"Loh, kok mati sih. Padahal baterai nya full." Ia menyalakan kembali ponselnya.

Setelah itu mencari nama Diego dan menghubunginya.

"Halo, Go."

"Halo, kamu kemana aja sih Le?

"Maaf Go, aku lagi sibuk. Besok bisa nggak kita ketemuan?"

"Dimana?"

"Di tempat biasa!"

"Oke."

"Ya udah, aku tutup dulu telepon nya ya."

Alea memutuskan sambungan teleponnya dan memejamkan matanya.

Matanya menatap langit-langit kamar.

Dalam benaknya bertanya bagaimana keadaan Maura saat ini.

Alea mengambil kembali ponselnya dan mencoba menghubungi Maura.

Nomor Maura sudah aktif kembali. Namun belum ada jawaban dari kakaknya.

panggilan ke dua Maura baru mengangkatnya.

"Halo dek." Sapa Maura dari seberang telepon.

Mendengar suara Maura Alea tak kuasa menahan air matanya.

Ada rasa rindu dan kesal di hati Alea pada Maura.

"Kakak kenapa jahat sekali sama kami, kenapa kakak nggak bilang dari awal kalo memang kakak nggak mau nikah sama mas Radit. Huuu huuuu."

"Dek, maaf kakak memang salah." Maura tak mengatakan apapun karena memang tidak bisa berkata apapun.

Terdengar Isak tangis Maura dari seberang telepon.

"Kakak tau nggak, karena kakak kabur. Aku harus menggantikan kakak menjadi istri mas Radit. Demi Papa Mama dan demi Mas Radit. Kakak tau nggak gimana perasaan aku kaya gimana? Aku belum siap menikah tapi terpaksa harus menikah karena keegoisan kakak. Aku masih pengen seneng seneng. Aku masih pengen lanjutin kuliah S2, aku pengen kerja sesuai dengan keinginanku. Gara-gara kakak semua keinginanku hancur.

"Alea, kakak minta maaf karena sudah membuatmu berada di posisi seperti itu. Kakak benar-benar tidak berpikir panjang jika kamu akan menggantikan kakak. Kakak mohon maaf."

"Percuma kakak minta maaf juga, nggak akan membuat semuanya berubah. Aku harap kakak nggak akan pernah muncul lagi di sini dan jangan harap bisa merebut mas Radit kembali dari Alea ketika nanti kakak tidak bahagia dengan pria itu."

Alea mengakhiri panggilannya dan melemparkan ponselnya ke tembok didepannya hingga ponselnya hancur.

Radit yang akan mengajak Alea untuk makan siang terpaksa mendengar percakapan Alea dan Maura.

Radit jadi merasa bersalah pada Alea.

Ia meninggalkan kamar Alea membiarkan istrinya menangis sampai lega.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status