"Jangan mas!"
Radit mengernyitkan dahinya mendengar penolakan Alea. "Kenapa?" "Aku belum siap, lagian biarin aja sih mereka nggak tau. sebentar lagi kan aku nggak kuliah lagi disana!" "Memang udah yakin kalo kamu bakal lulus." Jawab Radit sarkas hingga membuat Alea terdiam. "Gimana kalo kamu jadi mahasiswa abadi kaya Pedro?" "Mas Radit jangan nakut-nakutin Lea gitu dong. Mas Radit kan suami Lea, bisa bantu ngomong sama pak Nino buat ACC skripsi Lea. Nanti pas sidang mas Radit juga bisa jadi salah satu dosen penguji nya." "Katanya nggak mau di publish kalo kita suami istri, tapi sekarang malah bilang begitu. Dasar plin-plan." "Ck, mas Radit kan bisa bilang sama mereka kalo aku adik iparnya mas Radit." "Imbalannya apa kalo aku bisa melakukan itu." Radit menatap intens Alea. Alea berpikir sambil mengetuk dagunya dengan telunjuk. "Apa aja deh yang mas Radit mau." Ujarnya. Karena Radit sudah memiliki segalanya Alea bingung mau memberikan imbalan apa. "Yakin?" "Hmmm, yakin. Tapi jangan mahal-mahal ya. Aku kan anak kuliahan uang jajanku nggak banyak." "Aku nggak minta uangmu." "Terus mas Radit minta apa?" "Yang lainnya." Radit Bangkit dari kursi dan meninggalkan Alea sendiri. Tentu saja Alea mengejarnya. "Mas Radit maunya apa, bilang dong." "Putuskan pacarmu, atau aku yang melakukannya." Mendengar interupsi Radit, Alea tidak bisa berkata-kata lagi. Ia merasa bingung. Bagaimana ia bisa memutuskan Diego. Mereka saling mencintai dan sudah menjalin hubungan sejak semester pertama. "Mas Radit kenapa jahat sekali sih." Gumam Alea lirih. Matanya merah sekuat tenaga ia menahan bening nya agar tidak tumpah. Siang ini, Radit dan Alea sudah berada di rumah pribadi milik Radit. Ia langsung membawa Alea ke rumahnya meskipun Alea merengek minta pulang ke rumah orang tuanya. "Kamar mu di sana." Radit menunjuk kamar yang berada di ujung lantai 2 pada Alea. "Terus kamar mas Radit dimana?" "Ini." Radit membuka pintu yang berada di depan mereka lalu masuk meninggalkan Alea sendiri. Dengan langkah gontai Alea menarik kopernya menuju kamar miliknya. Ia membuka pintu bercat putih itu dan melihat kebagian dalam. "Ini sih lebih besar dari kamarku." Alea bermonolog. Alea masuk dan meletakkan kopernya di depan lemari. Alea berjalan menuju jendela untuk membuka gorden berwarna abu-abu. Setelah itu ia menghidupkan AC dan merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Alea teringat harus menghubungi Diego. Ia langsung bangkit dari ranjang dan mengambil ponselnya. "Loh, kok mati sih. Padahal baterai nya full." Ia menyalakan kembali ponselnya. Setelah itu mencari nama Diego dan menghubunginya. "Halo, Go." "Halo, kamu kemana aja sih Le? "Maaf Go, aku lagi sibuk. Besok bisa nggak kita ketemuan?" "Dimana?" "Di tempat biasa!" "Oke." "Ya udah, aku tutup dulu telepon nya ya." Alea memutuskan sambungan teleponnya dan memejamkan matanya. Matanya menatap langit-langit kamar. Dalam benaknya bertanya bagaimana keadaan Maura saat ini. Alea mengambil kembali ponselnya dan mencoba menghubungi Maura. Nomor Maura sudah aktif kembali. Namun belum ada jawaban dari kakaknya. panggilan ke dua Maura baru mengangkatnya. "Halo dek." Sapa Maura dari seberang telepon. Mendengar suara Maura Alea tak kuasa menahan air matanya. Ada rasa rindu dan kesal di hati Alea pada Maura. "Kakak kenapa jahat sekali sama kami, kenapa kakak nggak bilang dari awal kalo memang kakak nggak mau nikah sama mas Radit. Huuu huuuu." "Dek, maaf kakak memang salah." Maura tak mengatakan apapun karena memang tidak bisa berkata apapun. Terdengar Isak tangis Maura dari seberang telepon. "Kakak tau nggak, karena kakak kabur. Aku harus menggantikan kakak menjadi istri mas Radit. Demi Papa Mama dan demi Mas Radit. Kakak tau nggak gimana perasaan aku kaya gimana? Aku belum siap menikah tapi terpaksa harus menikah karena keegoisan kakak. Aku masih pengen seneng seneng. Aku masih pengen lanjutin kuliah S2, aku pengen kerja sesuai dengan keinginanku. Gara-gara kakak semua keinginanku hancur. "Alea, kakak minta maaf karena sudah membuatmu berada di posisi seperti itu. Kakak benar-benar tidak berpikir panjang jika kamu akan menggantikan kakak. Kakak mohon maaf." "Percuma kakak minta maaf juga, nggak akan membuat semuanya berubah. Aku harap kakak nggak akan pernah muncul lagi di sini dan jangan harap bisa merebut mas Radit kembali dari Alea ketika nanti kakak tidak bahagia dengan pria itu." Alea mengakhiri panggilannya dan melemparkan ponselnya ke tembok didepannya hingga ponselnya hancur. Radit yang akan mengajak Alea untuk makan siang terpaksa mendengar percakapan Alea dan Maura. Radit jadi merasa bersalah pada Alea. Ia meninggalkan kamar Alea membiarkan istrinya menangis sampai lega.Karena lelah menangis akhirnya Alea tertidur. Radit meninggalkan Alea di rumah bersama ART nya. "Bik saya mau ke kantor, nanti kalo Lea nanyain saya bilang saya keluar sebentar. Suruh dia makan karena dari siang belum makan." "Siap den." Radit mengendarai mobilnya sendiri.Radit datang ke kantor dan langsung mendapatkan ucapan selamat dari para karyawannya.Jika pernikahannya kemarin gagal. Mungkin saat ini Radit tidak akan berani menampakkan wajahnya. Alea sudah menyelamatkan dirinya dari rasa malu. Saat sampai di lantai atas dimana ruangannya berada asisten Radit terkejut melihat kedatangan bosnya. "Pak Radit kenapa ke kantor. Bukannya seharusnya hari ini masih cuti sampai 1 Minggu kedepan ya." Tanya asisten pribadinya. "Saya tidak boleh datang ke kantor saya sendiri begitu?" "Bu-bukanya begitu pak. Ada yang bisa saya bantu pak?" "Berikan laporan hasil penjualan bulan ini." "Tapi pak, bulan ini masih kurang 2 Minggu lagi. Jadi belum di kerjakan." "Kalau begitu yang bulan
Mereka berdua makan dengan di selingi sedikit obrolan. "Gimana skripsi mu?" Tanya Radit tanpa menatap Alea. "Ya gitu deh, belum di ACC sama pak Nino." "Biar besok saya yang bilang sama Nino. Setelah di ACC apa kamu mau kita pergi bulan madu?" Uhuuk. Uhuuk. Mendengar perkataan Radit Alea langsung tersedak. Radit memberikan air minum pada Alea. "Pelan-pelan kenapa!" Ujarnya. "Bulan madu?" Alea bergidik membayangkan dirinya pergi bulan madu dengan Radit. "Kalo nggak mau juga nggak papa." Radit menyudahi makannya dan meninggalkan Alea sendiri di meja makan. Ia naik kelantai atas dan masuk ke dalam kamarnya. "Apa aku terlalu terburu-buru?" Radit bermonolog sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. *** Keesokan paginya Alea dan Radit berangkat ke kampus bersama-sama. Hari ini Radit masih cuti. Namun Ia sengaja ingin datang ke kampus untuk menemui rekannya. Sedangkan Alea masih harus menemui dosen pembimbingnya. "Mas, Lea turun duluan ya."
Alea mengambil ponselnya dari dalam tasnya, dan mencari nama Diego dari daftar kontak. Setelah menemukan nama Diego, Alea mendial nya. “Halo, ada apa Le?” Tanya Diego dari seberang telepon. “Go, kamu lagi dimana?” “Aku lagi nunggu giliran bimbingan. Ada apa?” balas Diego.“Nanti kita ketemuan di kafe ya, ada yang mau aku sampein ke kamu!” “Ngomong di sini aja!” “Ini penting Go. Aku tunggu di kafe jam 11.” Terdengar suara decakan di sana. “Di kafe mana?” “Panorama.” “Oke.” Alea menutup teleponnya dan menghubungi Radit. “Mas, Lea nggak betah nunggu kalo sampe jam 1, urusan di kampus udah beres,” ujar Alea.“Ya sudah, aku jemput kamu sekarang.” “Mas Radit nggak kerja?” “Aku lagi cuti.” Radit menutup teleponnya dan keluar dari ruangannya. Ia mengendarai mobilnya sendirian menjemput Alea. “Keluarlah, aku sudah sampai.” Radit menghubungi Alea ketika sudah sampai didepan gerbang kampus. Alea melihat mobil Radit dan berjalan mendekatinya. Ia masuk ke dalam mobil lalu dudu
Lepaskan tangan istri saya.” Ucap Radit mengulangi. Susi melepaskan tangan Alea dengan cara menghempaskan dengan kasar. “Aaawww.” Alea merintih karena tangannya sakit setelah di cekal dengan kuat. “Susi kamu boleh pergi.” Radit memberikan kode dengan kepalanya.Susi pergi meninggalkan mereka sambil menghentakkan kakinya. “Kenapa dia mas?” Tanya Alea sambil menatap kepergian Susi.Radit menggedikkan bahunya dan kembali masuk ke dalam. “Diego udah sampe mas.” “Oh ya.” Ujar Radit menatap Alea.Alea menganggukkan kepalanya. Radit mendekati Alea dan berdiri tepat didepannya. Ia mencondongkan tubuhnya hingga Alea memundurkan tubuhnya. “Kamu cantik kalo rambutnya di ikat.” Radit mengambil jedai milik Alea dari dalam tas Alea dan merapihkan rambutnya lalu menjepitnya dengan jedai. Alea merasa gugup dengan tindakan Radit. Setelah selesai Radit mendekatkan wajahnya ke ceruk leher Alea dan menghisapnya.“Ssshhh.” Alea meringis merasakan sakit karena hisapan dan gigitan d
"Mantan!" tegas Alea lalu pergi meninggalkan Radit menuju parkiran. Radit tertawa sambil berlari mengejar Alea. Mereka kembali ke rumah karena mood Alea sedang tidak baik. Sesampainya di depan rumah, Alea langsung turun dari mobil meninggalkan Radit, Radit menggelengkan kepalanya seraya tersenyum melihat Alea "Dasar bocah." Gumam Radit dan turun dari mobil menyusul Alea ke dalam rumah. "Alea!" Seru Radit memanggil Alea yang sudah berada di tengah anak tangga. Merasa namanya di panggil, Alea menoleh kearah Radit. "Ada apa mas?" "Buatkan aku kopi hitam, setelah itu antarkan ke ruang kerjaku." Titahnya, lalu berjalan mendahului Alea, menuju ruang kerjanya. Alea menghela nafas pelan lalu kembali menuruni tangga. Ia sadar jika saat ini sudah menjadi seorang istri, mau tidak mau dirinya harus melayani kebutuhan Radit mulai saat ini. Alea menuju ke dapur, ia tidak mengerti seluk beluk rumah ini. Ia hanya berdiam dan memindai kitchen set di depannya. Alea tidak pernah membuat kopi seb
Alea mendorong tubuh Radit yang berada diatas tubuhnya lalu ia bangkit dari ranjang. Ia menatap Radit dengan kikuk. "Maaf mas, aku mau ke kamarku!" Kata Alea sambil menggaruk tengkuknya lalu membuka pintu kamar Radit dan keluar. Radit menghembuskan nafasnya dan kembali merebahkan tubuhnya diatas ranjang dengan posisi terlentang. "Huuuuft." ia harus kembali bersabar untuk mendapatkan hati dan tubuh Alea, karena sadar jika mereka menikah karena terpaksa, sudah pasti Alea membutuhkan waktu untuk bisa menerimanya. Alea memukuli kepalanya pelan sambil bergumam. "Haiiss, bisa-bisanya kepegang torpedo nya mas Radit, bikin malu aja sih Alea alea." Alea masuk kedalam kamar dan menguncinya dari dalam. ia takut jika tiba-tiba Radit masuk ke dalam kamarnya. Alea berpikir jika ia sebaiknya tidak bertemu dulu dengan Radit selama beberapa waktu. Jujur saja Alea sangat malu sekali dengan kejadian tadi. "Huuuuft, semoga mas Radit nggak maksa buat ketemu dulu deh." Kata Alea dengan posisi sudah
Alea tersenyum lebar menatap cermin. Ia tampak cantik menggunakan kebaya berwarna biru dengan make-up yang lumayan tebal. Hari ini adalah hari pernikahan kakak kandungnya, Maura bersama teman masa kecilnya yang bernama Radit. Yang Alea tahu, Maura dan Radit sudah berteman sejak 10 tahun lalu.Alea pun mengenal Radit karena mereka juga sering bermain bersama. Radit bahkan sering membantu Alea untuk menyelesaikan skripsinya. Pastii rasanya menyenangkan menjadi adik ipar Radit.“Le,” mamanya memanggil dari arah belakang. “Panggil kakakmu, ya. Acara sudah mau dimulai.”Alea menangguk. “Siap, Ma!”Alea pun melangkah ke kamar hotel kakaknya yang berada di sebelah kamarnya. Acara pernikahan ini memang dilaksanakan di ballroom hotel, dan beberapa kamar disewa untuk keperluan persiapan.“Kak?” Alea mengetuk pintu kamarnya.Namun, Alea merasa aneh ketika melihat pintu kamar hotel itu tidak terkunci. Ia pun segera masuk.Kamar itu kosong. Alea tidak melihat Maura dan hanya melihat kebaya pengan
Radit tak menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya.Radit benar-benar tak habis pikir dengan tindakan Maura. Mereka memang tidak saling mencintai. Tapi mengapa tidak mengatakan dari awal jika dia memiliki pria lain. Kenapa harus pergi disaat pernikahan sudah didepan mata.“Alea, mama benar. Tolong selamatkan harga diri keluarga kita. Papa benar-benar tidak akan mampu mendongakkan wajah di hadapan keluarga dan rekan-rekan papa jika pernikahan ini batal. Kakakmu benar-benar telah melemparkan kotoran ke wajah papa.” Danu bersimpuh di lutut Alea dengan air mata berlinang.Alea menatap Radit yang juga menatapnya dengan mata memerah.“Alea, aku berjanji akan menceraikan mu jika nanti kau memang tidak siap untuk berumah tangga. Aku tidak akan mengekang mu.” Ujar Radit. Radit tidak ingin keluarga besarnya menghancurkan ballroom hotel itu karena merasa kecewa pada keluarga Danu.“Tidak Radit, jangan mempermainkan pernikahan. Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa di permainkan. Lea tolong