Alea tersenyum lebar menatap cermin. Ia tampak cantik menggunakan kebaya berwarna biru dengan make-up yang lumayan tebal.
Hari ini adalah hari pernikahan kakak kandungnya, Maura bersama teman masa kecilnya yang bernama Radit. Yang Alea tahu, Maura dan Radit sudah berteman sejak 10 tahun lalu.
Alea pun mengenal Radit karena mereka juga sering bermain bersama. Radit bahkan sering membantu Alea untuk menyelesaikan skripsinya. Pastii rasanya menyenangkan menjadi adik ipar Radit.
“Le,” mamanya memanggil dari arah belakang. “Panggil kakakmu, ya. Acara sudah mau dimulai.”
Alea menangguk. “Siap, Ma!”
Alea pun melangkah ke kamar hotel kakaknya yang berada di sebelah kamarnya. Acara pernikahan ini memang dilaksanakan di ballroom hotel, dan beberapa kamar disewa untuk keperluan persiapan.
“Kak?” Alea mengetuk pintu kamarnya.
Namun, Alea merasa aneh ketika melihat pintu kamar hotel itu tidak terkunci. Ia pun segera masuk.
Kamar itu kosong. Alea tidak melihat Maura dan hanya melihat kebaya pengantin teronggok di atas kasur. Alea berpikir jika Maura sedang di kamar mandi.
Ketika ingin memeriksa kamar mandi, matanya melihat ada kertas yang tertempel di cermin rias. Alea mendekati dan mengambilnya.
“Papa, Mama. Maaf Maura tidak bisa menikahi Radit. Maura mencintai pria lain. Maaf sudah membuat Mama dan Papa berada dalam kesulitan. Maura pergi.”
Deg.
Jantung Alea seolah berhenti berdetak kala membaca pesan dari Maura.
Tangannya gemetar memegang kertas itu, dan tiba-tiba air matanya tumpah.
“MAMA!”
Alea segera mencari orang tuanya di kamar sebelah. Mereka pun terkejut melihat anak itu berderai air mata.
“Ada apa, Lea? Kenapa kamu menangis. Di mana Maura?” Tanya Danu, papanya, dengan wajah panik.
Begitupun dengan istrinya.
Tanpa mengatakan apapun, Alea memberikan secarik kertas pesan dari Maura.
“Maura! Kau benar-benar ingin mempermalukan orang tuamu!” Danu meremas kertas di tangannya dengan wajah memerah karena marah.
“Ada apa pah? Kenapa dengan Maura?” Linda, mamanya, merasa bingung dengan kondisi Alea yang menangis dan suaminya yang marah.
Danu menatap istrinya dengan mata membulat.
“Anakmu itu kabur dengan laki-laki lain.”
“Apa!!! Maura! Tidak mungkin, ini tidak mungkin. Mauraa!!” Tubuh Linda limbung dan merosot ke bawah, dengan sigap Danu menahannya dan membaringkan istrinya di atas ranjang.
“Bagaimana ini pah, mama pingsan!” Tanya Alea dengan air mata menganak sungai melihat dan mama pingsan?” Alea memijat dahi Linda dengan minyak angin.
Danu hanya diam terpaku menatap tubuh istrinya diatas ranjang. Istrinya memang memiliki riwayat darah tinggi. Ia takut akan berakibat fatal jika terus memikirkan kondisi pernikahan Maura dan Radit yang terancam batal.
Lagipula mereka pasti akan sangat malu pada tamu undangan dan keluarga Radit.
“Danu, mempelai pria sudah datang.”
Ujar salah satu keluarga mereka.
“Aku akan kesana.”
“Lea, temani mama mu di sini. Papa akan menemui Radit.”
“Baik pah.”
Alea mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Maura.
Namun nomornya sudah tidak aktif.
“Tega sekali kakak sama kami, hiks hiks.” Alea menangis menatap layar ponselnya.
Perasaannya sama seperti kedua orang tuanya. Sedih, marah dan malu. Bagaimana mereka akan menghadapi pertanyaan dari para tamu undangan dan saudara. Serta bagaimana tanggapan keluarga besar Radit pada mereka. Alea tidak ingin orang tuanya disalahkan atas kejadian ini.
Danu menghampiri Radit yang sudah duduk di meja akad bersama dengan para saksi dan penghulu. Hanya tinggal menunggu dirinya dan mempelai wanitanya saja.
Danu membisikkan kata-kata di telinga Radit.
Dan Radit mengikuti langkah Danu menuju kamar dimana Alea dan Linda berada.
“Ada apa ini Om? Kenapa Tante? Dan dimana Maura?”
Tanya Radit dengan wajah bingung.
Radit melihat Alea juga menangis di samping Linda.
Melihat Danu yang hanya diam saja membuat Radit kesal.
“Om, katakan ini ada apa. Kemana Maura!” seru Radit dengan nada kesal.
“Radit, om minta maaf sama kamu. Maura kabur dengan pria lain.”
“Apa! Bagaimana bisa dia kabur dengan pria lain padahal dia tau hari ini kita akan menikah. Kenapa dia tidak membatalkan pernikahan dari kemarin. Apakah dia sengaja ingin membuatmu malu!” Dada Radit nain turun karena emosi. Ia melemparkan kopiahnya ke sembarang arah.
Mendengar suara gaduh, Linda akhirnya terbangun.
“Radit, tolong nikahi Alea.” Ujar Linda sembari berusaha untuk duduk.
Alea yang mendengar itu langsung mendelikkan matanya.
“Mah.” Ujar Alea lemah dan menggelengkan kepalanya. Air matanya kembali tumpah mendengar perkataan sang mama.
“Tolong Lea, tolong nak. Mama lebih baik mati daripada harus menanggung malu seperti ini. Tolong sayang, kamu sayang sama mama kan?” Linda menangkup wajah Alea dengan kedua tangannya.
Alea hanya terisak tak bisa berkata apapun.
Radit tak menyangka hal ini akan terjadi dalam hidupnya.Radit benar-benar tak habis pikir dengan tindakan Maura. Mereka memang tidak saling mencintai. Tapi mengapa tidak mengatakan dari awal jika dia memiliki pria lain. Kenapa harus pergi disaat pernikahan sudah didepan mata.“Alea, mama benar. Tolong selamatkan harga diri keluarga kita. Papa benar-benar tidak akan mampu mendongakkan wajah di hadapan keluarga dan rekan-rekan papa jika pernikahan ini batal. Kakakmu benar-benar telah melemparkan kotoran ke wajah papa.” Danu bersimpuh di lutut Alea dengan air mata berlinang.Alea menatap Radit yang juga menatapnya dengan mata memerah.“Alea, aku berjanji akan menceraikan mu jika nanti kau memang tidak siap untuk berumah tangga. Aku tidak akan mengekang mu.” Ujar Radit. Radit tidak ingin keluarga besarnya menghancurkan ballroom hotel itu karena merasa kecewa pada keluarga Danu.“Tidak Radit, jangan mempermainkan pernikahan. Pernikahan bukanlah sesuatu yang bisa di permainkan. Lea tolong
Radit memakai kaos polos dan celana pendek.Radit merebahkan tubuhnya yang lelah diatas ranjang.Ia tidak ingin memikirkan apapun saat ini. Baginya jika memang Maura tidak ingin menikah dengan nya tidak masalah.Alea keluar kamar mandi dengan rambut basah dan berpakaian lengkap, dirinya melihat Radit sudah terlelap.Ia mendekati ranjang untuk ikut tidur. Karena jujur saja terlalu banyak menangis membuat kepalanya sakit.Sekitar pukul 5 Radit membangunkan Alea yang masih terlelap.“Lea, bangun!” Radit mengusap pipi Alea dengan lembut.Merasakan dingin di pipinya Alea membuka matanya.Matanya mendelik kala melihat Radit berada di depannya.“Mas Radit ngapain disini?” Tanya Alea dengan wajah panik dan duduk menjauh dari Radit.“Aku suamimu sekarang, kenapa kau seperti melihat hantu?”“Aah, nggak. Maaf Alea tadi lupa kalo sudah menikah sama mas Radit.”“MUA yang akan meria mu sudah datang.”Radit membuka pintu kamar karena akan keluar.“Memangnya ini jam berapa mas?”“Jam 5. Aku keluar du
Radit bisa melihat kulit Alea yang putih dan bersih. Ia melepaskan gaun yang Alea pakai hingga meluruh kebawah.Tubuh keduanya membeku tak tau apa yang harus dilakukan.Radit menelan salivanya dengan susah kala menatap tubuh Alea yang hanya menggunakan bra dan celana dalam.Kepalang tanggung Radit merengkuh tubuh Alea dari belakang.Hembusan nafas dari hidung Radit yang menerpa lehernya membuat tubuh Alea meremang.Radit mengendusi leher dan telinga Alea.“Mass, aku mau mandi.” Sekuat tenaga Alea mengeluarkan suaranya. Jujur dirinya belum siap untuk melakukan ritual malam pertama.Radit tersadar dan langsung menjauhkan tubuhnya dari Alea dan memalingkan wajahnya.“Maaf, maafkan aku. Mandilah.” Ujar Radit dengan suara serak dan wajah merah menahan hasrat. Radit berjalan menuju lemari untuk memakai pakaiannya.Alea mengambil gaunnya yang terjatuh dan menutupi tubuhnya lalu berjalan ke kamar mandi.Jantung nya berdegup kencang karena hal barusan.Hatinya merasa bersalah pada Diego.Airm
Keesokan paginya Alea terbangun karena mendengar suara gemericik air. Alea mengerjapkan matanya dan memindai kamar tempatnya tidur. Alea tidak mengenali ruangan ini. Setelah ingatannya kembali, Alea baru sadar jika saat ini dirinya tidur di hotel. Tepatnya di kamar pengantin yang seharusnya menjadi kamar pengantin Radit dan Maura. Alea mengambil ponselnya diatas nakas dan melihat saat ini sudah jam 7 pagi. Alea bangun dari tempat tidur dan membuka tirai dan membuka pintu kaca yang mengarah ke balkon. Ia merenggangkan tangannya dan menghirup udara segar di pagi hari. Pagi ini cuaca mendung jadi masih terasa dingin. "Mas Radit pasti lagi mandi." Alea bergumam sendiri lalu masuk lagi untuk mengambil ponselnya karena terdengar dering panggilan telepon. Ia melihat nama Diego terpampang di layar ponselnya. Alea menatap pintu kamar mandi memastikan jika Radit belum akan keluar. "Halo Go." sapa Alea dan berjalan menuju balkon. "Lea, kamu kemana aja sih, dari kemarin aku hubungin ka
Keluarga mereka semua sudah pulang sejak semalam. Jadi hanya Alea dan Radit yang menginap di hotel ini. "Mas, kita berapa hari di hotel ini?" Tanya Alea saat mereka masih di dalam lift. "Kamu maunya berapa lama?"Jawab Radit tanpa menatapnya, ia sibuk menatap layar ponselnya. "Ck," Alea berdecak kesal karena Radit tak menganggapnya ada. Radit menyimpan ponselnya ke dalam saku celana karena melihat wajah Alea yang mulai kesal. "Kalo kamu mau kita secepatnya pulang ya kita pulang. Jika masih ingin di sini ya kita disini sampai kamu puas." "Habis ini pulang saja. Besok Lea harus bertemu dosen pembimbing." "Belum selesai sama skripsinya?" "Belum, pak Nino kayaknya nggak pengen ngelulusin aku deh." "Dia itu suka sama kamu." Mendengar perkataan Radit Alea mendengus. "Haisss, aku udah punya Diego." "Lalu aku apa?" Tanya Radit, hingga membuat Alea tersentak dan sadar. Saat ini ia sudah menjadi istri Radit. Radit menatap Alea tajam, nyali Alea langsung menc
"Jangan mas!" Radit mengernyitkan dahinya mendengar penolakan Alea. "Kenapa?" "Aku belum siap, lagian biarin aja sih mereka nggak tau. sebentar lagi kan aku nggak kuliah lagi disana!" "Memang udah yakin kalo kamu bakal lulus." Jawab Radit sarkas hingga membuat Alea terdiam. "Gimana kalo kamu jadi mahasiswa abadi kaya Pedro?" "Mas Radit jangan nakut-nakutin Lea gitu dong. Mas Radit kan suami Lea, bisa bantu ngomong sama pak Nino buat ACC skripsi Lea. Nanti pas sidang mas Radit juga bisa jadi salah satu dosen penguji nya." "Katanya nggak mau di publish kalo kita suami istri, tapi sekarang malah bilang begitu. Dasar plin-plan." "Ck, mas Radit kan bisa bilang sama mereka kalo aku adik iparnya mas Radit." "Imbalannya apa kalo aku bisa melakukan itu." Radit menatap intens Alea. Alea berpikir sambil mengetuk dagunya dengan telunjuk. "Apa aja deh yang mas Radit mau." Ujarnya. Karena Radit sudah memiliki segalanya Alea bingung mau memberikan imbalan apa. "
Karena lelah menangis akhirnya Alea tertidur. Radit meninggalkan Alea di rumah bersama ART nya. "Bik saya mau ke kantor, nanti kalo Lea nanyain saya bilang saya keluar sebentar. Suruh dia makan karena dari siang belum makan." "Siap den." Radit mengendarai mobilnya sendiri.Radit datang ke kantor dan langsung mendapatkan ucapan selamat dari para karyawannya.Jika pernikahannya kemarin gagal. Mungkin saat ini Radit tidak akan berani menampakkan wajahnya. Alea sudah menyelamatkan dirinya dari rasa malu. Saat sampai di lantai atas dimana ruangannya berada asisten Radit terkejut melihat kedatangan bosnya. "Pak Radit kenapa ke kantor. Bukannya seharusnya hari ini masih cuti sampai 1 Minggu kedepan ya." Tanya asisten pribadinya. "Saya tidak boleh datang ke kantor saya sendiri begitu?" "Bu-bukanya begitu pak. Ada yang bisa saya bantu pak?" "Berikan laporan hasil penjualan bulan ini." "Tapi pak, bulan ini masih kurang 2 Minggu lagi. Jadi belum di kerjakan." "Kalau begitu yang bulan
Mereka berdua makan dengan di selingi sedikit obrolan. "Gimana skripsi mu?" Tanya Radit tanpa menatap Alea. "Ya gitu deh, belum di ACC sama pak Nino." "Biar besok saya yang bilang sama Nino. Setelah di ACC apa kamu mau kita pergi bulan madu?" Uhuuk. Uhuuk. Mendengar perkataan Radit Alea langsung tersedak. Radit memberikan air minum pada Alea. "Pelan-pelan kenapa!" Ujarnya. "Bulan madu?" Alea bergidik membayangkan dirinya pergi bulan madu dengan Radit. "Kalo nggak mau juga nggak papa." Radit menyudahi makannya dan meninggalkan Alea sendiri di meja makan. Ia naik kelantai atas dan masuk ke dalam kamarnya. "Apa aku terlalu terburu-buru?" Radit bermonolog sambil menatap pantulan dirinya di depan cermin. *** Keesokan paginya Alea dan Radit berangkat ke kampus bersama-sama. Hari ini Radit masih cuti. Namun Ia sengaja ingin datang ke kampus untuk menemui rekannya. Sedangkan Alea masih harus menemui dosen pembimbingnya. "Mas, Lea turun duluan ya."