Share

Bab 5

Bab 5

Aku mengemasi semua pakaian mereka, dengan di bantu Sari. Mas Feri dia sudah keterlaluan, secepat itu suamiku berubah pada keluarganya yang jelas dulu menghina dan tak mau membantu kami di saat kesusahan. Jika tidak mau membantu dengan uang, mungkin support juga berarti, bukan cemoohan ketika kami terpuruk.

Mudah mungkin bagi Mas Feri melupakan kejadian itu. Tapi aku akan selalu mengingatnya, keluarga nya saja masih bersikap sama dan tak menghargaiku. Ini rumahku, bukan milik anaknya.

Ponsel kembali berdering Mas Feri kembali menelponku, tapi panggilan itu tidak kujawab kemudian ia mengirim pesan.

[Dek, kenapa kamu belum transfer juga?]

[Tolong transfer sekarang ya!] aku memutuskan tidak membalas pesan.

Hampir satu jam berlalu. Akhirnya mereka pulang, ibu mertua membawa banyak belanjaan terlihat dari tentengan yang ia bawa, ada mungkin 3 paper bag dan ada juga yang berbungkus plastik entah apa saja yang ia beli.

Begitu juga dengan mbak Misni dan anak-anaknya, mereka juga menenteng bungkus makanan dari restoran cepat saji.

"Dek, kenapa kamu tidak mentransfer uang itu?" tanya Mas Feri ketika baru saja datang.

Aku duduk di ruang depan, sengaja menunggu kedatangan mereka.

"Kenapa koper kita ada di sini?" tanya Mbak Misni menatap koper dan beberapa tas yang mereka bawa ketika datang ke rumahku.

"Mas aku minta kunci mobil!" aku mengulurkan tangan meminta kunci mobil darinya.

Mas Feri tanpa banyak bertanya menyerahkan kunci mobil padaku.

"Heh, jawab. Kenapa koper kita ada di sini!" hardik ibu mertua dan menatapku tajam, seakan ia alergi menyebut namaku.

"Ada apa ini Dek? Apakah kamu ingin memberi kamar yang lain untuk ibu dan Mbak Misni?" Mas Feri bertanya.

"Ibu jangan sedih. Kalian Jangan salah paham dulu pasti Nayla bertujuan baik dia akan memberikan kamar yang lebih besar untuk kalian, benar kan, dek?" ujar Mas Feri menatapku.

"Aku sudah mendapatkan kontrakan untuk kalian, jadi keluargamu tidak perlu tinggal di sini lagi, Mas!" jawabku.

Keluarga Mas Feri seperti kaget mendengar kabar ini.

"Tapi Dek, kenapa kamu tidak bilang padaku dan terburu-buru?"

"Bukankah kamu bilang, mereka hanya tinggal di sini sementara dan aku akan mencari kontrakan untuk mereka. Kontrakan itu sudah aku dapatkan, jadi keluargamu bisa pindah malam ini juga untuk satu bulan pertama, aku akan membayarnya. Kurang baik hati bagaimana lagi aku pada kalian!" ujarku dan tersenyum berusaha menahan emosi.

"Kami tidak mau pergi!" ucap Ibu mertua lantang.

"Mas, tolong bawa mereka ke kontrakan itu. Kamu bisa mengantarkan mereka menggunakan mobil pick up!" aku juga mempunyai mobil pick up yang sering di gunakan untuk membawa barang ke toko.

Biar saja mereka gunakan mobil itu, dan duduk di bak mobil.

"Kamu gak bisa seenak ini mengusir kami! Fer, Mbak dan Ibu belum tahu kondisi kontrakannya bagaimana." Mbak Misni menolak untuk pindah.

"Kita lihat dulu ya, sekarang aku akan antar kalian," ujar Mas Feri terlihat pasrah.

"Ibu gak mau Fer," Ibu menatapku sinis. Beliau menolak pergi dari rumahku.

"Ma, kita mau kemana sih!" gerutu Kinan dan menatap sebal padaku.

Mas Feri berbicara dengan Ibunya, dengan berbisik sehingga aku tak bisa mendengarkan. Ibu menatapku sekilas dan mereka akhirnya mengikuti Mas Feri keluar dari rumah.

Semoga mereka tak kembali lagi. Aku tak bisa membiarkan benalu menumpang lama dan semakin menguasai milikku.

**

Ponselku berdering, suamiku menelpon. Mungkin mereka sudah sampai di kontrakan itu.

"Dek, kamu yakin ini alamat kontrakan rumah untuk Ibuku?" mas Feri bertanya.

"Iya Mas, lokasi yang aku share dan alamat sudah benar kok!"

"Kenapa kontrakan kecil? Ibu manaau tinggal di tempat seperti ini!" terdengar suara Mas Feri meninggi.

"Lantas kalian mau yang seperti apa?" aku menghenyakkan bokong pada sofa.

"Heh..! Kamu kira kami mau tinggal di tempat jelek seperti ini. Aku akan kembali ke rumah anakku Feri!" suara Ibu mertua. Seperti nya ia merebut ponsel Mas Feri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status