PAPA MUDA 42 COleh: Kenong Auliya ZhafiraWanita yang baru meletakkan botol minum di etalase melirik dua pria di depannya bergantian. Sebagai penikmat cerita online di dunia biru dan membawanya jauh bersama mimpi pastilah tahu siapa Adila Arista. Apalagi sekarang tahu kalau Adila juga pesaing hati di mata Alsaki Mahendra. Ada keanehan kenapa Adrian dan Malik bertanya tentang mantan istri pemilik konter. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan. "Kamu tahu enggak, Ra?" Adrian mengulang lagi pertanyaan yang sama. Ia masih harus mencari kebenaran dari kejadian kemarin untuk mematahkan semua asumsi."Emang kenapa sama Adila Arista? Ya, aku tahu. Karena aku sering baca cerita dia di salah satu grup menulis. Ada yang ingin kamu sampaikan kah?" "Apa dia orang yang sama dengan masa lalu Mas Al?" Adrian bertanya dengan wajah tenang tapi serius. Malik sendiri menunggu jawaban wanita di depannya dengan hati berdebar. Takut apa yang dikhawatirkan benar adanya. Sedangkan Dyra semakin tidak me
PAPA MUDA 43 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraPeribahasa tentang semakin tinggi pohon menjulang bisa tertiup angin kencang mungkin benar adanya. Semakin sukses seseorang terkadang akan selalu ada ujian yang tanpa diprediksi mampu menghancurkan segalanya dalam sekedip mata. Tanpa tahu datangnya kapan dan bagaimana caranya. Apabila hari itu datang, hanya butuh persiapan mental untuk menghadapinya dengan lapang dada. Karena jika tidak, maka diri yang akan terbawa dan hancur tanpa lagi sisa.Sementara Arista belum mempersiapkan untuk kemungkinan seperti ini. Ia masih tidak menyangka seorang Ghava Devanka tega melakukan hal ini padanya. Membuat unggahan status yang menunjuk dirinya meski secara tidak langsung. Ini sama seperti membunuh tanpa menyentuh sedikit pun. "Apa kamu menyimpan dendam padaku, Gha? Kenapa kamu tega? Padahal selama ini aku sudah mencoba membuatmu mengerti akan semua. Tapi, nyatanya kamu malah memilih menunjukkan pada dunia tentang siapa aku. Aku sadar tidak semua rahasia
PAPA MUDA 43 B Oleh: Kenong Auliya Zhafira Arista menarik napasnya dalam, lalu membuangnya kasar bersamaan tiupan angin yang membelai wajah. Sejuk? Tidak! Hati tetap berdebar tidak menentu akan bayangan hari esok yang kemungkinan menjungkirbalikkan pertanahan hidup. Hidup yang susah payah dibangun dengan banyak pengorbanan dan air mata. "Aku harus bisa terlihat baik-baik aja di depan Gala dan Alsaki. Aku menganggap semua ini adalah bentuk kasih sayang Tuhan karena telah melakukan keslahan. Mungkin tepatnya aku sekarang tengah diingatkan oleh Sang Maha Pemberi Hidup," batinnya bernyanyi tanpa nada tanpa suara. Kepala yang dijejali banyak pikiran membuatnya lupa arah menuju rumah Alsaki. "Aku bego amat ya? Rumah sendiri aja lupa. Begini aja udah gegaya main cinta-cintaan, padahal masih aja menangisi rindu dan pincangnya harapan tanpa pernah tahu semua itu bohong semata," rutuknya mengecam kebodohannya sendiri. Ibarat kata, bunga layu tak akan kesepian, tetapi nyatanya tetap tertund
PAPA MUDA 43 C Oleh: Kenong Auliya Zhafira Senyum perlahan merekah layaknya bulan sabit ketika ingatan kecupan malam itu menghampiri di tengah hujan kerinduan. Basahnya hati dan perasaan karena cinta justru memberikan kehangatan yang tidak mungkin terlupa. Andai waktu bisa diberhentikan, ia ingin menciumnya hingga lelah dan memeluknya hingga tertidur lelap. Bukankah itu satu hal yang didamba semua pasangan? Bisa memadu kasih tanpa memikirkan batasan waktu. "Kamu mikirin apa, Al?" Wanita yang selalu setia di setiap langkah sang anak bertanya tanpa sengaja karena melihat seperti orang gila. Tersenyum sendiri tapi dengan sorot mata kosong tanpa asa. Hampa. Bahkan, raga yang mulai menua karena usia mengambil duduk di sebelah sang anak. "Apa ada yang kamu pikirkan? Gimana perasaan kamu? Udah mendingan? Di rumah aja dulu satu atau dua hari lagi. Biar benar-benar sehat, baru kembali ke konter," ujarnya lagi diiringi pertanyaan yang belum sempat terjawab sebelumnya. Begitulah perasaan
PAPA MUDA 44 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraSikap peduli atas dasar sopan santun mampu nyalakan setitik tanda tanya akan sebuah jawaban yang tersembunyi jauh di dasar jiwa. Karena bagaimanapun dalamnya hati tidak pernah bisa diselami layaknya lautan. Entah itu hanya sebuah kesamaran atau kesungguhan, hanya diri sendiri yang tahu. Begitu juga Arista yang tidak mampu menebak arti kepedulian sang pria saat ini. Meskipun akalnya sadar bahwa semua hanyalah basa-basi sapa. Sementara hatinya tetap menggenggam nama baru sekuat baja. Ia tidak mau menghalangi kisah yang seharusnya bersemi dan bertahta."Kamu enggak perlu khawatir tentangku, Al. Aku baik-baik aja. Ya udah, aku pulang dulu. Terima kasih udah ngizinin antar jemput Gala. Oh, ya, untuk besok mungkin aku enggak bisa antar, karena ada tanggung jawab di salah satu platform," ujarnya berbohong untuk menutupi masalah yang tengah dihadapi. Semua itu demi menjaga agar kesalahan yang dulu tidak tenggelam semakin dalam ke jurang penyesalan.
PAPA MUDA 44 BOleh: Kenong Auliya ZhafiraMengingat masa dulu membuat Alsaki memberikan kecupan hangat di puncak kepala. Tanda kasih yang begitu besar seperti jagad raya. Bahkan, sayangnya seluas samudera. Alsaki sadar kehadiran Gala di sisinya akan memberikan arti sendiri dalam melakoni peran sebagai bintangnya makhluk Tuhan."Ayo, buruan, Pa ... nanti Kak Dyra keburu pulang. Terus Gala batal main bareng," sungutnya tidak sabar. Ya, sejak kemarin ikut menyaksikan kepanikan karena ulah sang papa, ia tidak ingin kejadian itu terulang lagi. "Ya, ayo! Papa tinggal berangkat. Enggak perlu dandan lah. Mau sebentar juga," jawabnya menggoda sembari tertawa. "Papa enggak usah dandan dan terlalu tampan. Gala nanti kena saing," balas bocah kecil itu yang sudah memakai pakaian biasa. Tawa keduanya menggema ke seluruh kamar. Kedekatan dari tawa sederhana yang baru saja terjalin merupakan kebahagiaan mahal tapi harga murah. Alsaki berhasil membangun suasana itu sejak sang anak usia dua tahun l
PAPA MUDA 44 COleh: Kenong Auliya ZhafiraBocah itu menggeleng, "Bukan. Mama tadi antar jemput sekolah aja. Gala dateng sama Papa," jawabnya dengan wajah begitu polos dan lucu. "Itu, Papa ...," tunjuknya kemudian ke arah ruangan sang penguasa Gala Cell. Adrian dan Dyra menoleh secara bersamaan. Benar saja, pria yang begitu mengusik pikiran tengah keluar dari ruangannya dan perlahan berjalan mendekat. Dada yang sejak tadi sesak karena dipenuhi rindu, perlahan siap meledak dibarengi debaran. Meskipun wajahnya masih sedikit pucat, tetapi langkahnya yang pasti justru menandakan kalau keadaan sudah baik-baik saja. Berbagai rasa mengaduk perasaan sedih dan bahagia tercampur menjadi kesatuan yang memporak-porandakan jiwa. "Jadi, yang aku lihat tadi beneran dia? Bukan perasaanku aja? Aku pikir tadi kewarasan ini mulai hilang. Alhamdulillah jika kamu udah bisa beraktivitas, Mas ... aku ikut seneng, dan aku ... kangen," gumamnya sembari menghapus bulir bening yang tanpa sadar membasahi pipi.
PAPA MUDA 45 AOleh: Kenong Auliya ZhafiraTidak selamannya apa yang terlihat mata adalah peristiwa sesungguhnya. Bisa saja, itu hanyalah hasil dari pikiran yang terlalu lemah diprovokasi keadaan. Hingga menyuguhkan puluhan rasa yang mengoyak hati. Ketika sesal datang, mungkin semua yang berada di genggaman bisa terjatuh dan hilang. Berusahalah sekuat mungkin agar jiwa raga tidak bersinggungan dengan hati dan pikiran untuk mempertahankan apa yang dimiliki. Jangan sampai menyiksa karena hadirkan dilema.Dyra sendiri masih merasakan dilema itu, tetapi terlalu gengsi untuk mengungkapkan kata hati. Akan tetapi, jauh di dasar hati masih memiliki simpati. Karena bagaimanapun Mbak Arista adalah wanita yang melahirkan Gala—pria pujaan hati sekaligus calon imam jika Tuhan menjodohkan. Jadi, tanpa berpikir akan seperti apa hubungan yang ada setelah ini, ia memilih memberitahukan berita terpopuler di beranda biru pada sang pria. "Mas, sepertinya Mbak Arista lagi ada masalah soal nama baik deh.