Namun nahas sekali, baru saja dia hendak masuk ke warung, mendadak seseorang dari belakang mencopet dompet Dita. Dia pun berteriak meminta tolong. "Astaga! Tolong! Tolong! Copeeet!!!"Dita berseru panik sambil berusaha berlari mengejar dan meneriaki copet itu. Sementara kakinya gemetaran karena lapar dan lelah, sehingga dia tidak fokus jika ada baru berukuran sedang di hadapannya. Bruuukkkk!Dita pun terjatuh, lutut dan telapak tangannya yang tergores pasir dan kerikil di depan warung padang menjadi lecet dan terluka. Rasa perih di lutut dan telapak tangan, diperparah dengan rasa lapar dan rasa malu membuat Dita menangis sekaligus berteriak meminta tolong dengan suara serak. "Tolong...tolong! Copet! Hhhhhh! Hhhhhh!" seru Dita sambil mencoba untuk duduk dan membersihkan lutut dan telapak tangannya. Beberapa orang mengejar copet itu. Beberapa lainnya menolong Dita untuk berdiri dan istirahat di trotoar. Dita menangis sesenggukan. Ponselnya masih aman karena berada di saku lain. S
"Karena itu direktur perusahaan ini memutuskan untuk memberikan kamu SP 1 yang berkonsekuensi berkurang nya gaji perbulan kamu dan memotong jatah cuti tahunan kamu," ujar Om Rama sambil mengeluarkan selembar amplop dari saku jasnya. Rama seketika mendelik mendengar nya. Dia menerima amplop berwarna cokelat itu dan membaca isinya. "Astaga, Om! Aku kemarin khilaf! Sungguh! Kenapa menjadi seserius ini?" tanya Rama kaget. Om Rama hanya menatap erat- erat wajah keponakan nya dengan serius. "Makanya Om tidak mau selingkuh karena harga selingkuh itu mahal! Gara-gara kenikmatan sesaat dan sesat, kamu kehilangan rumah, anak, istri, bahkan bisa jadi juga kamu kehilangan pekerjaan yang telah kamu bangun dengan susah payah," sahut Om Rama. Rama menelan ludah saat melihat pemangkasan gajinya sebanyak dua puluh lima persen. "Om, sampai kapan gaji saya dipotong? Uhm, kapan gaji saya menjadi normal?" tanya Rama lagi. "Yah, itu kebijaksanaan direktur. Makanya kamu bekerja yang giat dan capailah
Mendadak terdengar suara ketukan kaca jendela dari luar. "Permisi! Saya dokter kandungan! Apa ada yang butuh pertolongan?!"Nana segera menurun kan kaca jendela mobil nya. Dan tampak lah seorang dokter laki-laki dengan tinggi sekitar 180 centimeter yang berdiri di luar jendela. "Dok, dokter! Tolong... Sepertinya saya inpartu!" ujar Nana kesakitan seraya melihat ke arah kakinya. Dokter itu melihat ke arah yang sama. "Astaga! Saya bawa ke klinik saya dekat sini! Nanti mobil kamu biar diderek sama bengkel langganan saya!" seru dokter itu dengan serius lalu segera membopong tubuh Nana dan memasukkan nya ke jok kursi nya yang tengah.Mbok Inah yang panik pun segera mengikuti langkah dokter itu. "Bu, harap ikut dengan saya sekarang! Pasien harus segera mendapatkan penanganan medis lebih dulu! Silakan naik ke jok tengah juga untuk memangku kepala pasien!" instruksi dokter itu. Mbok Inah mengangguk dan segera mengikuti instruksi dokter itu. Dokter itu segera duduk di belakang kemudi lal
Beberapa saat sebelumnya, Arjuna baru saja memasuki rumah maminya saat Dimas menegurnya. "Mas, kamu kok baru pulang sih? Om dan Tante sudah ke hotel tadi. Mereka mampir ke sini pingin ketemu kita, terus ke hotel, eh ternyata kamu belum datang juga. Malah katanya ada partus. Kan bisa diwakilkan ke bidan di klinik kamu," omel Dimas. Arjuna yang baru saja mengenyakkan pantatnya di sofa melirik sang adik. "Astaga, Dim, kamu bawel banget sih! Aku tadi memang sudah dalam perjalanan ke rumah. Tapi di tengah jalan malah ketemu dengan ibu-ibu hamil yang akan kebrojolan. Aku jadi kasihan lah! Jadi aku antar ibu-ibu itu ke klinik untuk mendapat pertolongan dan ternyata proses persalinan nya berlangsung cepat. Nanti deh, aku ke hotel untuk menyapa Om dan Tante," ujar Arjuna panjang lebar. Tapi Dimas tetap memasang wajah muram. "Emang nya kenapa harus kamu yang mengantarkan ibu-ibu itu? Apa ibu-ibu itu nggak punya suami? Kan suami nya bisa nganterin dia ke klinik atau rumah sakit?" protes Di
Bapak rektor pun telah memberikan mandat pada saya untuk memanggil mbak Dita, dan memberikan surat pengeluaran resmi bahwa hari ini mbak Dita bukan salah satu mahasiswi di kampus ini lagi. Silakan kemasi barang Anda dan tinggalkan kampus ini!" ujar Bu Sri dengan menatap tajam ke arah Dita membuat seluruh tulang Dita bagai dilolosi. Dita ternganga. Wajahnya menegang. "Bu, ini fitnah! Saya bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi!" ujar Dita dengan pandangan mata memelas. Bu Sri mendekatkan badannya ke arah Dita. "Apa? Fitnah kata kamu? Baiklah, kalau memang fitnah, jelaskan pada saya siapa yang ada di dalam video ini!" tuntut bu Sri seraya mengulurkan ponselnya ke arah Dita. Diat menatap layar ponsel itu. Tidak bisa berkata-kata lagi. "Tapi, Bu, aku bisa menjelaskan nya. Biarkan saya menjelaskan dulu apa yang terjadi saat itu," pinta Dita. "Tidak perlu. Anda cukup menjawab pertanyaan saya, siapa kah perempuan yang ada di dalam video itu? Apakah perempuan itu kamu atau bukan
Beberapa saat sebelum nya, "Duh, seandainya aja kamu nggak selingkuh, mungkin weekend gini mama bisa main sama cucu, Ram," ujar mamanya saat sarapan. Rama yang sedang mengunyah ayam, seketika terdiam. "Ma, bisa nggak sih Mama nggak bahas tentang hal itu? Mau diapain lagi? Rama juga nggak bisa memutar waktu lagi," ujar Rama. "Lagipula mama nggak tahu sih kalau pas hamil, berat badan Nana naik berlipat-lipat, jadi malas nyentuh nya, Ma. Dan di saat justru Dita yang hadir dan menggoda Rama. Wajar dong kalau Rama oleng," sambung Rama lagi. Namanya hanya berdecak dengan kesal. "Kalau masalah bodi perempuan itu bisa dibentuk asal ada dana. Tapi kalau perempuan mandiri dan berkarier seperti Nana, kamu nggak akan mudah untuk menemukan nya lagi. Dan lihat ini, Nana begitu bahagia saat menggendong anak kamu. Apa kamu tidak ingin mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia? Apa kamu tidak merindukan anak kamu?" tanya Mama Rama sekali lagi seraya menunjukkan profil picture di WAnya yang sedang
Bersamaan dengan Rama yang menempeleng pipi Dita, bersamaan itu pula bapak kos membuka pintu depan dengan kunci cadangan. Bapak dan ibu kos serta beberapa tetangga terkejut saat melihat kondisi Dita yang awut-awutan. "Astaga, Dita! Kamu nggak apa-apa, Nak?" tanya ibu kos Dita prihatin. "Huhuhu! Tolong saya, Bu! Saya mau dip erk osa pacar saya! Padahal beberapa bulan lagi kami menikah, rupanya dia sudah nggak sabar dan menuntut saya untuk melakukan hal itu, dan saya malah dianiaya saat menolak, huhuhu!" ujar Dita dengan berurai air mata. Perempuan itu bahkan memeluk erat ibu kosnya. Wajah Rama memucat. "Tidak! Dia bohong! Dia bukan pacar saya! Kalian jangan mau percaya padanya! Dia mencoba memfitnah saya!" seru Rama panik. "Astaga, Mas! Tadi kamu berusaha menodaiku, tapi sekarang kamu mendadak amnesia? Kamu gila ya?" tanya Dita setengah berteriak. Air matanya menderas. Ibu kos Dita mengelus rambut Dita. Mendadak tangannya berhenti karena mera ba darah di kepala Dita yang bengkak
"Aamiin. Doa yang sama untuk bu Nana," sahut Arjuna. "Tapi sebenarnya saya ... Hm, saya tidak tahu apakah baik jika mengatakan hal ini atau tidak. Tapi jujur saja Bu Nana dan Adam mempunyai banyak kemiripan dengan almarhum istri dan anak saya. Saya seolah melihat anak istri saya ada dalam diri bu Nana dan Adam. Saya tahu mungkin waktu nya terlalu cepat, tapi saya ingin mengatakan apa yang saya rasakan. Apa saya boleh mengenal bu Nana dan Adam lebih dekat lagi?" tanya Arjuna membuat Nana tercengang. Melihat Nana hanya terdiam, Arjuna menjadi tidak enak. "Hm, maafkan saya bu Nana, padahal baru sebulan bu Nana berpisah dari suaminya malah mendengar permintaan aneh-aneh dari saya," sahut Arjuna menyesal. Pipi Nana memerah. "Nggak apa-apa, Dok, saya cuma kaget saja," ujar Nana jujur. "Hm, ya sudah. Kalau begitu, saya minta nomor HP nya saja. Misalkan ada pasien atau hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak, kita bisa saling tukar pikiran," ujar Arjuna sambil men