Mendengar kata-kata Juna, wajah Edi mendadak saja menggelap, antara takut dan tak rela.Brak!Edi menampar keras besi sel di depannya dengan wajah geram.“Kamu serakah! Semuanya kamu rebut!” Edi menggertakkan giginya dengan tatapan sengit ke Juna.Diberi respon demikian oleh Edi, Juna malah tertawa.“Ha ha ha! Bukankah kamu dengan bangga dan sombongnya menyetujui semua yang dipertaruhkan? Aku sudah meminta taruhannya hanya cukup kau menjauh dari Anika, tapi siapa sangka komplotanmu begitu baik dan malah ingin menambahkan keuntungan bagiku.” Juna tersenyum mengejek.Tangan Edi terkepal erat mendengar Juna karena dia teringat akan kebodohan kerabat mendiang suami Anika yang seenaknya menambahkan bahan taruhan tanpa persetujuannya.“Lihat saja nanti kau!” Edi menggunakan suara rendah saat mengancam Juna.Kekehan tawa kecil masih keluar dari mulut Juna atas sikap pecundang Edi.“He he he … masih tidak mengakui kekalahan? Yah, terserah padamu saja. Kuharap kamu masih punya kesempatan untuk
Karena sudah tak ada lagi yang ingin ditanyakan, maka Juna pamit hendak pergi saja dari sana. Dia tak mau ikut menggila seperti Ferdinand.“Om, aku pamit dulu!” Juna menepuk lengan Ferdinand yang sedang menatap lapar ke Icha.Dari sana saja Juna paham kalau Ferdinand tak hanya menyewa para LC itu untuk memandu lagu dan menari striptis saja, tapi juga sampai ke ranjang. Dia yakin itu.Yah, itu hak Ferdinand sebagai penyewa dan pemilik uang, Juna tak ingin menghakimi karena dia juga bukan orang suci.“Lho, Jun? Kok buru-buru? Ini masih sore!” Ferdinand sambil menatap heran ke Juna yang bangkit dari kursi.“Masih ada beberapa hal penting yang harus aku urus, Om! Terima kasih untuk penjelasannya.” Juna memulaskan senyum basa-basinya sebelum dia melangkah.Ferdinand tidak mencegah Juna, karena setiap orang punya jadwalnya masing-masing. Dia pun menghampiri Icha yang sedang melucuti pakaiannya satu demi satu sambil terus bergoyang gemulai di depan layar besar yang terang.“Huft!” Juna mengg
Juna menarik napas panjang sambil memejamkan mata ketika mendengar uang 50 juta rupiah disebutkan sebagai harga gadis LC itu.“Jadi kamu berharga 50 juta?” tanya Juna setelah matanya membuka sambil menoleh ke gadis di sampingnya.Gadis itu tidak berani menatap mata Juna dan kepalanya tertunduk sambil sesekali terisak lirih.“Bagaimana? Kau tidak bisa bayar dia, ‘kan?” Mata manajer melotot gahar ke Juna karena dia mulai merasa percaya diri bisa menekan dan mempermalukan Juna. “Begitu kok masih sok-sokan jagoan, uang 50 juta saja tidak becus!”Tawa mengejek manajer tempat karaoke muncul sekarang dan sangat mengganggu mata Juna.“Apakah kau yakin punya surat perjanjiannya yang berkekuatan hukum secara sah? Bisa mengeluarkannya?” Juna berusaha tenang dan terkendali.Kini giliran manajer itu terdiam dan lenyap sudah tawa licik mengejeknya tadi. Gelagat manajer ini ditangkap Juna sebagai suatu kesempatan.“Ayo, keluarkan surat perjanjiannya! Buktikan kalau dia sudah kau beli dan sah menjadi
Betapa pongahnya manajer tempat karaoke itu bersikap sekarang setelah mengetahui bahwa pemilik tempat dia menggantungkan hidup ini datang.Memang, pemilik karaoke biasanya datang secara berkala dalam sebulan.Manajer tempat karaoke itu tadinya merasa kecut ketika mengetahui Juna memiliki hubungan dekat dengan Ferdinand. Namun, dia merasa lega karena Ferdinand ternyata berdiri netral di tengah-tengah dia dan Juna dan justru hendak mendamaikan mereka.“Oh, pemilik tempat ini?” Juna tidak terlihat gentar.Hal itu membuat perasaan manajer tempat karaoke menjadi bingung. Kenapa Juna masih bisa tenang? Padahal harusnya Juna mulai terlihat gugup atau semacam itu.Apa yang membuat Juna bisa begitu tenang dan santai?“Di sini, Tuan!” Anak buah di sana membawa pemilik karaoke ke ruangan manajer. “Orang yang membuat gaduh dan menyebabkan pak manajer marah ada di sini!”Seorang lelaki masuk ke ruangan manajer tempat karaoke dibuntuti seorang anak buah. Si manajer sudah tak sabar ingin melihat Jun
Manajer bernama Alan melotot ke dua lelaki tadi dengan maksud memberi isyarat agar mereka tutup mulut tak perlu bicara apalagi menyebut namanya.Yang lebih kacau lagi adalah salah satu dari mereka malah langsung menuding ke Juna. “Iya! Aku yakin itu dia! Bos Alan, tolong tangkap dia! Dia mematahkan tanganku!”Manajer yang sudah kepalang malu bergegas berdiri dari berlututnya, memukul kepala orang itu dan menghardik, “Diam! Bos apanya? Jangan sembarangan bicara atau aku cincang kau!”Lelaki tadi bingung melihat tanggapan dari Alan. Bukankah biasanya si manajer akan selalu memihak mereka dan memberikan perlakuan istimewa pada mereka setiap datang ke tempat karaoke itu? Kenapa sekarang ….“Siapa dia, Alan?” tanya Teguh dengan suara dingin pandangan memicing tajam ke manajernya.“A—Ah! I—Itu bukan apa-apa, Bos! Mereka bukan siapa-siapa aku! Mereka hanya orang tak penting. Mungkin pengunjung manja yang berpikir bisa seenaknya bertingkah hanya karena punya sedikit uang.” Si manajer gugup ke
Mata gadis itu berkaca-kaca dan berbinar ketika senyumnya muncul. “Mau, Tuan! Mau! Saya akan bekerja untuk Tuan!” Dia bersemangat menerima tawaran Juna.Bekerja pada penyelamatnya, tentu ini hal yang masuk akal, bukan?“Jangan panggil tuan, panggil saja pak.” Juna bersikap santai sambil mengeluarkan uang dan kartu nama dari dompetnya. “Ini, gunakan ini untuk pulang. Besok temui aku di kantorku ini. Bilang ke resepsionis sambil menunjukkan kartu namaku ini ke dia bahwa kau sudah punya janji denganku.”Gadis itu mengembalikan uang Juna dan tetap menerima kartu namanya. “Terima kasih, Pak! Selamat malam!” Dia membungkuk lagi ke Juna dan Teguh, lalu berlari keluar untuk pulang menggunakan angkutan umum.Juna dan Teguh saling berpandangan dan tersenyum.“Bocah zaman kini penuh semangat darah muda.” Teguh sambil terkekeh.“Saya setuju dengan Pak Teguh, ha ha!” Juna menimpali.Saat mereka melangkah keluar dari tempat karaoke, langit sudah berubah hitam pekat dengan hiasan bulan serta bintang
Juna, Teguh, dan orang-orang di restoran sederhana itu sama-sama terkejut dengan seruan wanita paruh baya itu.‘Aku menghamili seorang gadis? Kenapa aku tak tahu itu?’ Juna membatin di hatinya.Sementara, wanita paruh baya itu semakin keras memberontak dari tarikan mantan gadis LC yang merupakan putrinya.“Ma! Sudah! Jangan mempermalukan diri sendiri di sini! Mama ngawur!” Mantan gadis LC tadi masih terus menarik-narik lengan ibunya yang keras kepala.“Aku sedang memperjuangkan harga diri dan masa depanmu di sini! Mempermalukan apanya?” Ibu si gadis mantan LC melotot ke putrinya dan menyentakkan lengan sehingga dirinya bisa terbebas.Dengan berjalan cepat, ibu si gadis mantan LC segera mendatangi meja tempat Juna dan Teguh duduk.“Masih bisa enak-enakan di sini makan hotpot, heh?” Ibu si gadis mantan LC memarahi Juna sebelum tangannya menyambar teko teh panas di meja, hendak menyiramkan ke Juna.Namun, apakah itu mungkin terjadi dilakukan pada bekas panglima kuat dari era kuno?Sett!
Si ibu menoleh ke Juna dengan pandangan linglung, “Ka—Kamu sudah menerima dia di kantormu? Jadi, kamu—oh, maksudku, Anda … pemilik perusahaan?”Juna tersenyum melihat perubahan panggilan untuknya dari si ibu.“Ibu, duduklah terlebih dahulu. Tentu tak baik berdiri terus begitu untuk Anda dan putri Anda yang sedang hamil.” Juna menunjuk dengan sopan ke dua kursi kosong di meja mereka.Maka, dengan sikap sungkan dan malu, si ibu menarik Kezia untuk menerima tawaran duduk dari Juna.Kezia duduk di sebelah Juna, sedangkan si ibu di sebelah Teguh.“Pelayan!” Teguh memanggil pelayan. “Tolong berikan 2 piring lagi. Tambah juga dagingnya.”Sebagai orang yang bertanggung jawab pada hidangan di meja, tentu teguh paham apa yang harus dia lakukan.Kezia dan ibunya pun ikut makan meski dengan rasa sungkan karena tadi mereka sudah membuat keributan.“P—Pak Juna, maafkan saya.” Ibunya Kezia sudah mengetahui nama Juna dari Teguh. “Saya ini orang kampung, minim tata krama. Maaf kalau saya tadi kasar da