Hanya saja, suara sirine yang memekakakn telinga membuat Kayla kembali tersadar akan tugasnya.
Segera dilupakannya pria yang ditabraknya di koridor rumah sakit tadi. "Kayla, bantu cepat!" ujar salah seorang dokter yang keluar bersama Kayla barusan. Wanita itu pun bergerak lihai setelah tahu jika pasien yang datang adalah wanita yang akan melahirkan. Dia segera membantu dokter pria itu, dan mencoba menenangkan pasien yang mulai kesakitan. "Kay, arahkan keluarga pasien untuk mengurus administrasinya, ya. Setelah itu susul aku ke ruang persalinan." "Baik, Dok, tapi keluarganya di mana?" Wanita yang sedang mengerang kesakitan itu berusaha menjawab dengan suara terbata-bata, "Suamiku sedang di jalan, Sus. Dia akan datang sebentar lagi." "Ah, baiklah kalau begitu." Setelah membantu dokter mendorong brankar untuk masuk ke dalam lift, Kayla kembali ke bagian administrasi untuk memberitahu tentang pasien yang baru saja datang tadi. "Suaminya baru akan tiba sebentar lagi. Kamu bisa 'kan bantu mengarahkannya. Dokter Wildan udah telepon aku terus, nih." Kayla menatap teman sejawatnya dengan sedikit gelisah. Dia selalu seperti itu jika diminta membantu Dokter Wildan untuk membantu wanita melahirkan. "Oke. Kamu cepat susul Dokter Wildan aja. Masalah keluarganya biar aku yang bantu." Mendengar itu, Kayla terlihat lega, dan senang. Dia pun segera naik ke lantai empat tempat ruang persalinan berada. Setelah sampai dan memakai perlengkapan sesuai standar rumah sakit, Kayla menyusul Dokter Wildan masuk ke ruang persalinan. Wanita muda tadi terus saja mengerang kesakitan dan tak jarang dia terus berteriak, dan tugas Kayla adalah membantu menenangkan wanita itu. "Huh, sakit sekali," keluh wanita yang baru Kayla tahu bernama Adelia. Dengan napas tersengal-sengal, Adelia terus saja merintih dan meracau kesakitan. "Bu, mari ikuti saya. Tarik napas dan buang secara perlahan, ya." Kayla berkata dengan lembut, dengan tangan yang terus membantu memijat punggung wanita muda tersebut. Di dalam hatinya, Kayla merasa kasihan karena suami wanita itu belum datang juga. Ah, apa dia akan seperti ini jika terus memaksa ingin hamil tanpa keinginan Andra? Melahirkan sendiri tanpa didampingi oleh seorang suami. Namun, tiba-tiba saja Kayla tersentak dari lamunannya ketika dia merasakan cakaran pada lengannya yang diakibatkan oleh wanita tadi. Kayla ingin marah, tetapi dia mencoba untuk tenang dan terus bersabar. Ini sudah menjadi tugasnya yang harus dia lakukan dengan sepenuh hati. Sampai wanita muda itu berusaha melahirkan, dan pada akhirnya bayinya lahir. Akan tetapi, entah mengapa suami dari wanita tersebut belum muncul juga. "Kay, tolong panggil suami pasien, ya. Minta untuk mengadzani bayinya." "Baik, Dok." Kayla berjalan keluar dan melepas maskernya. Sesampainya di luar, dia berusaha mencari sosok suami dari pasiennya. Hari ini ada banyak pasien melahirkan, jadi ada banyak juga para suami yang menunggu di luar. "Suami dari pasien Ibu Adelia," panggil Kayla dengan mencari ke sana-kemari. "Maaf, Pak. Saya mencari suami dari pasien Ibu Adelia. Apakah sudah di sini?" Kayla bertanya dengan beberapa pria yang ada di sana. Sampai, wanita itu bisa mendengar suara seseorang yang berasal dari belakang tubuhnya. "Saya, Sus." Terdengar suara napas seorang pria yang terengah-engah dari belakang tubuh Kayla. Namun, entah mengapa suara itu terdengar ... seperti tidak asing bagi Kayla. Memikirkan berbagai hal, perasaan Kayla dilanda gelisah hingga dia meremas tangannya sendiri, dengan jantung berdegup kencang. Dia tidak salah dengar, bukan? "Sus, saya suami dari pasien Adelia. Apa anak kami sudah lahir?" tanya pria itu lagi. Deg! Tubuh Kayla semakin gemetaran, hingga dia tidak punya tenaga untuk berbalik. Melihat perawat yang di depannya hanya diam saja, pria yang mengaku sebagai suami dari wanita bernama Adelia itu segera menyentuh bahu Kayla, dan membuat Kayla berbalik. "Sus, saya ..." Ucapan pria itu terhenti dan digantikan pekikan kaget, "Kayla!" "Mas Andra!" Kayla memegang tangannya sendiri yang gemetar. Dengan langkah yang terseok-seok, wanita itu pergi meninggalkan ruang persalinan setelah bertemu dengan Andra tadi. Sekelebat bayangan tentang perdebatannya dengan Andra kembali terngiang, memenuhi isi kepala Kayla, yang membuatnya pusing dan tidak tahu harus percaya atau tidak. "Mas Andra ... ka-kamu ngapain di sini? Terus apa maksudnya, wanita dan bayi itu?" Kayla mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Dia tidak sanggup untuk menyelesaikan kalimatnya sendiri. "Kita bicara di rumah nanti," kata pria itu. "Tapi, Mas, aku butuh penjelasannya sekarang." Kayla meraih tangan Andra, tetapi pria itu menepisnya dengan kasar. "Aku nggak mau buat keributan di sini, Kay. Kita bicara di rumah nanti." "Mas," panggil Kayla dengan air mata yang tertahan. Dia berusaha untuk mengendalikan dirinya di depan banyak orang. "Jangan mengajakku berdebat di sini, Kay. Sekali lagi aku katakan, kita bicarakan semuanya di rumah nanti." Kayla menatap kedua tangannya sendiri yang gemetar ketika dia mengingat, betapa terkejutnya dia saat melihat Andra ada di depan matanya tadi. Dia tidak sedang bermimpi, kan? Kayla bahkan mencubit lengannya dengan keras. Merasakan sakit, air mata Kayla perlahan luruh karena dia tidak bisa menahannya lagi. Ini semua nyata! Andra, suaminya yang katanya tak ingin punya anak, menyebut wanita lain sebagai istrinya. Dan bayi itu ... adalah bayinya. Menyadari itu, kepala Kayla menjadi pening. "Bayi kami? Dia punya bayi?"Wanita itu tidak memedulikan lagi keadaan rumah sakit yang ramai, atau orang-orang yang mulai menatap ke arahnya dengan wajah kebingungan.Isi kepala Kayla saat ini penuh dengan pertanyaan, kenapa Andra melakukan ini padanya?"Kayla!" panggil Alana ketika tidak sengaja melihat Kayla menangis.Namun, Kayla tidak menjawab sama sekali. Dia ingin keluar untuk menghirup udara segar sekarang."Kay!"Lagi, Kayla mengabaikan panggilan Alana. Dia hanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. "Mas Andra mengkhianatiku?" lirihnya, pedih.Saat wanita itu berjalan pelan seperti mayat hidup, dan tidak melihat jalan di depannya, Alana berteriak ketika sebuah mobil melaju dari arah berlawanan."Kay, awas!"CIT! Suara gesekan antara ban mobil dan jalanan terdengar cukup kuat, hingga membuat perhatian orang-orang teralihkan.Kayla yang terkejut langsung jatuh dengan tubuhnya yang gemerart. Tidak hanya itu, jantungnya juga berpacu cepat saat melihat jarak antara dirinya dan juga mobil yang tin
Setelah selesai bekerja seprofesional yang dia bisa, Kayla memilih berjalan kaki untuk pulang ke rumah. Padahal jarak dari rumah sakit menuju rumahnya terbilang cukup jauh.Dia bahkan menolak pergi ke kafe yang sebenarnya dia ingin kunjungi bersama Alana.Jujur, Kayla ingin seorang diri.Dia juga tidak mau pulang ke rumah itu atau bertemu dengan Andra.Tapi kalau dia tidak pulang, Kayla mau tidur di mana malam ini?"Dia bilang tidak mau punya bayi. Jadi, itu alasannya tidak mau punya bayi." Kayla menatap sepatunya dengan air mata tergenang.Tangis yang sedari tadi ditahannya, kembali luruh.Wanita itu berjongkok di tepi trotoar, seraya menutup wajah dengan kedua tangannya.Dia merasa sendirian.Kayla tak berani menceritakan ini pada siapapun, bahkan Alana.Mau taruh di mana wajahnya? Padahal baru pagi tadi dia membanggakan Andra—suaminya yang ternyata brengsek itu.Dan Andra ... suaminya itu dulu berulang kali mengatakan jika dia mencintainya, tetapi kenapa dia bisa berselingkuh sepe
"Tidak, Tuan. Suamiku yang membeli rumah ini.""Suami?" Sudut alis Sagara terangkat ketika mendengar jika Kayla sudah mempunyai suami. "Suamimu pasti punya jabatan tinggi di tempat pekerjaannya. Kalau begitu, aku permisi dulu. Maaf karena sudah lancang bertanya tentang rumahmu."Kayla kembali menggeleng dengan senyum tipis. Senyum yang langsung membuat Sagara merasakan dejavu."Tidak, Tuan. Saya mengerti. Anda pasti takut saya melakukan pekerjaan yang aka merugikan rumah sakit, bukan?"Sagara terdiam. Padahal dia tidak berpikir seperti itu. Dia bertanya karena memang benar-benar penasaran."Kalau suamimu melihat dan salah paham, kabari saja aku. Aku tidak mau dicap sebagai pria perebut istri orang. Kamu masih menyimpan kartu namaku, kan?"Kayla mengangguk dengan senyum yang dipaksakan. Andra tidak akan marah atau berhak untuk melakukan hal itu kepadanya.Sebab pria itu sudah berbuat hal yang di luar batas.Tanpa berpamitan lagi, Sagara segera menutup kaca mobilnya dan berlalu begitu s
"Apa? Kamu gila, ya?" hardik Andra dengan napas naik turun. Dia begitu emosi begitu mendengar Kayla memintanya untuk meninggalkan Adelia. "Adel baru saja melahirkan. Lalu kamu minta aku buat ninggalin dia dan bayi kami? Kamu punya otak nggak, sih, Kay?"Kayla menahan tangannya yang gemetar saat mendengar jawaban Andra.Bukan! Bukan jawaban seperti ini yang dia mau.Apa Kayla salah mengenai permintaannya pada Andra? Biar bagaimana pun Kayla masih berhak untuk Andra. Pria itu masih suami sahnya, dan Kayla berharap mereka bisa memperbaiki hubungan yang sudah rusak ini."Kamu yang lebih nggak punya otak dan perasaan, Mas. Aku ini istri kamu, aku juga bisa kasih kamu anak, tapi kenapa kamu malah berbuat zinah dengan wanita seperti itu?"Plak!Kali ini Andra yang menampar pipi Kayla dengan kuat karena berpikir jika wanita itu sudah melewati batas.Sementara itu, Kayla menyentuh pipinya dengan perasaan bercampur aduk. Ini adalah pertama kalinya Andra melakukan kekerasan seperti ini, dan itu s
Mendengar ucapan Andra yang seperti petir di siang hari, Kayla hanya bisa menggeleng lemah. "Mas, kamu menceraikan aku tanpa berpikir panjang lagi hanya karena wanita murahan seperti itu?" Mata Andra langsung menatap nyalang ke arah Kayla. "Sudah berapa kali kukatakan, jangan menganggap Adelia wanita seperti itu, Kay! Sekarang kita sudah tidak punya hubungan apa pun lagi, dan ingat, Adelia itu istriku." "Istri?" Satu pertanyaan itu lolos dari bibir Kayla dengan hati yang hancur berkeping-keping. "Jadi, kalian sudah menikah di belakangku? Itu sebabnya kamu tidak terima aku mengatai kalian berzina? Kalau seperti itu kenapa kamu masih meminta izinku untuk menjadikan dia seorang madu, Mas?!" teriak Kayla putus asa. Andra sudah mencuranginya sejauh ini, dan Kayla masih berusaha menganggap jika suaminya tidak mungkin sejahat itu. "Silakan kemasi barang-barangmu, Kay. Ini rumahku, tinggalkan tempat ini, dan semua urusan perceraian biar aku yang urus. Aku mau cepat-cepat meresmik
Kayla mendongakkan wajah, merasakan setiap rintik hujan yang membasahi tubuh. Hujan ini terasa begitu damai. Akankah ini menjadi hujan terakhir bagi Kayla? Pikiran Kayla benar-benar buruk. Wanita itu tidak tahu tujuan hidupnya lagi sekarang, setelah dihancurkan oleh Andra menjadi butiran debu. Mata wanita itu menatap--menerawang ke arah lalu lalang lalu lintas yang tampak ramai. Kendaraan banyak yang mengebut karena hujan yang semakin deras. Tanpa banyak berpikir lagi, kaki Kayla melangkah ke depan. Mungkin ini akan benar-benar menjadi hujan terakhirnya. Namun, saat wanita itu berdiri di tengah jalan, tiba-tiba saja sepasang tangan besar menariknya dengan keras, menuju pinggiran. "Kamu gila!" bentak pemilik tangan yang membuat Kayla langsung menengadahkan pandangannya. "Tuan Saga," panggil Kayla dengan mata mendelik. Dia terkejut. "Kamu punya otak itu dipakai, Kayla! Apa kamu nggak berpikir bagaimana perasaan orang yang nggak sengaja nabrak kamu di jalanan n
"Kayla!" panggil Bu Arum terpekik saat melihat Kayla berdiri basah kuyup di depan pintu. Waktu sudah hampir tengah malam, dan wanita paruh baya itu tidak tau alasan apa yang membawa Kayla sampai ke sini. "Rico!" panggil Bu Arum dengan berteriak. Dia segera membawa Kayla masuk. "Kamu kenapa, Nak? Rico, cepat ambil handuk! Kak Kayla kebasahan." Tidak lama setelah itu, seorang anak laki-laki berusia sepuluh tahun berlari, diikuti oleh beberapa anak lainnya dengan membawa handuk yang Bu Arum minta. Bu Arum tidak banyak bertanya. Dia segera membantu Kayla dengan cara mengeringkan rambut wanita itu yang sudah basah. Melihat mata Kayla yang sembab, wanita paruh baya itu sudah tahu jika ada yang tidak beres. "Kak Kayla kenapa, Bu?" "Kalian masuk aja, dan tidur lagi. Kak Kayla cuma kecapekan." Tidak ada bantahan. Anak-anak itu segera kembali masuk ke dalam kamar setelah melihat Kayla hanya diam saja. "Kayla--" "Aku boleh menginap di sini, Bu?" tanya Kayla yang pada ak
Sagara bisa lepas dari rencana perjodohan sialan itu berkat kebohongannya. Sekarang masalah lain timbul, dan memaksa Sagara harus memutar otak untuk memenuhi permintaan Sang kakek. "Kamu punya pacar?" Sagara mengangguk cepat. Dia sama sekali tidak gugup seolah sudah terbiasa berbohong. "Kalau begitu, bawa dia kemari. Baru aku percaya kalau kamu sudah punya pacar." "Tapi, Kek," keluh Sagara yang langsung terkejut dengan permintaan Tuan Wisnu. "Kalau kamu menolak, aku anggap berbohong. Bawa dia kemari, dan aku baru akan berhenti merencakan perjodohan ini." Sagara meremas rambutnya dengan gusar. Sekarang dia harus mencari wanita yang mau menjadi pacar bohongan. Sebab pada kenyataannya, Sagara tidak punya seorang kekasih yang bisa dia kenalkan kepada Tuan Wisnu. Bagaimana mau punya kekasih? Sagara baru tiba sehari di sini. "Sialan!" Pria itu memukul kemudi mobilnya dengan kesal. Di saat yang bersamaan, ponselnya bergetar menandakan ada pesan yang masuk. Daffa