Share

Pendekar Pusaka Gurun Gobi
Pendekar Pusaka Gurun Gobi
Author: Asmara Pamungkas

Pengepungan Kuil Rajawali

“Yang harus kalian perhatikan, jadilah pendekar yang senantiasa menjunjung tinggi kebenaran, memberantas keangkara murkaan dan senantiasa menolong kaum lemah yang membutuhkan pertolongan!” kata Pendeta To. “Baik, suhu!” semua murid Kuil Rajawali menganggukan kepala.

Seperti biasa, saat memberikan wejangan Pendeta To duduk dengan gagah di atas batu besar yang diletakan di tengah-tengah kuil, sedangkan ke sepuluh muridnya duduk di atas lantai dan sigap mencatat apa yang disampaikan oleh guru mereka.

Pendeta To mengamati murid-muridnya dengan perasaan sayang, kemudian matanya tertuju kepada dua murid utama yang sudah lama belajar di kuil tersebut. “Long Wan, dan kamu Kwe Lin” ucap Pendeta To. Dua murid yang disebutkan namanya tadi menganggukan kepala.

Long Wan adalah murid pertama di kuil ini. Usianya sekitar delapan belas tahun, wajahnya tidak terlalu tampan akan tetapi bersih, hidungnya mancung, rahangnya kokoh, dan yang paling menawan ia  memiliki sorot mata yang sangat tajam laksana tatapan seekor singa. Badan pemuda itu tidak terlalu berotot namun sangat terlatih, penampilan dan gerak-geriknya sangat cocok menjadi seorang pendekar pilih tanding.

Seedangkan Kwe Lin atau yang lebih akrab disapa Lin Lin, adalah gadis jelita berusa tujuh belas tahunan. Wajahnya sangat cantik, hidung mancung kedua pipinya merah merona dan yang paling menawan senyuman gadis itu sangat manis dan bisa menyihir siapapun yang memandangnya.

“Sudah lebih dari tiga tahun kalian menimba ilmu di kuil ini, akan tetapi ..” sejenak Pendeta To menarik napas panjang, dan hal itu tentu membuat murid-muridnya merasa sangat penasaran.

“Selama ini kalian hanya mempelajari dasar-dasar ilmu silat saja, pinto (saya) tahu tampaknya kalian kecewa sebab pinto lebih mengutamakan kebatinan dibandingkan ilmu silat!” Mendnegar ucapan gurunya, Long Wan dan Lin Lin saling pandang, jujur dalam benak mereka selalu bertanya-tanya mengapa gurunya yang tersohor sangat sakti sangat jarang memberikan pelajaran silat, keseharian semua murid di kuil ini hanya mendalami ilmu agama atau kebatinan saja.

Jangankan murid yang baru belajar, Long Wan yang sudah tahunan saja masih berkutat dengan jurus dasar. Sekalipun Pendeta To tidak pernah mengajarkan ilmu silat tingkat tinggi. “Maaf suhu!” Long Wan menganggukan kepala dan meminta izin untuk berbicara.

“Sejujurnya tentu kami semua bertanya-tanya, akan tetapi kamipun yakin bahwa suhu lebih mengetahui apa yang terbaik untuk kami semua selaku murid-murid Kuil Rajawali ini!” ucap Long Wan.

Mendengar ucapan muridnya, Pendeta To tersenyum lembut. Ia sangat puas bahwa muridnya berani untuk berterus terang dan jujur akan isi hatinya. “Bagaimana denganmu, Lin Lin?” Pendeta To melirik ke arah Lin Lin, gadis cantik itu tersenyum kemudian menganggukan kepalanya “Sayapun sependapat dengan suheng” Jawab Lin Lin singkat.

“Bagus-bagus!” Pendeta To tertawa “Perlu kalian ketahui, dulu pinto memiliki seorang murid bernama Zi Rui. Dia sangat berbakat, hanya dalam waktu tiga tahun saja dapat menyerap semua ilmu silat yang pinto ajarkan. Bahkan ilmu silat Menghalau Badai dapat ia kuasai dengan cukup sempurna, Akan tetapi sayang,” Pendeta To menarik napas panjang, kedua mata lelaki bijaksana itu sedikit berkaca-kaca “Dahulu pinto lebih mengutamakan ilmu silat dibandingkan agama ataupun kebatinan, dan akibatnya Zi Rui tumbuh menjadi pemuda sakti mandraguna namun memiliki watak yang angkuh dan culas!”

Baik Lin Lin maupun Long Wan, keduanya terpaku di tempat duduknya. Baru kali ini mereka mendengar cerita tersebut dari gurunya. Yang lebih mengejutkan, saat Pendeta To menyebut-nyebut Ilmu Silat Menghalau Badai. Long Wan pernah mendengar, bahwa jurus tersebutlah yang membuat Pendeta To begitu terkenal dan menakutkan bagi lawan-lawannya.

Saat mereka sedang hanyut dalam lamunan masing-masing, tiba-tiba ada suara teriakan dari luar kuil. “Pendeta busuk, cepat keluar!”

“Siapa orang yang tidak memilki sopan-santun itu?” Semua murid Kuil Rajawali berdiri, mata mereka mencorong tajam ke arah jendela. “Sepertinya di luar banyak tamu, mari kita sambut mereka!” kata Pendeta To sambil melangkahkan kakinya ke arah pintu dengan diikuti oleh murid-muridnya.

“Sicai, rupanya banyak tamu yang berkenan mampir ke kuil sederhana ini!” ucap Pendeta To sambil tersenyum lebar, sedangkan kedua telapak tangannya dikatupkan di depan dadanya. Long Wan yang berdiri di sebelah Pendeta To mengerutkan keningnya, rupanya tempat ini sudah dikepung oleh puluhan tentara. Dan yang paling mengejutkan di antara mereka ada kalangan pendekar, bahkan sahabat gurunya yang berjuluk si Dewa Pedang ikut mengepung kuil ini.Dulu, saking akrabnya Dewa Pedang menjodohkan muridnya dengan Lin Lin.

“Ada apa ini, suheng?” tanya Lin Lin “Entahlah, tapi yang jelas kalian semua harus waspada!” bisik Long Wan kepada adik seperguruannya.

“Pendeta busuk, ternyata selama ini kamu bersekongkol dengan para pemberontak!” kata lelaki paruh baya yang mengenakan pakaian serba hitam. Wajahnya terlihat sangat menyeramkan, apalagi di punggungnya terselip pedang panjang dengan gagang ukiran tengkorak.

“Puji Thian Yang Agung, Datuk dari utara yang berjuluk Iblis Selaksa Racun berkenan singgah ke tempat pinto yang buruk ini!” kata Pendeta To. Mendengar julukan yang diucapkan gurunya, Long Wan terperanjat. Nama Iblis Selaksa racun atau Mo Ong tentu saja begitu tersohor, konon ia sangat sakti dan kejam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status