“Suhu, biarkan saya yang menjajal gembel ini!” ucap Si Ceriwis kemudian bersalto ke atas meja bundar yang penuh dengan makanan. Gerakan pemuda necis itu sangat ringan, dan ketika ia mendaratkan kakinya sedikitpun tidak menimbulkan suara.
Tuan Kwe menggelengkan kepala, dia sangat jengkel sebab pesta ulang tahunnya terganggu oleh kehadiran komplotan Yao Guai. “Bereskan semua makanan dan arak di atas meja!” titah Tuan Kwe kepada para pelayan.
“Suheng hati-hati!” kata Lin Lin, ia sangat mengkhawatirkan keadaan Long Wan. Dari gerakan si Ceriwis tadi saja Lin Lin tahu bahwa lawan suhengnya memiliki ilmu kesaktian yang sangat tinggi. Setelah semua hidangan yang tadi menumpuk di atas meja dibawa oleh para pelayan, Long Wan segera mendekati tempat itu.
Berbeda dengan si Ceriwis, Long Wan menaiki meja tanpa atraksi sedikitpun malahan ia tampak susah payah naik ke atas meja yang tingginya hanya satu meter. Melihat Long Wan yang kesusahan semua orang tertawa ngakak, bahkan ayahnya Lin Lin menggelengkan kepala. “Benarkah dia kakak seperguruanmu?” tanya Tuan Kwe sambil melirik ke arah putrinya. Dengan canggung Lin Lin menganggukan kepala, ia tidak mengerti mengapa suhengnya terlihat susah payah. “Apakah suheng sudah tidak berlatih ilmu silat lagi?” batin Lin Lin.
“Memalukan, masa muridnya Pendeta To yang begitu tersohor tidak becus naik ke atas meja yang tingginya kurang dari dua meter?” Tianba tertawa ngakak suaranya dibuat keras agar terdengar oleh Lin Lin, sedangkan Dewa Pedang mengerutkan keningnya sambil mengamati Long Wan.
Melihat sikap Long Wan, si Ceriwis tertawa terpingkal-pingkal. “Mendingan kamu pulang sana ke kuburan gurumu dan berlatih lagi selama seratus tahun, setelah itu menantangku lagi” ejek si Ceriwis. Sedikitpun Long Wan tidak menanggapi hinaan lawannya, sebaliknya ia malahan membungkuk sambil memberikan hormat.
Setelah itu Long Wan segera memasang kuda-kuda, lagi-lagi sikapnya mengundang gelak tawa. Bagaimana tidak, gerakan pemuda itu sangat kaku seperti orang yang tidak pernah berlatih ilmu silat. “Benar-benar merusak nama besar Pendeta To!” teriak orang-orang yang hadir di tempat itu.
“Hanya dengan sepuluh jurus saja kamu akan tumbang!” kata si Ceriwis dengan jumawa. “Silahkan buktikan!” jawab Long Wan, sikapnya tetap tenang sedikitpun tidak terpengaruh oleh ejekan penonton.
“Hia!” si Ceriwis melompat ke arah Long Wan dengan melayangkan pukulan terbaiknya. “eit!” Untuk menghindari serangan si Ceriwis, Long Wan terpaksa menjatuhkan dirinya ke samping sampai terdengar suara gedebug!. Lagi-lagi gerakan pemuda itu seperti orang yang tidak berlatih ilmu silat. Suara gelak tawa kembali terdengar riuh, semuanya geli melihat gerak-gerik Long Wan.
Napas si ceriwis terengah-engah, sudah delapan jurus ia keluarkan akan tetapi jangankan menyentuh lawan sekedar mendesak saja ia tidak mampu. Gerakan Long Wan memang terlihat serampangan dan tidak sesuai kaidah ilmu silat, akan tetapi efektif menghindari semua serangan si Ceriwis.
Melihat Long Wan yang seperti keteteran dan tidak mengerti ilmu silat, Tianba segera mendekati Lin Lin. “Moi moi (panggilan sayang kepada perempuan) suhengmu benar-benar memalukan!” Tianba mendekati Lin Lin. “Tianba, sudah berama lama kamu belajar silat!” Dewa Pedang mendelik ke arah muridnya, sontak saja Tianba mengerutkan kening karena baru kali ini ia dibentak oleh gurunya.
“Maksud suhu?” tanya Tianba. “Sudah lama belajar silat tapi masih terkecoh oleh penampilan luar, itu merupakan suatu kebodohan!” bentak si Dewa Pedang, ia benar-benar kesal karena kebodohan muridnya. Keheranan Tianba mulai terjawab karena lewat dari sepuluh jurus si Ceriwis sedikitpun tidak bisa menyentuh Long Wan.
“Sudah lewat sepuluh jarus!” kata Long Wan sambil bersalto ke belakang, kali ini gerakannya benar-benar terlihat memukau, saat kedua kakinya menapak ke atas meja tidak menimbulkan suara sedikitpun. Pemuda itu berdiri dengan sebelah kaki ditekuk dan kedua tangan membentuk cakar dipentangkan ke samping. “Rajawali kembali ke peraduan” guman Lin Lin sebab ia mengenal gerakan suhengnya tadi.
Kini semua mata terbelalak, ternyata tadi Long Wan hanya berpura-pura bodoh saja. Buktinya, walau terlihat asal-asalan ia dapat menghindari semua serangan murid utama si Tongkat Setan!. Saat semuanya bengong, Long Wan melompat dengan kecepatan yang sangat tinggi, walau serangannya masih jauh akan tetapi kibasan angin sudah terasa oleh si Ceriwis. “Aih!” Pemuda necis itu berniat melompat untuk menghindari serangan Long Wan yang sangat dahsyat, akan tetapi ia sangat terkejut karena tiba-tiba telapak tangan Long Wan sudah mengenai dadanya. “Buk!” si Ceriwis terlontar dari atas meja, dan ia jatuh menabrak dinding.
“Muridku memang bodoh karena terkecoh oleh sikapmu!” kata Yao Guai sambil melayang ke atas meja. Semua mata terbelalak, bahkan Dewa Pedang sekalipun dibuat melongo. Bagaimana tidak, kakek tua yang berjuluk si tongkat Setan itu tidak melompat seperti pada umumnya, melainkan benar-benar terbang seperti hantu!.
Bersambung ….
Yao Guai menatap tajam ke arah Long Wan, kedua matanya tampak mengerikan mirip dengan burung hantu. “Cukup mengesankan karena bisa mengalahkan murid-muridku!” kata Yao Guai. Long Wan hanya menganggukan kepala, kali ini dirinya serius tidak bermain-main seperti ketika melawan si Ceriwis. Long Wan tahu bahwa lelaki yang berjuluk si Tongkat Setan sangat lihai, konon kesaktiannya melebihi Dewa Pedang.“Aku ingin tahu, sejauh mana kehebatan jurus Pendeta To!” ucap Yao Guai “Saya memerlukan banyak bimbingan dari orang lihai seperti tuan!” jawab Long Wan sambil memasang kuda-kuda terbaiknya. “Hup!” Yao Guai mengibaskan tangannya, serangkum tenaga dahsyat keluar dan menerpa tubuh Long Wan.Long Wan berkelit, akan tetapi tubuhnya tetap terdorong beberapa langkah akibat sambaran angin Yao Guai. Hampir saja dirinya jatuh dari atas meja. “Luar biasa” guman Long Wan dalam hati. Sejurus kemudian pertarungan yang sengitpun terjadi. Semua mata terbelalak takjub, baru kali ini mereka menyaksikan pert
“Suheng, kalau tidak ada mereka tentu saya sudah tewas di tangan Mo Ong seperti yang lainnya!” Lin Lin menarik tangan Long Wan. “Kami tahu, tentunya kamu sangat kecewa dan marah. Akan tetapi malam itu golongan pendekar terpaksa bergabung dengan komplotan Mo Ong, kalau tidak maka akan dituduh sebagai pemberontak oleh kaisar!” Dewa Pedang berusaha membela diri.“Dasar pengecut, hanya demi nama baik kamu tega mengkhianati guruku!” Wajah Long Wan masih terlihat penuh marah. “Jaga bicaramu, kau kira aku takut kepadamu!” Tianba mengacungkan telunjuknya. Mendengar perkataan Tianba kedua mata Long Wan mencorong tajam.“ Suheng, tenangkan dirimu. Ini hari istimewa ayah, tolong jangan merusak suasana!” rengek Lin Lin, wajahnya tertunduk lesu. Melihat keadaan sumoinya, menarik napas panjang. “Maafkan saya sumoi, amarah di dalam ini tidak akan pernah hilang sebelum membuat perhitungan kepada orang-orang yang menyebabkan guru dan teman-teman kita tewas!” ucap Long Wan.Untuk menghindari pertikaian
Hutan larangan berada di wilayah selatan, perbatasan antara kerajaan Beng dengan kekaisaran Hua yang sudah tumbang belasan tahun yang lalu. Wilayah tersebut luput dari patroli karena tempatnya sangat sulit dijelajahi dan penuh marabahaya. Konon di sana terdapat seekor harimau yang ukurannya sangat besar.Di tengah hutan antara dua tebing jurang, ada sebuah rumah besar. Walau tidak mewah namun terlihat kokoh karena dibangun dari kayu pilihan yang tidak mudah lapuk. Puluhan petugas jaga terlihat lalu lalang mengintai keadaan. Bahkan di antara mereka ada yang bersembunyi di atas pohon besar dengan membawa panah dan sumpit. Tampaknya di dalam rumah besar tadi sedang diadakan pertemuan penting yang tidak boleh diganggu oleh siapapun juga.“Benarkah ucapanmu itu, Guai?” tanya Mo Ong sambil menuangkan guci arak ke dalam gelas, setelah penuh Mo Ong langsung menegaknya sampai habis. “Benar sekali ketua, dia bahkan mengalahkan hamba dengan pukulan yang sangat hebat!” jawab Yao Guai, terkenang l
“Suhu, siapa sebenarnya lelaki yang beranama Rhu Zi itu?” tanya Li Mei. Mereka berdua berjalan beriringan di tengah-tengah hutan larangan. Pertemuan penting sudah selesai, kini saatnya mereka menjalankan tugas masing-masing.“Sudahlah, jika saatnya tiba kamu akan mengetahuinya. Yang harus kita lakukan sekarang menjalankan titah tuan muda dengan sebaik mungkin!” jawab Mo Ong sambil mempercepat langkahnya.“Berarti sekarang saya ikut suhu untuk mencari orang yang bernama Yin Long?” mendengar pertanyaan Li Mei, Mo Ong segera membalikan badannya. “Tidak, kamu tetap di utara. Perjanalan ini sangat jauh dan berbahaya, bahkan suhu sendiri belum tentu mampu mencarinya” Mo Ong menggelengkan kepalanya.Li Mei segera membuka mulutnya yang merekah pertanda akan protes, akan tetapi buru-buru Mo Ong melanjutkan ucapannya. “Kamu memerlukan petualangan sendiri agar mendapatkan pengalaman. Ingat selama ini kamu hanya ikut suhu, karena itulah jarang mendapatkan pengalaman bertarung!”“Ialah, jangankan
“Kwe Lin, kamu jangan terlalu dekat dengan Long Wan. Hargai perasaan calon suamimu, kasihan dia tersiksa melihat kamu begitu akrab dengan lelaki itu!” Kwe An menatap tajam putrinya. “Ayah menuduh yang bukan-bukan, saya dekat dengan suheng karena kami berdua satu perguruan dan sekarang suheng sedang mengajarkan ilmu silat dari kitab warisan suhu!” karena marah, Lin Lin menghentikan santap malamnya.“Ayahmu bukan menuduh anakku, tapi beliau merasa kasihan akan Tianba yang setiap hari kamu acuhkan gara-gara sering mengunjungi Long Wan di kuil ujung desa!” Nyonya Kwe menenangkan putrinya.“Lagian kenapa sih, Tianba baru sekedar calon dan belum tentu menjadi suami!” bantah Lin Lin “Kwe Lin, jaga bicaramu!” bentak Kwe An sambil menggebrak meja, sontak saja makanan di dekat Tuan Kwe berhamburan jatuh ke lantai.“Sebelum Long Wan datang ke kota ini kamu begitu akrab dengan Tianba, tapi sekarang lihat sikapmu yang arogan dan tidak memperdulikan perasaan orang lain!” Kwe An menunjuk putrinya.
“Celaka nyonya, Tuan Kwe terluka parah!” kata seorang pelayan setelah Nyonya Kwe dan Lin Lin membuka pintu kamar. “Terluka kenapa paman?” Nyonya Kwe terlihat cemas. “Saya tidak tahu nyonya, tapi sekarang beliau sedang diobati oleh tabib di rumah Juragan Kang!” jawab si pelayan.Lin Lin dan ibunya bergegas ke rumah Juragaan Kang. Saat itu sudah larut malam, beruntung suasana di luar cukup terang karena disinari oleh cahaya rembulan. “Ayahmu kenapa nak?” Nyonya Kwe terisak karena menghawatirkan keadaan suaminya. “Ibu tenang saja, ayah pasti tidak apa-apa!” Lin Lin berusaha tegar, namun batinnya bertanya-tanya mengapa ayahnya bisa terluka parah.Sesampainya di rumah Juragan Kang, Lin Lin dan ibunya disambut para pengawal, bahkan Tianba juga berada di tempat itu. “Moi moi” ucap Tianba, namun Lin Lin mengacuhkannya dan buru-buru masuk ke kamar tempat ayahnya di rawat.Lin Lin terperanjat, ternyata yang terluka parah bukan ayahnya saja. Bahkan para pengawal Tuan Kwe yang berjumlah tujuh or
Perasaan Lin Lin tidak karuan, ia benar-benar tidak mengerti akan tindakan Long Wan. “Mengapa suheng begitu kejam menyiksa ayah?” air mata gadis itu mengalir deras membasahi kedua pipinya. Saat itu sudah lewat tengah malam, suasana di kota Xian Zhi sangat sunyi karena semua penduduk tengah asyik terbuai mimpi.Tidak seperti daerah lainnya yang dipimpin penguasa korup dan hanya mementingkan sendiri. Kota ini sangat aman, tidak pernah terdengar ada berita perampokan sebab setiap perbatasan dijaga oleh pasuka patroli. Gubernur kota ini benar-benar mengutamakan ketentraman warganya. Begitupun dengan pembesar seperti Tuan Kwe, ia membantu pemerintah dengan memanfaatkan kekayaannya menyewa para jagoan untuk mengamankan penduduk dari ancaman penyamun.Di atas langit sana, bulan sepasi tergantung. Cahayanya walaupun tidak terlalu terang akan tetapi cukup menaringi jalan yang dilintasi oleh Lin Lin, apalagi ribuan bintang tampak berkelipan dengan indah. Suasana keindahan malam saat ini sama se
“Hup!” ranting yang dilemparkan Long Wan meluncur dengan kecepatan tinggi dan menancap pohon cemara hingga amblas setengahnya. “Aih Meleset!” gerutu pemuda itu, kedua matanya yang tajam mengamati keadaan hutan yang sangat gelap. Kalau orang biasa, tentu akan gelagapan karena tidak bisa melihat apapun. Malam sudah semakin larut, cahaya rembulan tidak sanggup menerobos dedaunan rimbun di tengah hutan pinus itu.“Kriuk!” perutnya kembali berbunyi pertanda protes dan ingin segera diisi. Long Wan menarik napas panjang, di kantungnya masih ada beberapa sisa uang perak. Sebetulnya lebih dari cukup untuk membeli makan alakadarnya, akan tetapi dirinya tidak mau keluyuran ke tengah-tengah kota Xian Zhi.Tuduhan bahwa dirinya pemberontak sudah tersebar ke mana-mana. Long Wan sangat hawatir jika persoalan dirinya berimbas ke keluarga sumoinya. Akan tetapi ia sangat bersyukur, bahwa tuduhan keji tersebut tidak berlaku kepada Lin Lin, padahal mereka berdua sama-sama murid Pendeta To. Kemungkinan be