"Saya terburu-buru, jadi lupa membawanya.""Itu tidak masalah, asalkan jangan pernah salah paham. Dan jangan mudah percaya pada orang yang berkata dengan kebohongan tanpa pernah berterus terang.Kecemburuan yang awalnya menyeruak hingga membuat wajahnya memerah pun kini telah mereda. "Jadi, kamu menghubungi Nana karena apa?""Tentu saja karena mau menjenguk calon Papa mertua. Sebentar lagi kita kan pasti menikah!" ucapnya sembari memeluk Zsalsya dari samping, hingga kedua lengan mereka saling bersentuhan satu sama lain. Sangat dekat dan tanpa ada sedikitpun jarak.Nana melongo saat mendengarnya. "Apa? Menikah? Kalian menikah?" tanya Nana, refleks.Lalu, Nana berkedip. Ia mencoba mengalihkannya dengan sesuatu hal yang lain. "Kamu mau menjenguk Papa, 'kan? Mari biar aku antar ke dalam!""Saya mau sama Zsalsya. Jadi, terima kasih."Walaupun dalam hati sangat mengakui bahwa Nana sedang gugup, tetapi mulutnya terus saja berbohong tanpa ada kata lelah. Hanya demi tercapai apa yang diingi
"Huh! Sialan, gara-gara Pak Endrick yang datang cepat begitu, jadinya aku tidak bisa membuat Zsalsya salah paham sama dia!" umpatnya dalam hati.Bibirnya tampak mengerut kesal, sedangkan Mariana terus memperhatikan Anaknya itu. Lalu, tangannya memeluk Nana dari samping. "Tenang saja, Nak, Mama punya cara buat bikin mereka pisah supaya Pak Endrick bisa sama kamu," kata Mariana dengan nada berbisik. Kembali pada suasana di dalam ruang unit gawat darurat. Endrick tetap berada di sana ketika maksudnya belum tersampaikan. Tetapi, di samping itu ia juga bingung karena Firman dalam keadaan sakit. Ia tidak mau jika pembicaraan itu mengganggu Firman dan malah memperumit kondisi kesehatannya. Sebab, menjaga pikiran tetap positif adalah kunci utama agar cepat sembuh."Seperti ada yang mau dia katakan ... tapi apa?" batin Zsalsya sembari memperhatikan Endrick yang terus menatap wajah Firman dengan jakun yang bergerak -- tampak sedang menelan ludah."Ssebetulnya ada yang mau saya katakan pada An
Memang benar tidak ada yang salah dari itu. Tetapi, kehidupan buruk yang sempat terjadi terus membayangi dan ia takut hal itu terulang kembali.Ada trauma yang tak bisa hempas dari dalam dada, sebab sakit yang terasa terlalu parah dan membuatnya sulit percaya. Sulit kepercayaan terhadap pria membuatnya selalu ragu setiap kali ada pria yang mendekati. Meskipun itu adalah pria yang berbeda.Zsalsya tahu bahwa setiap pria itu berbeda. Ia pun sadar akan hal itu. Tetapi, karena sama-sama pria, ia pun sadar bahwa mereka bisa memberi luka yang sama tetapi dengan cara yang berbeda."Apa yang harus aku lakukan dengan hatiku? Cukupkah aku menganggapnya sebagai teman saja, supaya aku tidak terluka untuk ke sekian kali oleh pria lagi?" batinnya. Bibirnya mengatup rapat dengan mata sayu yang tak bisa disembunyikan.Zsalsya dalam kebimbangan, tetapi Endrick sama sekali tidak mengetahuinya. Sebab, Zsalsya yang dengan sengaja selalu memendam sendiri apa yang dirasakannya."Pa, katanya yang membesuk k
Di luar rumah sakit, mereka terdiam sejenak. Zsalaya melihat ke kanan dan ke kiri untuk mencari penjual bubur ayam di sekitar sana."Kita ke sana saja!" ajak Zsalsya."Mau naik mobil?!" ajak Endrick sembari memperlihatkan kunci mobil yang ia ambil dari dalam saku celananya. Zsalsya menghentikan langkah kakinya sejenak. "Kita jalan kaki saja, Mas! Di sana banyak penjual, mungkin di sana ada penjual buburnya!" kata Zsalsya.Nana merasa malas dengan jawaban Zsalsya itu. "Kak, kita naik mobil saja supaya tidak capek!""Kalau kalian memang mau naik mobil, tidak masalah. Biar saya jalan sendiri saja ke sana."Zsalsya pun melanjutkan langkah kakinya. Ia tidak menghiraukan perkataan mereka yang mengajaknya naik mobil."Perjalanannya cukup dekat begitu, kok," gerutu Zsalsya sambil berjalan."Sayang, tunggu!" seru Endrick berlari kecil mengejar Zsalsya yang sudah berjalan dengan langkah kaki cepat. Dari tempatnya berdiri, di ujung belokan sana, ia memang melihat sekumpulan penjual makanan ger
Kini, tidak ada yang bisa melakukan pembelaan lagi terhadap perkataan Arzov sebelumnya. Mereka tidak mampu membalasnya dengan perkataan lain. Sebab, apa yang dikatakan Zsalsya, sama sekali tidak ada celah untuk bisa mereka debat.Endrick yang mendengar keberanian serta ketegaran Zsalsya pun membuatnya semakin kagum. Ia suka dengan cara Zsalsya yang memang sudah seharusnya menjadi tegas, agar tidak tertindas."Kalau begitu, saya temani kamu mencarinya, ya? Bagaimana?" tanya Endrick kepada Zsalsya sembari memeluknya dari samping.Di depan Arzov itu, ia ingin menunjukkan bahwa Zsalsya adalah miliknya. Tidak boleh ada orang lain lagi yang mengganggu mereka. "Tapi kalau tidak ada bagaimana? Nanti kamu capek."Endrick memandang wajah Zsalsya dengan serius. "Kenapa masih memikirkan itu?"Zsalsya terdiam dengan tatapan teduh mengarah pada Endrick. "Yuk, kita berangkat sekarang!" ajaknya."Aku ikut!" ujar Nana menawarkan diri tanpa menerima sedikitpun ajakan."Makanan di sini juga banyak, tu
"Mas, itu sepertinya bubur ayam!" seru Zsalsya sembari menepuk lengan Endrick dengan antusias. Matanya terus tertuju lurus pada sebuah gerobak bubur ayam.Endrick pun langsung menepikan mobilnya di depan sana. "Yakin itu bubur ayam?" tanya Endrick kepada Zsalsya."Sepertinya begitu, Mas."Zsalsya keluar dari dalam mobil, begitu pula dengan Endrick. Nana dan Arzov hanya mengikuti mereka saja. Tetapi, terlihat jelas bahwa Arzov menatap Zsalsya dan Endrick dengan malas sekaligus kesal. Ia tidak suka dengan kedekatan keduanya. Terlebih lagi melihat Endrick yang terus memeluk Zsalsya dari samping sembari berjalan berdampingan."Mereka harus aku pisahkan! Enak saja Zsalsya mencampakkan cintaku, lalu malah bahagia dengan pria lain yang baru ditemuinya! Dia terlalu egois dengan mengatakan pernikahan yang telah direncanakan!" batin Arzov dengan rencana jahat yang seketika muncul dalam isi kepalanya.Arzov menarik tangan Nana dan membawanya ke samping. Ia membawa wanita itu untuk bersembunyi se
Namun, pada saat yang sama, Arzov datang dan ...."Karena Anda sedang makan, sebaiknya aku saja yang melakukannya!" kata Arzov yang juga menawarkan diri sama halnya seperti Endrick. Endrick menyeringai. Tetapi, kemudian ia memasang wajah dingin karena memang menganggap Arzov adalah rival. Ia berdiri dan langsung memeluk Zsalsya dari samping."Saya saja. Kamu siapa? Saya calon suaminya. Saya yang lebih berhak untuk mengantar ca-lon is-tri saya ke manapun dia pergi!" tegasnya. Berbicara lantang tepat di depan wajah Arzov.Arzov merasa kesal dengan itu. Ia mengepalkan tangannya penuh amarah dan dendam. Tetapi, sayangnya ia tidak bisa melakukan apapun karena kini ia bukan siapa-siapa dan tidak tahu pula bagaimana ia melawan Endrick yang punya kuasa dan dunia bisnis.Zsalsya menoleh ke arah Endrick. Ia memperhatikan betul raut wajah dari calon suaminya. Tampak sekali bahwa Endrick saat ini sedang merasakan cemburu dan bersaing dengan orang yang mencoba mendekati Zsalsya. "Daripada kamu m
"Tapi, bukannya mereka itu punya hubungan spesial?" gumamnya.Endrick mendnegar gumaman itu dengan bingung. "Hubungan spesial? Benarkah? Tapi saya sama sekali tidak melihat mereka bermesraan. Malah ... saya melihat kalau mereka merencanakan sesuatu," tutur Endrick.Zsalsya terhenyak. "Benar juga. Mas Endrick tidak akan tahu. Yang tahu semuanya cuma aku, karena aku yang menginginkan perubahan ini sampai akhirnya kembali ke masa lalu," batinnya.Endrick berbelok dan kemudian menepikan mobilnya di tempat parkir. Mereka keluar dari mobil sana dan langsung berjalan ke dalam rumah sakit."Sungguh, mereka punya hubungan? Wah, sepertinya itu bagus sekali! Jadi, tidak ada yang mengganggu kita lagi!" kata Endrick dengan antusias.Namun, dibalik semua itu, Arzov tetap menyimpan dendam dalam lubuk hatinya yang terdalam. Ia ingin menaklukan Zsalsya, agar dendamnya dapat terlampiaskan dengan baik.Sayangnya, Zsalsya-lah yang merupakan pemeran utama dalam cerita ini. Ia yang tahu semua dan memiliki