Ferdi kini hanya terdiam menatap ibunya terbaring lemas di atas ranjang pasien. "Nak Ferdi... Nak Ferdi... Maafkan Ibu Nak..." Ferdi kini bisa mendengar suara pelan keluar dari mulut ibu kandungnya itu. Ferdi hanya berdiri di sampingnya dan terdiam tanpa kata-kata. Perasaan aneh yang tidak bisa dijelaskan mulai dirasakan oleh Ferdi. Ia menutup matanya kemudian mengingat peristiwa puluhan tahun lalu.***Flashback On***"Maafkan aku mas, aku sudah tidak tahan hidup miskin bersamamu. Aku akan pergi bersama seorang pria yang lebih kaya darimu. Aku akan menikah dengannya!" kata Jennifer ibu Ferdi. Saat itu Ferdi masih kecil mungkin berumur lima tahun. "Ibu... jangan pergi ibu! Kumohon jangan tinggalkan kamu ibu!" Ferdi saat itu sampai memohon dan memegang kaki ibunya agar tidak pergi. Namun, demi melepaskan pelukan Ferdi kecil dari kakinya, ia menganyungkan kakinya sampai Ferdi terpental. "Aku tidak Sudi hidup menderita bersama dengan kalian. Aku akan menjalani kehidupanku dengan ba
Ferdi kini berada di alun-alun kota sedang duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di pinggir jalan. Saat itu hujan turun dengan sangat deras dan Ferdi sedang melamun memikirkan Ibunya. "Sial, kenapa aku malah ketemu dengan ibuku lagi?" pikir Ferdi. Ia tidak peduli lagi dengan air yang membasahi tubuhnya. Tring!Nada dering telepon yang berbunyi tidak membuat Ferdi bergeming. Smartphone miliknya yang anti air pun tidak rusak meski diguyur hujan di dalam sakunya. Leni yang kebetulan sedang berjalan menggunakan payung kemudian segera menghampiri Ferdi. "Sialan orang ini, dia meminjam mobilku dan berjanji akan kembali untuk menjemput dan mengantarkan aku pulang. Tapi faktanya aku telepon malah tidak digubris. Aku pun sampai terpaksa naik taksi pulang." kata Leni kesal. Sebelumnya Ferdi memang meminjam mobil Leni dan pergi ke rumah sakit. "Ferdi, apa yang kau lakukan di sini? Kau meminjam mobilku dan berkata akan datang dan menjemput kemudian mengantarkan aku pulang. Tapi keman
Ferdi yang kini berada di sebuah kafe kemudian terdiam cukup lama. Ia akhirnya sudah minum-minum sampai mabuk berat. Satu hari sejak kematian Ibu Ferdi. Tepatnya saat malam hari pukul tujuh malam. "Tidak peduli seberapa keras aku ingin berpaling, tapi hati kecilku terasa sangat ingin melihat Ibu untuk yang terakhir kalinya. Padahal jelas-jelas aku sangat membenci ibuku itu." kata Ferdi dalam hati. Setelah mempertimbangkan banyak hal, ia memutuskan untuk datang ke rumah sakit. Namun sebelum itu ia menelepon terlebih dahulu. Telepon kemudian tersambung. "Yulia, aku akhirnya menyadari kalau aku sudah keterlaluan kemarin, aku minta maaf. Aku sadar, meskipun saat kecil ibuku telah meninggalkan ku, tapi dia masih perduli terhadapku. Ia membiayai sekolahku sampai kuliah. Dan betapa bodohnya aku saat mengetahui fakta ini... aku justru memutuskan untuk berhenti kuliah dan meninggalkan segala mimpiku untuk bisa menjadi dokter. Segalanya telah terbuang sia-sia, yang tersisa hanyalah penyesal
"Akhirnya ... aku akan kencan dengan seorang gadis cantik dan kaya! Hehehe." Ferdinand Sinaga terlihat sangat gembira ketika memikirkan dirinya akan segera berkencan dengan seorang gadis. Suara nada dering telepon membuat Ferdi merasa sangat senang, apalagi saat melihat nama kontaknya. Dia tidak lain adalah Leni Saragi. Seorang CEO di Hotel Merbabu yang terkenal. "Ferdi, kau ada di mana sekarang?" Belum sempat Ferdi menjawab, tiba-tiba ia dikagetkan ketika melihat Leni Saragi ternyata datang bersama dengan temannya. Ferdi terbelalak saat menyaksikannya. Ia seperti sangat mengenal gadis cantik yang ada di samping Leni. "Maaf. Aku mendadak ada urusan. Jadi, aku tidak bisa bertemu denganmu, maafkan aku! Lain kali, aku pasti akan menemuimu." Setelah mengucapkan hal ini, Ferdi segera menggunakan jurus "langkah seribu" miliknya. Barulah, setelah dia menjauh dari restoran, Ferdi buru-buru memegang kedua lututnya dan mengatur napasnya yang terengah-engah. "Buset, siapa yang akan menyan
Senyum Ferdi seketika mengembang. Masalah Leni berhasil dihadapi.Tak lama, Leni pun tiba di apartemennya. Tampak jelas, kekhawatiran di wajah gadis itu.Terlebih, Leni melihat keadaan wajah Ferdi yang penuh luka lebam. "Ada apa denganmu?" "Aku 'kan sudah bilang tadi di telepon," ucap Ferdi kemudian. "Memangnya, preman mana yang berani memukulimu? Aku akan baik-baik membalasnya," kata Leni yang sudah emosi dibuatnya. Ia seakan tidak terima pacarnya dipukuli sampai seperti ini. "Sudahlah, Leni. Itu tidak penting." Ferdi mengalihkan Leni dari rasa penasarannya. "Aku sudah sangat senang karena kau akhirnya mau datang ke apartemenku. Sebelumnya, aku merasa sangat kesepian." "Apa yang kau katakan? Sebagai kekasihmu, bagaimana mungkin aku tidak khawatir saat mendengar kabar seperti ini? Kenapa kau tidak ke rumah sakit?" tanya Leni. Ferdi pun tersenyum, inilah yang ingin dia dengar sebelumnya. "Boro-boro ke rumah sakit, uang apartemen saja belum dibayar. Apalagi, aku sudah tidak puny
"Fer?""Te--tentu saja."Meski mendengar ucapan tergagap dari pria itu, Leni memilih mengabaikannya. Dia masih memiliki banyak tugas untuk dikerjakan!"Aku masih punya banyak pekerjaan di kantor. Jaga dirimu baik-baik, ya! Hubungi saja orang itu sekarang, dan kita akan membayarnya besok."Ferdi lekas mengangguk, hingga tak lama, akhirnya Leni pun menghilang di balik pintu. Lima menit berlalu, Ferdi pun segera menuju pintu dan membukanya. Saat menoleh ke kanan dan kiri di luar pintu, Leni sudah tidak terlihat lagi.Ferdi pun tersenyum. Sedari tadi, ia menahan kegembiraannya. Sebab, jika sampai Leni menyadarinya, maka Ferdi tidak akan tahu harus bilang apa. Menutup pintunya perlahan, Ferdi kemudian segera melompat-lompat sambil tertawa, layaknya orang gila. "Astaga! 1,2 Milliar dalam sehari?" gumam Ferdi bangga pada dirinya.Cukup lama, pria itu senyum sendiri. Barulah setelah puas, Ferdi langsung ke kasur dan langsung memeriksa smartphonenya."Mari kita lihat, berapa banyak saldoku!
Ferdi pun tersenyum mendengarnya. Ia sangat senang sebab akhirnya masalah mengenai Ferdi yang mempunyai hutang fiktif kini terselesaikan. Hanya tinggal menunggu, dan Ferdi akan mendapatkan uang 500 Jutanya."Baiklah. Ternyata, kau memang pria yang selalu memegang ucapanmu."******Ferdi kaget ketika melihat Leni yang ternyata membawa dua orang bodyguard atau lebih tepatnya, dua orang tukang pukul. Seketika, pria itu merasa khawatir dan mulai merasa ada yang tidak beres. "Leni, untuk apa kau membawa dua orang ini?" bisik Ferdi di telinga Leni yang kini tersenyum. "Aku hanya ingin memastikan keamanan kita saat bertransaksi," ucap Leni. Mendengar jawaban Leni yang mengatakan bahwa untuk memastikan keamanan saja, Ferdi menghela napas lega. Sampailah kemudian di sebuah tempat sepi, di bagian parkiran mobil bawah tanah. Kini, Roni sudah berdiri di hadapan Ferdi dan Leni. Roni juga terlihat mengenakan pakaian bagus yang adalah pemberian Ferdi. Semua itu agar tidak ketahuan oleh Leni
Melihat senyuman tak bersalah dari Ferdi, Roni seketika melempar sebuah tas yang isinya tunai 500 Juta itu."Ferdi, aku sudah memberikan uangmu, sekarang kita sudah tidak ada sangkut pautnya lagi." Roni kemudian hendak masuk di rumah bobroknya, namun langsung dicegat oleh Ferdi. "Kenapa? Bukankah aku sudah membantumu? Sekarang aku ingin beristirahat!" ucap Roni, ia menatap kesal kepada Ferdi. "Kau ambil saja semua uang ini sebagai permintaan maaf'ku!" ucap Ferdi kemudian hendak memberikan kepada Roni. "Uang itu kau dapatkan dengan hasil menipu pacarmu sendiri. Aku tidak akan mau menerimanya." Ferdi kemudian terdiam. Ia paham, kalau Roni tidak akan mau menikmati uang hasil menipu."Tidak apa kalau kamu tidak mau menerima uang ini, tapi apakah kau bersedia memaafkanku? Jujur, aku tidak tahu Leni akan membawa dua orang dan berniat memukulimu terlebih dahulu.""Aku memaafkanmu." Namun, Roni--yang ingin membuka pintu rumahnya--kembali ditahan Ferdi.Karena pintunya itu memang sudah u