“Awas kalau sampai kau membuat cucuku menangis lagi!” ucap Kartika sambil memukul pelan dahi Ageng.Ageng hanya tertawa, karena memang tidak merasa sakit. Dia sangat bahagia kedatangannya diterima dengan tangan terbuka di rumah ini.“Ayo masuk!” Kartika langsung menarik Queen dan menggandeng cucunya. “Nanti kalian nginep sini, kan?” Pertanyaan ini terdengar seperti sebuah permintaan.Karena sudah memutuskan untuk kembali hidup bersama dengan Ageng, sebelum mengambil keputusan tentu Queen harus meminta pertimbangan dari suaminya tersebut. Queen mengalihkan pandangannya sejenak kepada Ageng, anggukan kepala dan senyum hangat dari Ageng adalah jawaban yang sangat memuaskan bagi Queen.Queen merasa tenang karena Ageng sudah memberinya izin. Kartika menarik tangan cucunya, membimbing mereka masuk ke rumah yang penuh kenangan masa kecil Queen. Rumah itu selalu menjadi tempat berlindung bagi Queen, saat hidup menjadi terlalu berat untuk dihadapi. Dan dari rumah ini, Queen kembali membawa har
Arya Suta duduk di ruang kerjanya yang luas, dikelilingi oleh rak-rak penuh buku dan dokumen. Dia menatap foto-foto yang berserakan di mejanya, merasa ada sesuatu yang lebih besar yang belum ia pahami. Selo Ardi, detektif yang dia sewa, berdiri di depannya dengan raut wajah terlihat takut dan menyesal.“Aku sudah menduga sebelumnya, pasti Queen memiliki alasan lain sampai mencabut gugatan cerainya,” kata Laras, istrinya, dengan nada yang sarat amarah. Dia menatap foto-foto itu dengan tatapan tajam, seakan mencoba mencari petunjuk yang tersembunyi.“Maaf, untuk alasan keberadaan Mbak Queen di sana saya belum mendapat informasinya. Karena tampaknya Surya Wijaya memiliki pengamanan yang cukup ketat untuk keluarga dan orang-orang terdekatnya. Jadi sejauh ini, hanya informasi ini yang bisa saya berikan,” jawab Selo Ardi dengan suara rendah, mencoba menenangkan situasi. Pria gondrong itu lebih banyak menundukkan kepala menyadari kasalahannya.Arya menghela napas panjang. Ini adalah kali per
Tidak ingin mengecewakan sang Papa yang sudah memberinya kepercayaan yang sangat besar, kini Ageng sudah berada di ruang kerjanya membahas rapat yang akan segera dimulai bersama Danu. Dengan terpaksa Ageng meninggalkan Queen di rumah Kartika, dan nanti siang mereka baru akan bertemu.Di ruang kerja yang sejuk, Ageng duduk di kursi kebesarannya, mencoba fokus pada layar laptopnya. Dokumen-dokumen rapat tersebar rapi di meja besar di depannya. Hari ini, rapat penting yang melibatkan keputusan besar perusahaan akan segera dimulai, dan Ageng merasa tekanan yang besar dari ayahnya yang menaruh kepercayaan penuh padanya.Tiba-tiba perhatian Ageng teralihkan oleh Danu yang sedang berdiri di dekat jendela, menatap ke arahnya dengan senyum yang sulit diartikan. Apa yang dilakukan oleh kakak iparnya membuatnya merasa tidak nyaman.“Kamu kenapa tersenyum begitu?”Danu, hanya tertawa kecil. “Aku hanya berpikir, pantas saja kamu uring-uringan sampai tidak bisa kerja, ternyata kehilangan teman buat
Rania duduk di tepi tempat tidurnya, pandangannya tertuju pada jendela yang menghadap taman. Matahari sore menyinari dedaunan hijau, tetapi cahaya itu tidak mampu membawa kehangatan ke hatinya. Pikirannya sibuk dengan kabar yang baru saja diterimanya."Queen sudah kembali dengan Ageng?" Suaranya gemetar saat berbicara, mencoba menutupi kesedihan dan rasa takut di hatinya."Itu sudah menjadi pilihannya. Queen bukan anak kecil lagi, aku yakin dia tahu apa yang harus dia lakukan."Rania menggelengkan kepala, tidak sependapat. Dia tidak mempercayai Ageng. Laki-laki itu kasar dan tidak pantas untuk putrinya. Rania tahu, kembalinya Queen pada Ageng berarti putrinya itu tidak akan bisa lagi menemaninya menjalani pengobatan lanjutan."Aku tidak yakin, Surya. Queen masih muda. Dia bisa salah langkah."Surya menghela napas panjang. "Sekarang kau fokus pada pengobatanmu sendiri, agar kau bisa cepat sehat dan bisa menjaga Queen."Namun, dalam hati kecil Rania, ada prasangka yang terus menggerogot
Ageng melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang di jalanan yang ramai menuju kafe milik Derrian. Dia menarik napas panjang, mengingat kenangan lama bersama sahabat-sahabatnya. Queen sudah menunggunya di sana, membantu Melisa untuk mempersiapkan tempat khusus untuk acara mereka hari ini.Erick, sahabat lama yang tinggal di Australia, kebetulan sedang ada urusan bisnis di Indonesia dan akan tinggal beberapa hari bersama keluarga kecilnya. Ini adalah kesempatan langka yang tidak ingin disia-siakan oleh Ageng, Bryan, Cyrus, dan Derrian. Tentu akan ada banyak cerita saat mereka berkumpul di sana, apalagi mereka membawa pasangan masing-masing.Ageng tersenyum, saat menyaksikan Queen yang sudah terlihat akrab dengan semua sahabat dan juga pasangannya. Bahkan Erick dan Megan yang sebelumnya lebih mendukung hubungan Ageng dengan Davianna tampak bisa menerima keberadaan Queen di tengah mereka.Ageng sudah datang terlambat, tetapi tampaknya masih ada yang belum datang juga, Bryan. Ageng langsun
"Eh, ini baru kejutan!" seru Derrian saat melihat kedatangan BryanBryan melangkahkan kaki mendekat ke teman-temannya dengan santai, mengenalkan gadis muda yang datang bersamanya. "Guys, kenalkan ini Vicky. Vicky, ini Ageng, Queen, Erick, Megan, Derrian, dan Cyrus."Victoria tersenyum ramah, lalu duduk di kursi yang ditawarkan Derrian. Semua mata tertuju pada Bryan, menunggu penjelasan. Bagaimana mungkin sahabatnya itu membawa gadis kecil dalam acara mereka. Bryan seperti sedang mendapat tugas mengasuh adik atau keponakannya."Jadi Bryan, tolong kenalkan Vicky kepada kami! Sepupu atau ...?" tanya Cyrus dengan wajah yang terlihat serius.Bryan hanya tertawa. "Vicky adalah pacarku. Kami sudah pacaran beberapa bulan. Maaf baru dikenalkan sekarang."Ageng dan yang lainnya saling pandang dengan heran dan tatap mata penuh kasihan pada gadis polos yang berada di hadapan mereka. Sementara itu Queen hanya diam, bingung harus bagaimana berhadapan dengan Victoria di sini.Victoria bersikap seola
Ageng mengemudikan mobilnya perlahan, mata terfokus pada jalanan yang sepi. Di sampingnya, Queen duduk diam, dengan tatap mata yang nanar mengarah keluar jendela. Ageng merasa ada yang sedang mengganggu pikiran istrinya itu, dan sepertinya dia enggan untuk berbagi masalah dengannya.“Ada masalah?” tanya Ageng di sela-sela mengemudikan mobilnya.Queen tersenyum tipis, senyum yang tidak mencapai matanya. "Tidak, hanya ngantuk saja," jawab Queen dengan seulas senyum di bibirnya, berharap mampu menyembunyikan masalah yang mengganggu pikirannya saat ini.Ageng tahu itu bukan jawaban yang sebenarnya, tapi dia memilih untuk tidak mendesak, takut membuat Queen merasa semakin tidak nyaman. Mungkin nanti, atau di lain hari, Ageng bisa menanyakan hal ini lagi. Ageng meraih tangan Queen dan menggenggamnya, berharap mampu memberikan rasa hangat yang mungkin bisa menenangkan hatinya.Ageng tidak ingin jika ternyata ada salah satu dari sahabatnya yang masih tidak bisa menerima hubungan mereka dan me
Sebuah kebahagiaan yang tidak bisa Ageng gambarkan saat membuka mata, orang yang dia cintai masih berada di sampingnya. Dipandanginya sejenak wajah polos sang istri yang masih terlelap, Ageng melabuhkan kecupan singkat di kening lalu memeluk tubuh sang istri lebih erat.“Geng!” Suara serak Queen yang merasa terganggu tidurnya oleh ulah Ageng.“Hmm?” Ageng mengusap punggung mulus Queen, seperti menidurkan anak bayi. Dia merasa bersalah karena telah mengganggu tidur Queen yang terlihat masih kelelahan.“Berangkat jam berapa?”Sebagai seorang istri, sebisa mungkin Queen ingin memberikan pelayanan terbaik untuk suaminya. Bukan hanya di atas ranjang, tetapi juga dalam urusan sehari-hari, meskipun Ageng tidak pernah menuntut hal itu.“Pagi, ada meeting dengan klien.” Terasa berat Ageng memberi jawaban, karena menyadarkannya jika kemesraan pagi ini hari segera berakhir.“OK!” Queen meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku, juga tulang-tulangnya yang rasanya pegal semua.Mungkin Queen