Aditya merasa lukanya hanya luka kecil cuma bisa menurut di perhatikan tulus oleh Selena.Tapi ... 'Dari mana Selena tahu kotak obat ada di laci nakas?' batinnya, tersentak dengan mata melotot."Ahh, sakit!" ringis Aditya langsung mencengkeram pinggang Selena."Itu balasan kalau Anda memanfaatkan kesempatan saat saya sibuk, pak Aditya!""Hahk! Aku bahkan tidak melakukan apa-apa," protes Aditya tidak terima."Tidak melakukan apa-apa, tapi tangan Anda mencengkram pinggang saya! Silakan tangan Anda pindah ke sisi kursi saja, Pak," omel Selena menurunkan pandangannya ke Aditya, yang kadang meringis kesakitan.karena sengaja menekan lukanya.Aditya memang tidak sadar tengah memeluk pinggang Selena. Dia hanya takut lukanya kembali terasa sakit.Tidak terima di omeli, Aditya menaikkan pandangannya. Namun, bukannya menatap wajah Selena, kini matanya bertumpu pada gundukkan kembar indah di depan matanya.Aditya meneguk liurnya berkali-kali, tak bisa disangkal hasrat lelakinya langsung member
"Ingat, Aditya! Secepatnya aku segera mengabari Tuan Collins, kalau pencarian Selena dan anaknya diberhentikan. Dengan alasan, Aditya sudah memiliki kekasih baru yaitu sekretaris barunya," ancam paman Grove dengan geraham mengerat.Paman Grove melengos kasar meninggalkannya."Ingat juga, paman Grove! Kalau sampai hal ini ke Tuan Collins, aku tidak akan pikir-pikir untuk memecat mu!" teriak Aditya balas mengancam paman Grove."Itu jauh lebih baik, Aditya!" sahut paman Grove cuek.Arghh! Apa maunya pria tua ini!Aditya yang kesal meninju udara kosong."Paman Grove!!" serunya terpaksa mengejar paman Grove.Pria tua yang terlanjur kesal dengan Aditya, menghentikan langkahnya. Balik badan menghadap Aditya."Katakan sekarang, Aditya! Kamu masih mau mencari Selena atau kamu memilih si Sekretaris itu?""J-jelas aku masih terus mencari Selena lah, Paman. Aku dengan Sekretaris cuma urusan pekerjaan saja," ujar Aditya cengengesan mendahului paman Grove keluar."Tunggu, Aditya!""Shit! Apalagi, p
"Uhm ... bukan begitu, Pak. Saya cuma takut ketahuan sama ibu kos keluar malam-malam, itu saja."Aditya melirik dengan senyum miringnya."Hmm ... tidak apa-apa juga, harus jujur kalau kamu takut ketahuan sama pacarmu."Sial! Perlukah aku berteriak, tidak punya pacar agar dia berhenti bicara pacar terus?"Yah, saya tidak punya pacar, Pak."Aditya yang tengah fokus menyetir mobil tadi tiba-tiba menghentikan mobil. Kemudian memutar badan menghadap Selena."Apa itu benar, Selena?"Selena mengangguk cepat. Terserah Aditya percaya atau mau mengatainya pembohong.Baru tadi siang ia mengaku-ngaku mau bertemu pacar, sekarang tiba-tiba mengaku tidak punya pacar."Aku rasa kamu memang ahlinya berbohong, Selena!" Aditya tertawa kecil mengejeknya."Aku belum pikun, Selena. Tadi siang kamu mengaku mau kencan dengan pacarmu. Kenapa sekarang tiba-tiba tidak mengakuinya?"Ahh, ribet! Dia mau mengorek informasi pribadiku atau menemaninya beli apa tadi? Selena mengumpat karena jadi terus-terus berbohon
"What? Istri siapa, Selena?" buru Aditya bingung. "Itu cuma alasanmu saja, kan? Agar bisa bertemu pacarmu di luar tanpa ketahuan sama ibu kos mu!" Aditya balik menuduhnya, wajahnya tampak sangat memerah karena rasa cemburunya.Namun, berbeda dengan Selena. Mulutnya seketika menganga. Istri siapa lagi kalau bukan istri Aditya? Pacar? Selena menarik sudut bibirnya. Aditya seolah mempermudahnya bisa lepas dari pimpinan absurd itu. "Iya, untung Anda tahu. Sekarang Anda bisa pergi sebelum pacar saya melihat Anda."Bukannya pergi, Aditya semakin tidak bisa menahan cemburunya. Niatnya bertemu Selena tadi karena tidak bisa menahan cemburu membayangkan Selena bersama pacarnya.'Gila! Aku tidak bisa menahan diri lagi,' batin Aditya menggertak gerahamnya. 'Shit! Tadi mengaku-ngaku sudah putus, sekarang malah mengakuinya. Sudah kuduga ia hanya berbohong tadi!'Aditya tak bisa mengendalikan emosi dan rasa cemburunya. Sekali hentakan keras saja, Aditya berhasil menyeret Selena kembali masuk mobil
Aditya menyipit, masih belum bisa yakin Selena tidak berbohong. Walau dalam hati sangat senang."Apa aku bisa percaya itu, Selena? tanyanya meremas-remas jari tangannya.Selena mengangguk cepat, berharap Aditya tidak lagi memaksanya menelpon Hendra."Kamu telepon saja membuktikannya, Selena. Aku tidak yakin kamu tidak berbohong!"Kesal bercampur geram, rasanya ingin menampar Aditya. Lebih bodohnya, ia cuma bisa menurut saja. Tak lama berpikir, kemudian Selena menarik sudut bibirnya. "Anda saja yang menelponnya, pak Aditya. Saya takut Hendra malah berpikir saya mau meminta balikkan lagi. Sama seperti yang dulu-dulu," ucap Selena memberikan ponsel ke Aditya, menunggu responnya."Aku yang meneleponnya? Buat apa, Selena?""Lho, bukannya Anda yang sangat penasaran hubungan saya dengannya, pak Aditya?"GLEKKAditya terpojok, menjauhkan pandangannya guna menutupi rasa malunya.Lama hanya terdiam, Selena mengulurkan tangannya, "Sekarang berikan kunci kamarnya, Pak. Saya harus pulang," uja
"Pimpinan Aditya?" ulang Selena meneguk liur."Atau kamu angkat saja, Selena?""Ehh, jangan di angkat, Kak. Takut disuruh memimpin meeting pagi ini," ucapnya berbohong. "Aku takut tak terkejar agenda meeting nanti."Sharon membeo, sebelum kemudian membawa Baby Lea keluar dari sana."Kamu beres-beres lah. Aku saja yang mengurus susu Baby Lea."Selena menghela napas. Sharon terlalu baik membantunya. Tak terbayang kalau ia sendiri yang mengurus Baby Lea, bisa-bisa sampai siang ia baru selesai.Selena melempar handuk dari tubuhnya. Buru-buru mengenakan seragam kerjanya, tak lupa memasukkan map perusahaan yang ia bawa pulang kemarin ke dalam tasnya."Ponselku," gumamnya lantas menyambarnya. Sekilas melihat notif pesan dan panggilan dari Aditya namun hanya mengabaikannya.Mungkin Aditya tengah menunggunya di perusahaan, karena tak melihatnya ada di ruangan maka meneleponnya.Selena melirik jam, tinggal lima menit lagi ia harus sudah tiba di perusahaan. Ia memacu larinya ke pangkalan ojek
"Nanti kamu yang menjelaskan detil perusahaan Adiguna Jaya kepada mitra bisnis baru itu ya, Selena," ujar Aditya sebelum mereka masuk ke ruangan pertemuan. "Ingat, kamu harus bisa menyakinkan mereka bekerjasama.""Baik, Pak," sahut Selena meremas sisi map di pelukannya.Di dalam ruangan tampak tiga orang menunggu mereka, dua pria muda dan satu orang wanita cantik. Selena mengambil duduk bersebelahan dengan dengan Aditya. Sementara ketiga orang tersebut duduk berseberangan meja dengan mereka. Aditya tampak gelisah, tampak dari wajahnya yang sesekali menoleh kepada Selena."Saya Selena sekretaris sekaligus pembicara Pimpinan perusahaan Adiguna Jaya. Di samping saya, Tuan Muda Aditya Wiguna Genio, beliau pimpinan perusahaan Adiguna Jaya." Selena memperkenalkan dirinya dengan Aditya. Kemudian menarik tangan Aditya untuk memperkenalkan dirinya."Kenapa tidak kamu saja, Selena?" omel Aditya berbisik padanya. Selena yang sudah terbiasa bertemu dengan mitra bisnis perusahaan Collins, tidak
Selena yang terpojok di sudut ruangan, menepis tangan Aditya saat pria itu hendak mengangkat dagunya."Kamu tahu hukuman apa yang bisa kulakukan jika kamu masih berani membantahku," kata Aditya datar tanpa ekspresi.Selena bergeming, pasrah Aditya melakukan apapun padanya. Memejamkan matanya, saat merasakan hembusan napas Aditya mulai menyapu hangat di wajahnya.Selena cuma bisa berharap seseorang datang menyelamatkannya, dari kemungkinan Aditya melakukan hal macam-macam lagi."Jawab aku, Selena!" bisik Aditya, napasnya terdengar memburu.Takut-takut Selena membuka matanya. Beberapa detik jantungnya berhenti saat pandangannya bersirobok dengan manik hitam legam, di bawah alis tebal Aditya.Selena merasakan tubuhnya bergetar hebat, cepat-cepat mengurai pandangannya dari wajah Aditya."Permisi, Pak," katanya mendorong Aditya.Alih-alih lepas, Aditya malah mengungkung Selena dengan lengan tangannya yang kekar."Jangan munafik, Selena. Aku tahu kamu juga menikmatinya semalam."Merasa terhi