Share

03

Persiapan pernikahan dilakukan secara kilat, bahkan Aleena baru tahu jika ternyata orang tua Aksa adalah seorang pengusaha yang dulunya menjadi salah satu relasi bisnis mendiang sang Ayah.

Wajah Aleena sejak tadi ditekuk, ia benar-benar merasa bosan sekaligus kesal sekarang. Ia sudah berada di butik tempat dirinya mencoba gaun-gaun untuk pernikahannya bersama Aksa nanti.

Sudah lebih dari satu jam ia mencoba berbagai model gaun, namun masih belum menemukan yang dirasa cocok.

Sebenarnya yang memutuskan cocok atau tidaknya adalah Aksa. Pria itu yang memutuskan segala hal dan mengabaikan tiap-tiap aksi protes maupun penolakan yang dilakukan oleh Aleena.

Ini sudah kesekian kalinya Aleena mencoba gaun-gaun itu. Gadis itu berdiri di belakang tirai dengan menggengam se bucket bunga dengan wajah muram.

Tirai terbuka, menampakkan Aleena dengan gaun berekor panjang berwarna putih. Gaun dengan model kemben berhias manik-manik itu tampak begitu pas di tubuhnya, memamerkan leher jenjangnya dengan begitu jelas.

"Kami ambil yang ini," ujar Aksa tanpa basa-basi.

Aleena menghela napas lega, ia segera berganti pakaian dan berjalan mendekati Aksa.

Baru saja gadis itu akan mengumpati si pria, Aksa lebih dulu berbicara.

"Maaf saya tidak bisa mengantar kamu. Saya ada urusan penting dan mendadak, tapi kamu sudah saya pesan kan taksi online," katanya.

Pria itu berlalu begitu saja tanpa memperdulikan Aleena yang mengumpat dalam hati.

"Sial! Dasar cowok nyebelin!!"

Dan pada akhirnya Aleena benar-benar pulang sendirian dengan rasa kesal yang sudah mencapai ubun-ubun.

Pada mulanya tujuan Aleena memanglah ke rumah, namun saat ia melihat satu cafe langganan nya, ia merubah tujuan dengan cepat.

Dirinya turun dengan senyuman lebar.

"Coklat bisa bikin mood bagus lagi katanya, seengaknya kalo mood ku udah hancur gara-gara cowok stress itu, aku bisa naikin lagi pake coklat," monolognya masih dengan senyum yang terkembang jelas.

Ia dengan masuk ke dalam dan memesan satu gelas coklat chocolate milkshake dan beberapa kue. Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sembarang arah sembari menunggu pesanannya dibuat.

Mata Aleena menyipit, ia memperhatikan dengan lambat seorang pria yang duduk tidak jauh darinya. Pria itu bersama seorang lelaki dengan kemeja berwarna biru muda.

Keduanya seperti tengah mengobrol kan sesuatu yang begitu penting.

"Itu 'kan, Aksa. Ngapain dia di sini? Katanya ada urusan penting!" gumam Aleena.

Dengan radar kekesalan yang menggebu, gadis itu melangkah mendekat ke arah Aksa. Ia melipat tangannya di depan dada dan memasang wajah sangar begitu sampai di depan meja dua pria tersebut.

"Jadi ini urusan penting kamu?" mulai Aleena dengan nada kesal.

Aksa masih saja memperhatikannya dalam diam, ekspresi pria itu juga begitu datar. Berbeda dengan pria di depannya yang tampak kebingungan.

"Ada apa kamu ke sini?"

Bukannya menjawab, Aksa justru balik bertanya pada Aleena.

"Kenapa aku di sini? Kamu jelas-jelas ninggalin aku di butik dengan alasan ada urusan penting, tapi tau-taunya kamu malah di sini."

Aleena sengaja menaikkan volume suaranya, ia ingin membalas dendam atas perlakuan Aksa yang suka seenaknya.

Dan terbukti, beberapa pengunjung cafe mulai melihat ke arah mereka, bahkan beberapa di antaranya mulai berbisik lirih.

Merasa diperhatikan, Aksa bangkit dari duduknya. Pria itu kemudian menggandeng lengan Aleena, setengah menyeret, membawanya ke arah mobil miliknya.

Tanpa mengatakan apapun Aksa memaksa Aleena untuk masuk, kemudian dirinya menjalankan mobil dan pergi dari cafe tersebut.

***

Perjalanan saat itu terasa begitu lama, Aleena diam seribu bahasa begitupun dengan Aksa.

"Apa yang sebenarnya kamu mau?" pertanyaan Aksa membuat Aleena menoleh. Gadis itu mengerutkan keningnya.

"Saya tahu kamu sengaja melakukannya agar orang-orang memperhatikan kita, kamu mau membalas saya karena ninggalin kamu, 'kan," ujar Aksa lagi.

Aleena diam karena memang itu kenyataanya. Aksa sempat mencuri pandang ke arah Aleena dan tersenyum kecil.

"Kamu mau saya batalin semuanya?"

Sekali lagi perkataan Aksa menarik perhatian Aleena. Pupil mata gadis itu membesar karena antusias.

"Beneran? Kamu mau ngebatalin semuanya?"

Aksa tersenyum kecil, pria itu membatin jika Aleena begitu polos.

"Menurut mu?" tanya Aksa balik.

Dan seketika saja raut wajah Aleena berubah, ia tahu jawaban apa yang muncul dari ekspresi juga senyum mengejek Aksa.

"Pernikahan kita harus tetap berlanjut, nggak peduli apapun yang terjadi kamu tetap harus jadi istri saya," ucap Aksa dengan menekan kata harus.

Aleena mendesah, ia benar-benar sudah mencapai pada puncaknya.

"Kenapa harus aku? Kita bahkan nggak saling kenal! Kamu pasti punya niat terselubung, iya 'kan!" sentaknya.

Aksa terkekeh kecil, pria itu kemudian mengangguk dengan entengnya, membuat Aleena juga cukup terkejut.

Ia pikir Aksa akan mengelak atau memberikan alasan untuk menutupi niatnya yang sebenarnya.

"Saya memang punya niat sama kamu, dan cuma kamu yang bisa bantu saya," ujar Aksa dengan nada serius.

"Kenapa harus aku?"

Cukup lama Aksa terdiam, pria itu seolah enggan untuk menjawab pertanyaan Aleena.

"Aksa, jawab. Kenapa harus aku? Orang kaya kamu pasti banyak yang mau menikah sama kamu, kenapa harus aku. Asal kamu tahu, aku nggak mau menikah untuk saat ini, masih banyak hal yang pengen aku kejar. Aku-"

"Masih banyak hal yang pengen kamu kejar, atau karena kamu takut buat komitmen di pernikahan itu sendiri?" potong Aksa cepat.

Kini giliran Aleena yang terdiam. Ia tidak bisa menjawab apapun karena yang dikatakan Aksa memanglah benar.

Ketakutan juga trust issue yang dimilikinya jadi salah satu faktor mengapa ia masih memilih melajang sampai saat ini.

Dirinya terlalu khawatir dan takut untuk menikah, terlalu takut untuk berkomitmen pada pondasi pernikahan yang pada akhirnya akan gagal.

"Jangan asal bicara kamu! Alasan aku belum mau menikah karena masih banyak hal yang mau aku kejar," sanggah Aleena dengan cepat.

Ia tidak ingin kegelisahan nya saat ini diketahui oleh siapapun. Termasuk orang-orang terdekatnya.

Mobil yang dikendarai Aksa telah tiba di halaman rumah Aleena. Saat Aleena hendak membuka pintu Aksa lebih dulu menahannya dengan menguncinya.

"Apa yang kamu lakukan?" sungut Aleena.

"Jawab dulu pertanyaan saya. Kamu belum menikah sampai sekarang karena kamu takut, 'kan?"

Aleena menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Ia dengan berani menatap ke arah mata Aksa yang juga tengah menatapnya.

"Apapun alasan aku belum menikah sekarang, itu bukan urusan kamu?!" sahutnya dengan tekanan pada tiap kata. Seolah menegaskan apa yang dikatakannya.

"Saya nggak bisa menikah sama perempuan."

Perkataan Aksa membuat Aleena hanya bisa mengedipkan matanya beberapa kali.

Apa maksudnya? Pria ini tidak bisa menikah dengan perempuan?

"Apa maksud kamu?" Aleena bertanya dengan raut terkejut yang terlihat jelas. Tentu saja pikirannya sudah kemana-mana sekarang.

"Kamu…, gay?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status