"Kok bisa?"
"Ya bisalah."
"Ruwet bener hidupmu. Aku pikir cuma masalah gagal move on."
"Memangnya kamu ky."
Kedua sahabat itu tengah menikmati secangkir kopi sambil memandang belahan jiwa masing-masing yang tengah bermain di ayunan bersama seorang bayi cantik berumur 4 bulan.
"Putrimu cantik ya Ky." Bagas tersenyum melihat Zahra putri Ricky.
Dua bulan sejak kejadian serangan anjing gila, Bagas dan Nawang memutuskan mengunjungi Ricky dan Lily di Wangon, Banyumas.
"Kamu juga bisa punya kayak gitu kok Gas."
Bagas menarik nafasnya pelan.
"Kenapa? Jangan bilang kalian belum ngapa-ngapain. Soalnya melihat bagaimana kamu natap Nawang. Fix kamu sudah berhasil move on dan jatuh cinta sama istrimu itu. Jadi, gak mungkin kamu gak ngapa-ngapain dia."
"Kok tahu."
"Tahulah, khan aku lebih berpengalaman.
"Kenapa? Ada yang aneh?""Gak papa.""Tapi kok mandenginnya gitu.""Kamu cantik."Blush. Pipi nawang memerah akibat gombalan Bagas."Gombal.""Hehehe. Beneran. Kamu cantik."Nawang pura-pura membuka kembali majalah untuk menutupi rasa malunya. Mereka sedang menikmati sore hari di teras paviliun."Bagas," panggil seseorang.Baik Bagas dan Nawang menoleh ke sumber suara."Ada apa Runi?""Mas Bisma panggil kamu.""Oh. Aku nemuin Mas Bisma dulu ya," pamit Bagas pada Nawang.Nawang hanya mengangguk kemudian mencium tangan suaminya. Bagas pun mengecup kening sang istri mesra. Kebiasaan baru bagi mereka semenjak melihat pasangan Ricky-Lily yang selalu melakukan hal itu ketika salah satu dari mereka harus pergi.Nawang memilih kembali pada majalahnya sedangkan Seruni duduk pada kursi yang tadi diduduki oleh Bagas."Bagas selalu romantis ya? Dari dulu dia sangat perhatian dan romant
Bagas dan Nawang tengah menikmati mie ayam yang cukup terkenal di daerah Kalibening. Walaupun cuma lesehan dan di pinggir jalan tapi rupanya pengunjungnya banyak."Suka?" tanya Bagas."Iya," jawab Nawang."Mas.""Hem.""Boleh minta lagi.""Hah? Kamu masih lapar."Nawang hanya mengangguk."Hahaha. Tumben biasanya jaim mau makan banyak.""Ish ... Mas Bagas. Orang Nawang masih lapar juga." Nawang cemberut dan mengerucutkan bibirnya."Gak usah manyun gitu. Tambah cantik tahu. Iya ini aku pesenin lagi."Nawang tersenyum senang. Matanya tampak berbinar ketika satu porsi mie ayam datang lagi. Nawang langsung melahapnya. Bagas tersenyum melihat tingkah sang istri.Puas menyantap mie ayam, mereka jalan-jalan di alun-alun kecamatan. Walaupun tak sebesar dan seramai di Pontianak tapi
Dua hari dua malam Bagas meninggalkan Nawang, Nawang melewati hari-harinya di rumah utama. Di sana dia harus menghadapi perlakuan dingin Eyang putri, perkataan sinis Bulik Betty, tutur kata manis Budhe Bina dan konfrontasi dengan Seruni.Konfrontasi pertama terjadi saat Seruni mengatakan bahwa dia akan mengikuti acara reuni teman kampusnya di Purwokerto."Runi mau menghadiri reuni temen-temen kuliah Runi, Eyang. Runi mau minta ijin," ucap Seruni saat sarapan pagi."Iya," sahut Eyang kakung pendek."Jangan mampir kemana-mana Runi, kasihan Bisma kalau kamu tinggal kelamaan," sahut Eyang putri."Iya Eyang.""Oh iya, Nawang dulu kuliah apa? Mbak dulu ngambil pendidikan bahasa inggris," ucap Runi dengan nada kalem tapi terkesan mengejek."Nawang cuma lulus kejar paket C Mbak," sahut Nawang kalem aslinya mangkel."Owh ya? Ya ampun Bagas kok seleranya rendah banget," sahut Betty."Betty!" hardik Eyang kakung.Betty m
"Ini cucu menantu saya yang kedua, istrinya Bagas." Eyang kakung mengenalkan Nawang."Loh Bagas yang anaknya Bagus tho mas. Wah cantik." Puji Eyang Sundari sepupu Eyang kakung. Pembawaannya kalem dan ningrat sekali."Kamu sudah isi Nduk?" tanyanya."Minta doanya Eyang?""Berapa lama nikahnya?""Sepuluh bulan.""Kamu yakin Nduk, lagi gak isi ini?""Maksud Eyang?""Ini perutmu kok beda? Yakin belum isi?""Eh. Itu?" Nawang mengingat-ingat kalau dua bulan ini dia sudah tidak menstruasi.Mata Nawang melotot, mungkinkah? Dia memandang kepada Eyang kakung dan Eyang Sundari."Kita telepon Bu Titik bidan desa."Eyang kakung meminta Maman memanggil Bidan Titik. Dan setelah memeriksa Nawang, Bidan Titik keluar dengan wajah semringah. Selamat Juragan Binawan, cucunya hamil perki
"Aduh!" pekik Nawang. Dia terpeleset dan kedua kakinya seperti akan split namun Nawang reflek menekankan kedua tangannya menyentuh lantai. Sehingga tubrukan antara pantatnya dan lantai bisa dihindari."Ya Allah Den? Den Nawang gak papa. Maafin Juminten ya Den."Bagas segera keluar dari kamarnya mendengar teriakan Nawang."Kenapa?" tanyanya khawatir.Juminten ketakutan melihat ekspresi Bagas. Bagas melihat lantai yang basah habis di pel."Bukannya kamu sudah ngepel? Kenapa ngepel lagi?" tanya Bagas dingin."I-ini tadi kotor. Den Seruni menjatuhkan makanan buat Den Bisma." Juminten berkata sambil menunduk takut."Mas." Nawang berusaha meredakan amarah Bagas sambil mengelus-elus punggungnya."Ada apa ini?" tanya Eyang putri dingin."Gak papa Eyang," sahut Nawang.Bagas hanya diam saja tapi matanya menatap marah pada Juminten dan Seruni yang baru saja datang bersama yang lain. Rupanya teriakan Nawang terdengar sampai
Bestari mengintip ke dalam ruang ICU, dimana Bagas tengah tak sadarkan diri. Air mata mengucur deras dari matanya. Bestari memasuki ruangan setelah menggunakan pakaian khusus. Dibelainya wajah sang cucu dengan sayang. Bestari menggigil ketakutan mengingat kejadian 30 tahun yang lalu. Dimana seseorang dengan wajah yang mirip dengan Bagas terbujur kaku dan tak bernyawa."Hei. Kamu mau tidur terus? Apa kamu tidak takut aku atau orang lain akan mencelakakan anak istrimu lagi? Ayo bangun karena aku tak akan tinggal diam saja," ucap Bestari lirih ditelinga sang cucu yang tak sadarkan diri.Setelah mengucapkan hal demikian, Bestari keluar dari ruangan Bagas.1 menit2 menit3 menit4 menit5 menitKemudian jari Bagas bergerak, tiba-tiba napasnya seperti sesak. Suster yang berjaga segera mendekati Bagas dan menekan tombol untuk meminta pertolongan. Dokter segera melakukan tindakan penyelamatan.Tindakan memacu jantung dilakukan kare
"Masih sakit Mas?""Gak.""Beneran? Kok meringis begitu.""Gak papa. Anak kita gimana?""Dia baik. Kangen dia ditengokin sama ayahnya.""Yang kangen anaknya apa ibunya?""Hehehe.""Ish. Isteri mas sekarang ya?""Tapi suka kan?""Sukalah."Bagas memeluk tubuh sang istri penuh sayang. Sudah satu minggu Bagas dirawat setelah bangun dari koma. Hari ini niatnya Bagas akan pulang, tergantung bagaimana diagnosa dari dokter setelah visit nanti siang."Mas kangen kamu. Kamu tahu gak sih!""Lah ini Nawang di sini."Seruni memasuki kamar rawat Bagas bersama Bowo. Tentu saja Seruni melihat bagaimana mesranya Bagas dan Nawang. Sungguh menyebalkan dan membuat iri saja."Mas," panggil Bowo."Eh Wo. Baru datang," ucap Bagas tanpa melepas pelukan tangannya pada bahu Nawang. Mereka tengah duduk di atas ranjang pasien."Iya Mas. Ini aku sama Mbak Seruni."Nawang menatap Seruni dengan
"Kami sudah menangkap teman tersangka Pak.""Baik, dimana dia?""Mari saya antar."Genta mengikuti anak buahnya dan menemui rekan Santoso."Kamu Dianto, 'kan?""Iya benar.""Kamu tahu siapa yang menyuruh Santoso untuk mencelakai saudara Bagas.""Tidak. Orang itu hanya menelepon kemudian mengantarkan uangnya di tempat yang sudah dia tentukan.""Benarkah?""Dia laki-laki atau perempuan.""Yang menelepon suara perempuan.""Hem ... Dari suaranya kira-kira usiannya masih muda atau sudah tua?""Suaranya melengking.""Melengking. Baiklah."Genta berpikir, suara melengking dalam keluarga Bagas hanya dimiliki oleh ... Ya Ampun. Mungkinkah?****"Kamu kenapa, Wo?""Gak papa, Bu. Bowo cuma kecapean."