126Walaupun seharian ini didera rasa mual, tapi Mentari menjalani hari dengan bersemangat. Untung rasa mual itu masih dapat ditahan dan disembunyikan dari sang suami yang hari ini terlihat sangat sibuk. Padahal jika saja ia sudah memberikan kejutan ini dan Samudra tahu dirinya hamil, ingin rasanya bermanja walaupun sekadar minta diolesi minyak kayu putih atau dipijat tengkuk.Namun, demi surprise yang sudah ia rencakan, semua harus ditunda.Sekali lagi Mentari tersenyum di depan cermin toilet. Lalu membasuh mulutnya yang baru saja mengeluarkan sedikit cairan efek mualnya. Kemudian memejam sebentar untuk membayangkan wajah Samudra dan Nenek Widya yang terkejut tetapi bercampur kebahagiaan saat mendapat kabar darinya jika di rahimnya kini tengan tumbuh benih Samudra.Wanita itu mengelap bibirnya sebelum sekali lagi tersenyum. Setelah ini hidupnya akan lebih sempurna. Suami yang sangat baik dan meratukannya, ibu mertua yang bak iku kandung. Perusahaan ayahnya yang semakin stabil bahkan s
127“Sayang, kamu yakin nggak mau ikut?” Pria berjas warna krem itu menatap wajah cantik yang tersenyum. Namun, senyuman itu nyatanya tidak bisa menyembunyikan sesuatu di wajahnya.“Iya, Mas. Aku mau langsung pulang ke rumah nenek saja. Kepalaku sedikit pusing. Aku mau istirahat saja,” balas wanita bertubuh mungil dengan yakin. Rasa tidak nyaman di perutnya membuatnya ingin cepat pulang. Dan sebenarnya ia ingin pulang ke apartemen saja agar bisa langsung istirahat. Namun, rencana memberikan surprise untuk dua orang tercintanya sekaligus tidak mungkin ditunda. Ia ingin malam ini juga berita baik itu sampai ke telinga mereka.Sayangnya, perusahaan yang mulai menggeliat mengharuskan sang suami lebih keras dalam bekerja. Dan perusahaan yang menggeliat mulai dilirik banyak calon investor. Terlebih saat mereka tahu siapa yang mengelola saat ini.“Ya, sebaiknya memang begitu. Wajahmu terlihat pucat,” balas sang suami juga sambil mengelus pipi istrinya yang tidak seranum biasanya. Ia harus mak
128Sambil berjalan, Mentari mengusap dada untuk menetralkan jantung yang sempat melonjak dan terasa ingin copot efek emosi yang meluap. Bagaimana Bastian begitu berani menyentuhnya dengan tangan kotornya. Lai-laki itu benar-benar tidak tahu malu di mata Mentari.Tentu saja ia menolak ajakan Bastian untuk bicara. Baginya, tidak ada yang perlu dibicarakan lagi antara dirinya dengan laki-laki itu. Apalagi berdua saja tanpa sang suami. Apa pun yang ingin dibicarakan Bastian, baginya tidak penting.“Apa Novita tidak di rumah, Mbak?” tanya Mentari ke pelayan yang menyertainya. Mereka kembali menuju kamar Nenek Widya.“Saya belum melihat Nona Novita, Non. Tuan muda dan istrinya jarang terlihat bersama belakangan ini.”Mentari tidak menanggapi apa-apa, selain karena tidak peduli apa pun yang terjadi dengan pernikahan mereka, ia juga sudah tiba di tempat yang dituju. Pelayan itu mengetuk pintu kamar sebelum membukanya. Tentu saja setelah ada sahutan dari dalam. Lalu mempersilakan Mentari masu
129Mentari masih belum mengerti apa yang terjadi saat seseorang masuk dari pintu dengan wajah yang sama merah padam seperti pria yang masih menudingnya.“Ada apa ini?” tanya pria yang baru saja masuk seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Wajah merahnya semakin merengut melihat Mentari yang mulai ketakutan, juga laki-laki tanpa pakaian di sampingnya.Mentari menggelengkan kepala dengan keras. Jangan tanya bagaimana perasaannya saat ini. Mendapati tubuh sendiri tak berpakaian di atas ranjang bersama laki-laki yang bukan suami adalah ketakutan yang hakiki. Lihatlah bagaimana tatapan Samudra yang seolah ingin menelannya hidup-hidup.“Bastian, Mentari, apa yang kalian lakukan?” Pria yang baru saja masuk dan tidak lain Benny bertanya lagi. Suaranya lebih tinggi dari sebelumnya.Mentari yang tiba-tiba merasa tertarik ke pusaran hitam dengan tubuh seringan kapas, tak bisa berpikiran apa pun. Ia tak ingin bicara apa pun dengan siapa pun. Saat ini yang ingin dilakukannya adalah m
130Dengan tangan gemetar, Mentari meraih salah satu lembaran foto yang terserak di pangkuannya. Wanita itu menahan napas saat mendekatkan benda itu ke wajahnya. Matanya memicing sebelum akhirnya membola. Lalu diambilnya foto lainnya dan memperlihatkan ekspresi wajah yang sama seperti sebelumnya.Terus dan terus, Mentari memunguti hampir semua foto itu dengan dadanya yang mulai naik turun dengan cepat.Setelahnya wanita itu menggeleng keras. Darahnya terasa mendidih, kepalanya terasa terbakar. Bagaimana tidak, semua foto itu memperlihatkan keintiman dirinya dan Bastian yang sangat natural. Bahkan adegan tadi sore saat mereka berpapasan dan Bastian menahan tangannya juga ada. Tetapi diambil dengan jepretan anggel yang pas, hingga mereka terlihat seperi sedang berpegangan tangan dan saling menatap dalam jrak dekat.Siapa pun yang tidak berada di tempat kejadian memang akan mengira jika ia daan Bastian tengah saling berpegangan tangan dengan mesra.Lalu, ada juga foto ia dan Bastian dudu
131“Mas …?” Bibir Mentari bergetar. Matanya sudah diliputi awan tebal. Tak percaya rasanya jika kalimat barusan terlontar dari mulut pria yang begitu dicintainya. Pria yang ia pikir akan lebih mempercayainya daripada makar yang dibuat orang-orang berhati busuk. Pria yang beberapa saat lalu masih saling melontarkan kemesraan dengannya.Perlahan, kepala wanita itu menggeleng. Napasnya tersengal karena dadanya seolah dihimpit ribuan ton beban hingga terasa sangat sesak. Bulir-bulir bening sudah tak lagi terelakkan meleleh cepat dari sudut matanya. Saling menyusul hingga berjatuhan membasahi selimut yang masih dipegangnya erat.“Mas ….” Kembali ia bersuara. Ingin rasanya bicara panjang lebar untuk menjelaskan jika semua ini hanya fitnah yang ingin menhancurkan pernikahan mereka.Bukankah Samudra sangat tahu bagaimana sifat keluarganya? Bukankah Samudra lebih faham bagaimana watak saudara dan keponakannya itu? Ingin juga Mentari melaporkan bagaimana sikap Bastian belakangan ini padanya ji
132Ruangan kamar yang cukup luas itu terasa dingin dan mencekam. Padahal malam-malam sebelumnya ruangan itu akan terasa hangat, bahkan panas setiap kali mereka menginap di sana. Kini, semua telah berubah dalam hitungan jam saja.Kesunyian terasa menyiksa seiring sikap Samudra yang terlampau dingin. Bahkan dinginnya udara yang terasa hingga menusuk tulang belulang, tidak seberapa dibanding sikap dingin pria itu selepas insiden tadi terhadap Mentari.Entah sudah berapa lama, di ruangan itu tidak ada suara yang terdengar selain isakan sang wanita. Entah sudah berapa lama pula Mentari menangis. Rasa perih tak berperi di hatinya membuat produksi air matanya mendadak melimpah ruah. Padahal, ia sudah lupa kapan terakhir menangis karena belakangan ini Samudra selalu melimpahinya kebahagiaan.Namun, kini cairan itu kembali menemaninya. Dan mungkin akan kembali menjadi teman setianya menjalani kehidupan.Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja statusnya kini menjadi seorang janda. Padahal kemarin ia m
133Sungguh, tiada malam yang lebih panjang dari malam ini. Setelah semua kejadian yang awalnya ia pikir hanya mimpi buruk ini, mata Mentari tak dapat terpejam barang sedetik pun. Wanita itu hanya bisa terdiam sembari memeluk luka hati yang menganga lebar.Luka yang tercipta begitu cepat tanpa ada fisarat atau apa pun sebelumnya. Bahkan sebelum ia tertidur sore tadi, semua masih baik-baik saja. Ia masih merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Suami yang meratukan, mertua yang kasih sayangnya melebihi ibu kandung, dan calon janin yang tengah tumbuh di rahimnya. Semua itu lebih dari cukup menjadikannya wanita paling bahagia.Siapa sangka begitu mudah jalan hidup berbelok. Dalam waktu hitungan jam saja, hidupnya kini seolah jungkir balik. Dari wanita paling bahagia, kini laksana manusia paling malang di dunia.Benarlah ungkapan yang sering Mentari dengar jika takdir adalah misteri. Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi bahkan satu detik ke depan. Kemarin, ia masih