130Dengan tangan gemetar, Mentari meraih salah satu lembaran foto yang terserak di pangkuannya. Wanita itu menahan napas saat mendekatkan benda itu ke wajahnya. Matanya memicing sebelum akhirnya membola. Lalu diambilnya foto lainnya dan memperlihatkan ekspresi wajah yang sama seperti sebelumnya.Terus dan terus, Mentari memunguti hampir semua foto itu dengan dadanya yang mulai naik turun dengan cepat.Setelahnya wanita itu menggeleng keras. Darahnya terasa mendidih, kepalanya terasa terbakar. Bagaimana tidak, semua foto itu memperlihatkan keintiman dirinya dan Bastian yang sangat natural. Bahkan adegan tadi sore saat mereka berpapasan dan Bastian menahan tangannya juga ada. Tetapi diambil dengan jepretan anggel yang pas, hingga mereka terlihat seperi sedang berpegangan tangan dan saling menatap dalam jrak dekat.Siapa pun yang tidak berada di tempat kejadian memang akan mengira jika ia daan Bastian tengah saling berpegangan tangan dengan mesra.Lalu, ada juga foto ia dan Bastian dudu
131“Mas …?” Bibir Mentari bergetar. Matanya sudah diliputi awan tebal. Tak percaya rasanya jika kalimat barusan terlontar dari mulut pria yang begitu dicintainya. Pria yang ia pikir akan lebih mempercayainya daripada makar yang dibuat orang-orang berhati busuk. Pria yang beberapa saat lalu masih saling melontarkan kemesraan dengannya.Perlahan, kepala wanita itu menggeleng. Napasnya tersengal karena dadanya seolah dihimpit ribuan ton beban hingga terasa sangat sesak. Bulir-bulir bening sudah tak lagi terelakkan meleleh cepat dari sudut matanya. Saling menyusul hingga berjatuhan membasahi selimut yang masih dipegangnya erat.“Mas ….” Kembali ia bersuara. Ingin rasanya bicara panjang lebar untuk menjelaskan jika semua ini hanya fitnah yang ingin menhancurkan pernikahan mereka.Bukankah Samudra sangat tahu bagaimana sifat keluarganya? Bukankah Samudra lebih faham bagaimana watak saudara dan keponakannya itu? Ingin juga Mentari melaporkan bagaimana sikap Bastian belakangan ini padanya ji
132Ruangan kamar yang cukup luas itu terasa dingin dan mencekam. Padahal malam-malam sebelumnya ruangan itu akan terasa hangat, bahkan panas setiap kali mereka menginap di sana. Kini, semua telah berubah dalam hitungan jam saja.Kesunyian terasa menyiksa seiring sikap Samudra yang terlampau dingin. Bahkan dinginnya udara yang terasa hingga menusuk tulang belulang, tidak seberapa dibanding sikap dingin pria itu selepas insiden tadi terhadap Mentari.Entah sudah berapa lama, di ruangan itu tidak ada suara yang terdengar selain isakan sang wanita. Entah sudah berapa lama pula Mentari menangis. Rasa perih tak berperi di hatinya membuat produksi air matanya mendadak melimpah ruah. Padahal, ia sudah lupa kapan terakhir menangis karena belakangan ini Samudra selalu melimpahinya kebahagiaan.Namun, kini cairan itu kembali menemaninya. Dan mungkin akan kembali menjadi teman setianya menjalani kehidupan.Bagaimana tidak? Tiba-tiba saja statusnya kini menjadi seorang janda. Padahal kemarin ia m
133Sungguh, tiada malam yang lebih panjang dari malam ini. Setelah semua kejadian yang awalnya ia pikir hanya mimpi buruk ini, mata Mentari tak dapat terpejam barang sedetik pun. Wanita itu hanya bisa terdiam sembari memeluk luka hati yang menganga lebar.Luka yang tercipta begitu cepat tanpa ada fisarat atau apa pun sebelumnya. Bahkan sebelum ia tertidur sore tadi, semua masih baik-baik saja. Ia masih merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Suami yang meratukan, mertua yang kasih sayangnya melebihi ibu kandung, dan calon janin yang tengah tumbuh di rahimnya. Semua itu lebih dari cukup menjadikannya wanita paling bahagia.Siapa sangka begitu mudah jalan hidup berbelok. Dalam waktu hitungan jam saja, hidupnya kini seolah jungkir balik. Dari wanita paling bahagia, kini laksana manusia paling malang di dunia.Benarlah ungkapan yang sering Mentari dengar jika takdir adalah misteri. Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi bahkan satu detik ke depan. Kemarin, ia masih
134Mentari memejam sebentar sebelum berbalik. Lalu menatap wanita usia awal tiga puluhan yang selama ini setia melayaninya jika sedang bertandang ke rumah itu. Diembuskannya napas kasar untuk menetralkan jantung yang mendadak bertalu.“Mbak, nanti tolong sampaikan sama Tuan mudanya, kalau saya pergi,” ujarnya setelah mengatur napas yang sempat tersengal.“Pergi ke mana, Nona Tari? Kenapa Nona tidak bicara langsung dengan Tuan Samudra?”Mentari menelan ludahnya. Ia bukan tidak tahu jika sikapnya ini seperti seorang pengecut yang lari dari masalah. Namun, baginya saat ini lebih baik menghilang dari mereka semua. Ia tahu siang ini harus kembali berhadapan dengan keluarga Hanggara.Samudra pasti ingin membicarakan perihal perusahaan. Dan ia sama sekali sudah tidak peduli. Baginya, semua itu milik Samudra kini, karena dengan uang dialah perusahaan kembali berjalan. Kalaupun diserahkan padanya, ia tidak akan sanggup mengelolanya sendiri tanpa pria itu. Sama saja dengan kembali menghancurka
135“Ah, sudahlah!” Bastian mengibaskan tangannya seraya ingin berlalu, tetapi Novita tidak membiarkannya begitu saja. Wanita itu gegas menarik tangan Bastian. Bahkan disentakkan hingga tubuh suaminya berbalik dengan kasar.“Kamu tidak akan ke mana-mana sebelum menjelaskan semuanya, Bastian!” Novita menjerit dengan suaranya yang memekkan telinga.“Kenapa kamu harus tidur dengan jalang itu di sini, hah? Apa sebenarnya yang kamu rencakan? Lalu ibuku? Ada hubungan apa dengan semua ini? Kenapa kamu tiba-tiba saja menyebutnya? Kamu bahkan tidak peduli sama sekali dengan nasib ibuku, bukan?” Suara Novita semakin meninggi. Raut frustrasi berbaur dengan kekecewaan yang besar.Wanita itu tidak ingin percaya saat ibu mertuanya memberitahu jika Bastian dan Mentari tertangkap basah tidur bersama.Karenanya wanita itu langsung berlari menuju kamar Samudra yang biasa suami istri itu gunakan jika menginap di sana. Ia berharap jika yang dikatakan Esther hanya bualan semata. Tapi kenyataannya …. bola
138Mentari menarik napas sepanjang mungkin dan membuangnya perlahan sesaat sebelum benar-benar membuka pintu. Ia tahu datang dulu ke sini rentan membuat air matanya kembali tumpah dan luka hatinya semakin menganga. Belum lagi risiko Samudra menyusul. Namun, ia tetap harus ke sini untuk mengambil barang-barangnya.Tidak mungkin pergi tanpa membawa apa-apa. Bagaimana pun ia butuh modal untuk melanjutkan hidup nantinya. Dan karena selama ini ia hanya bisa menulis, akan ia melanjutkan, bahkan lebih menekuni apa yang sudah dirintisnya selama ini. Toh, dari sana pun sebenarya ia sudah mendapat penghasilan yang cukup untuk melanjutkan hidup.Mentari perlu menyalin data-data penting di laptop pemberiaan Samudra yang tidak akan dibawanya ke plashdisk atau sebagian ke memori HP. Meminimalisir membawa barang-barang pemberiaan Samudra adalah salah satu caranya agar nanatinya tidak terlalu mengingat pria itu terus walaupun yakin tidak semudah yang dibayangkan.Kaki sang wanita mulai memasuki unit
137“Kau mengerti sekarang, hah?” Suara Bastian serupa desisan. “Kau mengerti kenapa aku begitu ingin menikahi Mentari sejak dulu? Jadi … aku menikahimu dan membuang Mentari itu serupa dengan membuang berlian memungut batu kali.”Diakhiri dorongan cukup kuat di tubuh Novita, Bastian melepaskan jambakan di rambutnya hingga tak ayal tubuh wanita itu terhuyung dan jatuh terduduk di lantai.“Makanya sejak dulu aku bilang kalau hubungan kita lebih baik diam-diam saja. Toh, aku tidak akan membuangmu selama kamu bisa mengikuti aturanku. Kita tetap bisa berhubungan meski aku menikahi Mentari. Tapi dengan bodohnya kamu malah ingin kunikahi dengan resmi hingga hilanglah kesempatanku untuk menikahi perempuan itu.”Tidak ada jawaban dari Novita, dan saat Bastian melirik perempuan yang masih terduduk di lantai itu, matanya memicing. Wanita itu tanpa sedang berikir keras, terlihat dari keningnya yan berkerut.“Bagaimana mungkin Mentari memiliki 40% saham Hanggara Enterprise? Dia tidak punya apa-apa