Share

Merelahkan

         Bila memang tak seharusnya dimiliki pasti akan menjauh. Tidak perlu memaksa jika memang tidak bisa dilanjutkan. Daripada hubungan itu menjadi bengkok bahkan sampai patah. Hanya perlu waktu saja untuk merelakan. Bukankah melihat orang yang disayang bahagia, kita juga ikut bahagia. 

  Jatuh cinta hal yang wajar. Tapi jika cinta itu membuat orang lain tersiksa, lebih baik bersahabat saja. Menyayangi tanpa harus ada rasa yang lebih. Bersama tanpa harus ada cemburu. Melengkapi tanpa harus bersatu dalam ikatan yang namanya cinta.

“Rif tunggu.” Niswa mengejar Rifda yang berlari kecil menjauhinya.

“Rif, gue bisa jelasin semuanya.”

Rifda hanya diam, langkahnya semakin cepat untuk meninggalkan kampus. Dia berjalan begitu cepat di jalan raya untuk mencari angkutan umum.

“Rif jangan gini dong. Kita udah janji loh untuk saling menjaga satu sama lain.”

Rifda mulai menyebrang, tapi ada sebuah mobil dengan kecepatan tinggi yang melaju. Rifda yang tidak mengetahuinya langsung saja melangkah ke depan. Niswa yang melihat segera menarik tangan Niswa. Hampir saja Rifda tertindas oleh mobil itu.

“Lo apa-apaan sih Nis. Lo tau itu berbahaya.” Rifda sangat marah dengan Niswa. Lebih tepatnya khawatir.

“Kenapa,,kenapa lo baru ngomong. Gue udah manggil loh dari tadi, tapi apa lo ngak mau dengerin gue. Hemmm,” ucap Niswa sambil meneteskan air mata.

Rifda bertolak pinggang membuang wajah yang tadi menghadap ke Niswa.

“Lo mau jelasin apa?” tanya Rifda.

“Gue minta maaf. Gue ngak bermaksud hancurin perasaan lo. Tapi gue ngak bisa terus bohong sama perasaan gue. Gue juga ngak tau kalau Riswan juga punya rasa yang sama kayak gue. Gue ngak ngak tau, Kalau lo mau gue akan putusin Riswan,” jelas Niswa.

“Semudah itu lo lepasin kak Riswan?”

“Gue ngak mau bersahabtan kita hancur gara-gara ini. Gue sayang sama lo Nis. Gue udah anggep lo kayak saudara gue,” ucap Niswa dengan air matanya yang mengalir deras. Selama Niswa tinggal sendiri, dia selalu kesepian tapi semenjak kedatangan Rifda suasana hatinya lebih baik. Dia merasa sangat cocok bercerita dan berbagi rasa dengan Rifda sebagai sahabat. Mereka saling tolong menolong satu sama lain saat sedang kesusahan.

Rifda diam menatap Niswa, kemudian dia memeluk sahabatnya dengan erat.

“Maafin gue Nis, gue yang salah. Ngak seharusnya gue seperti ini. Maafin gue,” ucap Rifda dalam pelukan Niswa. Mereka berdua sama-sama menangis.

Mereka kemudian melepaskan pelukan.

“Gue tau lo suka sama Riswan. Tapi gue malah khianati lo,” ucap Niswa.

Rifda memegang tangan Niswa, “Kalian berdua berhak bahagia. Lagipula banyak kok cowok yang lebih baik dari kak Riswan.” Rifda mengatakan dengan tulus meskipun tidak dipungkiri hatinya masih perih.

“Lo harus janji sama gue. Kalau hubungan kalian akan baik-baik saja,” ucap Rifda sambil tersenyum.

Air mata Niswa semakin deras mendengar perkataan Rifda. 

“Loh, kok malah nangis sih. Udah dong.” Rifda menghapus air mata yang menetes dipipi tirus Niswa.

“Gue janji Rif,” ucap Niswa.

“Loh juga jangan dong.” Niswa ikut mengusap air mata Rifda dipipi chubbynya.

Mereka berdua saling tertawa bahagia. Sambil mengusap air mata yang tersisa.

*** 

Lauk pauk beserta teman-temannya sudah bersiap di meja makan. Riswan menatap semua masakan yang ada. Lengkap, dan merupakan makanan favoritnya. Ayam goreng dan sambel ijo sudah menawan perutnya. 

“Assalamualaikum. Nis?” ucap Riswan.

Bik Ina lewat membawa es buah.

“Bik, Niswa di mana?” tanya Riswan.

“Sebentar Mas, Non Niswa lagi beres-beres di dapur.”

Dalam pikiran Riswan, hari ini Niswa terlihat aneh. Dari isi pesannya dia terlihat bahagia sekali. Padahal dia tau kalau Niswa sedang ada masalah dengan Rifda. 

“Kamu udah datang?” sapa Niswa.

Riswan seketika kaget dengan sapaan Niswa, “Eh.”

“Kamu kenapa. Kok kayaknya binggung gitu?”

“Ngak kok. Cu,,man aku ngerasa kamu bahagian banget hari ini.”

“Emangnya aku tidak pernah bahagia.”

“Ya ngak. Maksudku itu, kamu kan lagi ada masalah dengan Rifda.”

Niswa hanya tersenyum sambill menata beberapa makanan yang ada dimeja.

“Emangnya kamu mau kita punya masalah terus,” ucap Rifda yang baru datang dari dapur.

“Rif, kamu?” Riswan kaget dengan kehadiran Rifda di rumah Niswa.

Rifda merangkul Niswa. Dan mereka saling tersenyum bahagia.

“Kalian udah baikan?” tanya Riswan.

“Menurut kamu?” jawab Niswa dan Rifda bebarengan.

Seketika raut wajah Riswan jadi bersinar melihat kedua sahabat itu saling percaya kembali.

“Gini dong, aku seneng banget kalau kalian kayak gini,” ucap Riswan.

Rifda melepaskan rangkulan pada Niswa dan menedektai Riswan, “Lagian kamu yang mulai duluan.”

Riswan diam sejenak, “A,,ku, aku ngak bisa bohongin perasaanku. Maaf.” Raut wajah Riswan berubah buram.

Niswa mulai mendekati Riswan dan merangkul di pundaknya, “Kamu harus harus tanggung jawab.”

“Hah,” ucap Riswan kaget.

“Kamu harus tanggung jawab,” ucap Rifda sedikit serius.

“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Riswan.

“Kamu harus menghabiskan makanan yang kami masak,” ucap Rifda.

“Ya,” tambah Niswa sambil tersenyum.

“Kalian. Sebenarnya kalian ini sudah baikan atau belum?” tanya Riswan serius.

“Kak. Aku tau aku hanya suka sama kamu. Tapi aku juga tau kalau kamu suka pada Niswa. Dan Niswapun juga suka sama kamu. Jadi aku tidak berhak marah untuk hubungan kalian,” jelas Rifda.

“Rif, aku minta maaf,” ucap Riswan dengan penuh penyesalan.

Niswa dan Rifda sama-sama gadis yang baik hati. Mereka berdua juga cantik. Tapi hati Riswan lebih tunduk pada Niswa. Dan rasa itu sudah muncul saat Riswan mengenal Niswa yang masih duduk di bangku SMA.

“Kak, kakak tidak perlu minta maaf. Aku yang seharusnya meminta maaf pada kalian berdua. Maafin aku ya,” ucap Rifda.

“Udah dong. Kok jadi sedih-sedhan kayak gini. Rif semuanya sudah berlalu dan gue harap kita semua bisa saling menerima. Lebih baik kita makan. Tuh,,makanannya udah mangil-mangil,” ucap Niswa.

“Hahahaha,” tawa Rifda.

Riswan juga ikut tersenyum.

Mereka makan dengan lahap dan diselingi canda tawa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status