Share

Praktik Terakhir Sebelum Lulus

        Akhirnya pendidikan ini akan segera berakhir. Harapan demi harapan terwujud, meskipun sampai sekrang Rifda belum menemukan ayah kandungnya. Merantau sendiri di kota besar mengajarkan arti dari kehidupan yang lebih dalam. Menjadi pribadi yang bisa mengambil keputusan dengan tepat. 

 Praktik kali ini dilaksanakan dengan jangka waktu enam bulan setelah itu Rifda akan menjalani sidang skripsinya. 

 Ada yang menjangal di hati Rifda, kenapa dia harus satu kelompok dengan Reyhan. Cowok yang kasar dan punya banyak cewek itu. 

“Rif, lo satu kelompok sama Reyhan,” ucap Niswa yang melihat layar monitor di aula.

Rifda hanya diam dan tak menanggapi Niswa.

“Alhamdulillah kelompok ku jos-jos semua. Kenapa kita ngak pernah sekelompok ya. Udah kelasnya beda lagi,” celoteh Niswa.

Rifda masih dalam kekesalannya karena memikirkan kelakukan Reyhan nantinya.

“Rif,” panggil Sonia teman sekelasnya yang duduk di belakannya.

“Ya,” sahut Rifda sambil menoleh ke belakang.

“Gue nitip Reyhan ya sama lo. Lo lihat tuh ada Tania, lo tau kan dia itu cantik banget,” ucap Sonia.

Dalam hati Rifda, “Jagaain, emang gue bodyguardnya apa? Lalu hubungannya sama cewek cantik itu apa? Kalau emang dasarannya playboy ya tetep aja.”

“Gue ngak tau ya bisa jagain apa ngak. Ya kalau gue bisa milih, mungkin kita tukeran aja agar lo bisa ngawasin Reyhan,” ucap Rifda.

“Gue bener-bener minta tolong sama lo. Kan lo orangnya cerewet nih dan petuah lo ngenah banget. Mungkin aja dia dengerin kata-kata lo,” pinta Sonia.

“Lo itu apa-apaan sih Ni, ya kali gue jagain cowok orang,” ucap Rifda.

“Gue tuh tau tipe-tipenya cowok gue. Maksudnya hanya lo anggota kelompok yang paling ngak suka aneh-aneh. Kevin kan udah ada Dinda. Jadi kan cuma lo aja yang ngak aneh-aneh sama cowok gue,” ucap Sonia.

“Oh, gue tau maksud lo, gue itu ngak la-,” ucap Rifda tapi disela oleh Sonia. “Bukan itu, lo itu cantik cuman lo itu ngak genit. Pliss ya tolong gue,” pinta Sonia lagi.

Niswa menoleh ke belakang karena mendengar percakapan mereka berdua, “Lo itu apa-apaan sih Ni nyuruh Rifda aneh-aneh.”

“Gue itu ngak minta aneh-aneh. Cuman ngawasin aja, nanti gue tanya kabar tentang Reyhan Rifda tinggal balas. Gitu aja,” ucap Sonia.

“Udah-udah. Gue ngak bisa janji ya. Lagipula gue ngak mau malah jadi ular dalam hubungan lo sama Reyhan,” ucap Rifda.

“Jadi lo mau kan Rif?” tanya Sonia.

Rifda hanya diam.

“Kalau lo diam berarti setuju dong,” ucap Sonia. Sonia memegang tangan Rifda, “Makasih banget ya. Lo temen gue yang baik banget.”

Rifda hanya membalas dengan tersenyum paksa. Kemudian dia dan Niswa berbalik menghadap ke depan lagi karena dosen mau memberikan penjelasan tentang praktik nanti.

“Aneh banget sih tuh orang. Terlalu over protektif,” ucap Niswa.

Rifda hanya mengendikkan bahu.

“Praktik kali in jangka waktunya lumayan lama. Untuk tugas-tugasnya sama dengan praktik sebelumnya. Cuman harus sesuai deadline, kalau kalian terlambat maka ada punishment berupa resum. Saya harap praktik kali ini bisa mengasa skill kalian dalam menanggani pasien. Ada pertanyaan dari penjelasan saya?” ucap Bu Lilis.

Ada cowok yang bertanya di seberang sana, “Untuk ketua timnya anggota kelompok sendiri yang menentukan bu?”

“Kalian sendiri yang menentukan, siapa yang cocok sebagai ketua,” jawab bu Lilis

“Oh ya ada tambahan, antar anggota kelompok harus kompak. Tidak ada yang beekrja sendiri kecuali tugas individu, untuk tugas kelompom seperti penyuluhan harus dikerjakan sama rata. Mengerti,” tambah bu Lilis.

“Mengerti bu,” jawab semua mahasiswa yang hadir di aula.

“Baiklah. Saya akhiri. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,” ucap bu Lilis.

“Waalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakatuh,” jawab semua mahasiswa.

Mereka semua satu persatu keluar dari aula dan membicarakan mengenai praktik klinik nanti. Ada yang satu kelompok tidak akur, ada yang ngak suka karena kelompoknya pada pemalas, ada yang ngak suka karena satu kelompok dengan suka cari muka, dan lain hal yang melibatkan kekurangan manusia. Suka ataupun tidak merupakan hak pribadi, dengan berjalannya waktu serta saling mengenal satu sama lain itulah saat di mana menilai seseorang versi persepsi masing-masing. 

“Rif, lo yakin nih sama permintaan Sonia tadi?” tanya Niswa.

Rifda asyik berjalan menuju parkiran, “Udahlah, ngak usah dipikirin. Lagian dia juga bakal tau yang bener dan yang salah nantinya.”

Mereka berdua terkadang berangkat bersama kalau jadwal masuk dan pulangnya sama. Niswa yang menjemput Rifda ke kosnya.

***

Hari pertama praktik di semester tujuh.

“Apa yang kurang ya?” tanya Rfda sendiri. Dia membuka tasnya kembali, mengecek jika d yang kurang.

“Pulpen udah, buku, name tag, buku materi, buku kendali,” ucapnya. “Udah lengkap,” tambahnya.

Drettt,,drett,drett, panggilan amsuk dari handphone Rifda, Dia tidak pernah mengaktifkan nada, hanya getaran saja. 

“Dinda,,” ucapnya.

“Rif, lo ada di mana,bgue ada di depam kos lo, kita berangkat bareng yuk, gue sama Kevin lagi marahan. Duh gue sedih banget, seharusnya gue berangkat sama Kevin tapi dia lagi marah sama gue. Lo cepet keluar ya.” Dinda berbicara tanpa memberikan kesempatan Rifda berbicara. Salam saja tidak. Rifda menjauhkan handphonenya sejenak, karena suara Dinda yang keras membuat telinganya agak ngilu.

“Waalaikumsalam Dinda?” ucap Rifda.

“Lo belum berangkat kan?” tanya Dinda lagi.

“Iya gue belum berangkat.”

“Yaudah lo cepet keluar dong. Gue tunggu di depan.” Dinda menutup panggilan.

Rifda melihat handphonenya, “Duh tuh anak,” gerutunya.

Rifda sudah ada di depan kos dan memanggil Dinda yang ada di depan gerbang.

“Din,” panggil Rifda.

Dinda segera menarik tangan Rifda dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Dia mulai melajukan mobilnya. Terlihat Dinda sangat tergesa-gesa padahal jam dinas masih cukup lama. 

“Lo kenapa sih. Ini masih jam setengah enem loh. Lagian perjalanan ke rumah sakit ngak samapi tigapuluh menit. Kita itu masuknya jam tujuh,” ucap Rifda.

Dinda diam fokus menyetir. Beberapa detik kemudian, “Lo tadi tau kan kalau gue lagi marahan sama Kevin.”

“Terus apa hubungannya sama sikap lo yang tergesa-gesa kayak gini?” tanya Rifda binggung.

“Lo ini, kenapa ngak ngerti-ngerti sih?”

“Emang ngak ngerti kok.”

“Kevin udah berangkat lebih awal. Kalau dia udah nyampek duluan, berarti dia ketemu Tania dong. Soalnya di story instagramnya dia udah nyampek di RS,” celoteh Dinda.

“Lo ngefollow Tania?” tanya Rifda.

“Ya ngak lah, ngapain gue follow dia,” jawab Dinda.

“Lah kok lo tau?”

“Kan gue banyak mata-mata Rif.”

Dalam hati Rifda, “Kenapa semua jadi sensi sama Tania sih, ngak Dinda ngak Sonia. Lagian Kevin juga udah putus kok dari Tania. Dan menurut gue dia cowok yang baik. Ngapain Dinda over banget sama tuh cowok.”

Sampai di Rumah Sakit pukul 05.45 WIB. Seharusnya tadi Rifda cari sarapan dulu, eh keburu Dinda jemput, jadi sekarang perutnya menagih asupan.

“Din, gue ke kantin dulu ya. Loh duluan aja nanti gue nyusul,” ucap Rifda.

Dinda menarik tangan Rifda, “Eh ,eh lo mau kemana? Lo harus temenin gue," ucap Dinda.

“Gue laper Din,” ucap Rifda.

“Udah loh tenang aja gue bawa roti nanti lo makan deh. Sekarang lo temenin gue nayri Kevin dulu.” Dinda menarik tangan Rifda kuat untuk mengikuti langkahnya.

“Eh, eh, pelan-pelan dong,” ucap Rifda.

Mereka berdua berjalan menuju ruang Rehabilitasi Medik, terlihat Kevin dan Tania sedang mengobrol. Dinda yang melihat kejadian itu seketika wajahnya memerah. Dia melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Rifda dan menghapiri Kevin.

“Oh jadi gini ya, udah janjian berangkat bareng?” ucap Tania dengan nada kesal, Kemudian Kevin berbalik menghadap Tania.

“Kamu,” ucap Kevin kaget.

“Kenapa kaget? Jadi gini ya kamu?” Dinda begitu kesal.

"Dasar pelakor, lo itu cuma mantan. Tau ngak?" Dinda melotot pada Tania.

“Din, kamu ini apa-apaan sih?” Kevin menarik tangan Dinda.

"Lo jangan nuduh orang sembarangan ya," bela Tania, karena dia memang tidak seperti apa yang Dinda pikirkan.

Mereka saling beradu mulut 

 Rasanya Rifda ingin sekali melerai mereka, karena malu dengan beberapa orang yang ada di sana. Apalagi mereka memakai jas alamamater. 

 “Maaf ya, tadi gue ngak berangakat bareng sama Kevin. Kita tadi cuma ngobrolin seputar tugas saja,” ucap Tania dengan tegas.

 Seketika Dinda makin merah saja wajahnya karena marah, “Lo ngak usah ngarang cerita ya.”

 “Din, kamu ngak usah kayak gini dong,” ucap Kevin.

 “Kamu kok jadi belain dia sih,” ucap Dinda.

 Kevin hanya memalingkan wajahnya, dia terlihat kesal dengan Dinda.

 Tania sudah muak dengan suasana ini dan memutuskan untuk pergi.

 Dinda menarik pergelangan tangan Tania kuat, “Enak aja lo pergi.”

 “Lepasin gue,” pinta Tania. Kali ini emosi Tania terpancing.

 Dinda masih saja tidak melepaskan. Tania menghempaskan tangan Dinda kasar sampai penganggan Dinda lepas. Kemudian Tania menatap Dinda tajam dan pergi berlalu.

 “Hey cewek genit, lo jangan godain cowok orang dong. Nyadar ngak lo,” teriak Dinda keras pada Sonia.

 “Din cukup,” ucap Kevin tegas.

 “Biarin aja. Biar dia nyadar.”

 Kevin mulai menunjukkan kekesalannya, “Cukup ya. Lihat ada orang di sini malu tau.”

 “Kamu?” Dinda menatap Kevin lekat.

 Kevin berlalu pergi tanpa pamit.

 “Kamu jahat banget sih Vin,” ucap Dinda sambil menangis. Rifda mulai medekat dan menenangkan Dinda.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status