Share

Teman Tapi Mencinta

Terkadang tak semua perasaan sama dengan kejadian. Telihatnya baik-baik saja kenyataan berantakan ataupun sebaliknya. Tapi tak semua yang terlihat baik-baik saja seperti itu dan memang benar baik-baik saja.

Banyak kerahasiaan padahal sudah lama mengenal. Ehhh, kenyataan memang Rifda baru tau kalau Niswa telah menjalin hubungan dengan cowok yang selalu ia ceritakan pada sahabatnya itu. Sakit rasanya, menyembunyikan sesuatu yang menyangkut perasaan. Dan sakit itu bertambah saat kepercayaan dihancurkan.

Rifda bersusah payah membuat kue ulang tahun pada Riswan. Dan berniat memberikan kejutan padanya. Dia sengaja tidak memberitau akan ke rumah Niswa, ingin mengajaknya untuk memberikan kejutan padaRiswan. Pemandangan tak terduga terlihat di depan mata Rifda. Sepasang kekasih yang saling berpelukan dan menyatakan ungkapan sayang. Seketika kotak kue berwarna coklat berhiaskan pita itu jatuh. Kue itupun hancur. Mata Rifda memerah melihat kejadian itu. Tak ada kata yang keluar dari mulut Rifda. Seketika dia berlari menjauh dari keduanya.

Sedangkan sepasang kekasih itu sedang asyik memuji satu sama lain.

"Kamu baik banget sih," puji Riswan pada Niswa. Karena kekasihnya itu memberikan sebuah jam tangan impiannya.

Dua sudut bibir Niswa mengembang, "Setiap orang punya kebaikannya sendiri. Terimakasih sudah menerimaku mejadi bagian dari hatimu."

Tangan mereka masih berpegangan. Kemudian saling berpelukan kembali. Kotak kecil hitam itu masih berada di tangan kiri Riswan.

"Selamat bertambah umur Ris, semoga hal-hal baik selalu menyertaimu," ucap Niswa dalam pelukan Riswan.

"Terimakasih Sayang," sahut Riswan dengan tangan kanannya mengelus rambut panjang Niswa.

      ***

Rifda melajukan sepeda montornya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kacau. Rasa sakit itu sudah menyebar ke seluruh tubuhnya. Sampai ia tak sadar jika ada sebuah mobil yang sedang melaju kencang saat ia hendang menyebrang. Untungnya mobil itu mengarahkan kemudi ke samping, dan tidak sampai menabrak Rifda. Tapi Rifda juga ikut terjatuh ketika hendak menghindari mobil itu. Pemilik mobil itu menghampiri Rifda yang sedang bersusah payah bangkit.

“Kalau nyebrang itu lihat-lihat dong. Untumg gue tadi ngak nabrak lo,” ucap pemilik mobil itu dengan nada kasar.

Rifda masih membelakangi orang itu, “Maaf Mas, saya tidak sengaja.” Dia segera berbalik menghadap orang itu.

“Lo,” ucap pemilik mobil.

“Lo,” ucap Rifda.

Dia adalah Reyhan, kemarahannya semakin memuncak ketika mengetahui Rifdalah orang tersebut. 

“Lo itu ngak berhenti ya bikin masalah,” bentak Reyhan.

“Maksud Lo apa. Sejak kapan gue bikin masalah,” bantah Rifda.

“Masih saja ngak nyadar,” celoteh Reyhan.

“Ehh, lo jangan asal nuduh ya,” bantah Rifda.

“Lo lihat mobil gue lecet gara-gara lo," bentak Reyhan.

“Ya itu  karena salah lo. Kalau lo ngak nabrakin mobil lo, pasti ngak bakal lecet," bantah Rifdah

“Lo udah salah malah nyolot," ucap Reyhan dengan nada kesal.

“Udalah ngak ada manfaatnya gue ngomong sama lo.” Rifda menghindar untuk pergi.

“Enak aja lo pergi,” cegah Reyhan sambil menarik pergelangan kiri Rifda.

“Lepasin gue ngak,” pinta Rifda dengan marah.

“Gue ngak bakal lepasin lo, sampai lo ganti rugi atas kesalahan lo,” ucap Reyhan dengan mata melotot.

“Gue bilang lepasin,” bentak Rifda. Gengaman itu makin kuat. Rifda berusaha melepaskan dengan vara menghempaskan tangan Reyhan.

“Kalau lo ngak mau lepasin tangan gue. Gue bakal teriak,” ancam Rifda.

“Teriak aja kalau lo mau,” ucap Reyhan dengan santai

“Tolong, tolong ada yang nabrak saya,” teriak Rifda kencang.

Reyhan masih tidak mau melepaskan tangannya.

“Tolong, tolong,” teriak Rifda lagi.

:Tolong, tolong,” teriak Rifda lagi.

Tak disangka Reyhan ketakutan dengan teriakan Rifda yang meminta tolong. Dia akhirnya melepaskan tangan Rifda.

“Lo apaan sih kok serius minta tolong,” ucap Reyhan.

“Terus lo kira tadi gue bercanda,” ucap Rifda.

Beberapa orang mulai datang ke seumber suara. Muka Reyhan terlihat pucat melihat orang mulai menuju tempatnya.

“Kenapa, lo takut?” ledek Rifda puss.

“Awas ya lo.” Reyhan begitu kesal dengan Rifda. Dia mulai berjalan kemobilnya dan pergi meninggalkan tempat itu.

Setelah Reyhan pergi. Orang kampung datang menghampiri Rifda.

“Ada apa Mbak?” tanya seorang bapak pada Rifda.

“Ini pak tadi saya jatuh,” ucap Rifda.

“Mana orang yang nabrak Mbak?” tanya bapak satunya.

Rifda seketika binggung harus menjawab apa, “Oh, tadi saya terjatuh sendiri pak.”

“Itu sepedanya Neng?” tanya bapak satunya sambil menunjuk sepeda montor Rifda yang sudah berdiri tegak.

Rifda hanya menjawab dengan angukan kepala.

“Ngak ada yang luka kan Neng?” tanya bapak satunya.

“Iya pak saya baik-baik saja kok. Cuman kaki saya saja yang terkilir. Maaf ya tadi saya teriak-teriak minta tolong soalnya tadi ngak bisa berdiri.”

“Yaudah Neng kalau gitu kami semua pamit ya. Hati-hati di jalan,” ucap bapak satunya.

“Iya pak. Terimakasih banyak ya,” ucap Rifda.

Kemudian mereka semua pergi meninggalkan Rifda. Kakinya masih terasa ngilu dan gemetar. Tapi dia harus melanjutkan perjalanan untuk pulang ke kos. Sepeda montornya juga lecet akibat ulahnya sendiri. Dia melangkah dengan satu kaki kanannya yang sakit.

***

Seharian Niswa dan Riswan pergi kencan. Hubungan mereka sudah terjalin selama dua minggu  tanpa sepengetahuan Rifda. Sampainya di rumah Niswa baru menyadari kalau ada panggilan dari sahabatnya itu. Dia menghe,paskan tasnya begitu saja dikasur kemudian duduk untuk melihat handphonenya.

“Ada sepuluh panggilan dari Rifda.” Niswa mengecek handphonenya.

"Nis, nanti sore kita bikin kejutan yuk ke kak Riswan. Gue udah buatin kue ulang tahun. Jadi nanti ngak usah beli lagi. Oh ya, gue langsung ke rumah loh ya." Isi pesan Rifda.

“Tadi Rifda kesini. Tapi gue kok ngak tau ya,” ucap Niswa. 

Dia mencoba menghubungi Rifda tapi nomernya tidak aktif. Dia melirik jam tangannya.

“Udah jam sepuluh malam. Mungkin dia tidur kali ya, mudah-mudahan dia ngak marah.”

***

Keesokan harinya Niswa berangkat kuliah lebih awal untuk bertemu Rifda. Handphone juga belum bisa dihubungi.

“Mana ya Rifda?”  Niswa sudah berada di depan kelas Rifda tapi tidak terlihat Rifda belum masuk kelas padahal jam kuliah di kelasnya segera dimulai.

Niswa melihat Rifda berjalan menyeret, “Itukan Rifda kenapa dia berjalan seperti itu,” ucapnya dalam hati.

“Rif, Rifda,” panggil Niswa. Tapi Rifda hanya menatap saja tanpa memberikan senyuman seperti biasanya. Niswa tidak menyadari apapun yang terjadi pada sahabatnya itu.

Sesampainya Rifda di depan kelas.

“Lo kenapa Rif, kaki lo sakit?” tanya Niswa.

“Bukan urusan lo,” jawab Rifda ketus. Dia langsung saja masuk ke kelasnya tanpa berbasa-basi pada Niswa. Sebelum dia melangkah, Niswa menarik pergelangan tangan Rifda.

”Gue minta maaf ya, kemarin gue ngak tau kalau loh mau datang ke rumah gue,” ucap Niswa.

“Gue ada kelas, mendingan lo pergi saja,” ucap Rifda sambil melepaskan tangan Niswa.

Setelahnya Rifda masuk ke kelas, Niswa sangat merasa bersalah atas kejadian kemarin. 

***

 “Kok ngak dimakan?” tanya Riswan pada Niswa. Mereka sedang menikmati bakso di kantin kampus. Melihat Niswa hanya memainkan sendok, Riswan penasaran apa yang membuatnya seperti itu.

 “Sepertinya Rifda marah sama aku,” jawab Niswa.

 “Marah?”

 “Kemarin dia datang ke rumah untuk ngajak aku buat ngasih surprise buat kamu. Dia juga udah ngirim pesan dan telfon aku, tapi aku malah ngak tau.”

 Riswan menghentikan aktivitas makannya, “Yaudah, gimana kalau kita yang gantian ngasih surprise buat dia. Sekalian minta maaf. Gimana?”

“Tapi kita ngasih surprise apa?”

Riswan hanya tersenyum mendengar pertanyaan kekasihnya itu. Sepertinya dia mempunyai ide yang bagus untuk mengembalikan mood Rifda.

***

 Tok...tok..tok. Rifda mengetuk pintu dengan keras. Raut wajahnya terlihat khawatir.

 “Assalamualaikum,” ucapnya.

“Waalaikumsalam," sahut Bik Ina

“Bik, Niswa ada?” tanya Rifda pada asisten rumah tanga Niswa.

“Ada kok Non," jawab bik Ina

Rifda langsung masuk ke dalam rumah Niswa dan menuju ke kamarnya. Rifda begitu hafal dengan rumah Niswa. Sering juga dia menginap di sana. Niswa hanya tinggal berdua dengan asisten rumah tangganya. Kedua orang tuanya sudah lama tinggal di luar negeri karena mereka bekerja di sana. Dibukanya pintu kamar Niswa, tapi tidak ada seorangpun di sana. Rifda mulai mencari ditoilet tapi tidak ada Niswa. Dia membuka handphonenya lagi dan memastikan isi pesan dari Niswa.

"Rif,,gue habis kecelakaan,,lo ke rumah gue ya. Plisss." Isi pesan dari Niswa.

“Tapi kenapa kok ngak ada?” tanya Rifda sendiri. Dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar Niswa dan menemui bik Ina. Tapi sebelum keluar,,,

“Happy birthday to you,,happy birthday to you,, happy birthday,, happy birthday,, happy birthday to you,,.” Nyanyian ulang tahun itu dinyanyikan oleh Niswa dan Riswan.

Dengan wajah yang kebinggungan, Rifda hanya diam melihat Niswa membawa kue yang di atasnya dihiasi lilin. 

“Kalian ini apa-apaan sih. Maksudnya apa?” Rifda kesal pada keduanya.

“Tiup lilinya dulu dong,” pinta Niswa.

Rifda hanya menurut permintaan sahabatnya itu. Dia meniup lilin dengan wajah kesal. Setelahnya Niswa menaruh kue itu di nakas samping tempat tidurnya.

“Gue minta maaf ya atas kejadian kemarin. Gue bener-bener tidak tau,” ucap Niswa.

“Terimakasih ya udah mau kasih kejutan buat aku,” ucap Riswan.

“Lagipula aku ngak mau kejutan apapun kok. Aku cuma mau kalian berdua terus menjadi sahabat,” ucap Riswan dengan senyum.

Niswa mulai mengenggam tangan Rifda, “Maafin gue ya.”

Rifda hanya menatap kebawah, dia rasanya ingin meledak melihat sandiwara antara Niswa dan Riswan. Tapi dia harus bisa melihat keduanya meskipun yang dirasa sakit.

Rifda menatap bergantian antara Riswan dan Niswa, “Sebenarnya kalian punya hubungan kan?” Rifda menanyakan langsung untuk mengeluarkan isi hatinya.

Mereka berdua terlihat kaget mendengar pertanyaan Rifda. Mereka sekejap terdiam tak mampu menjawabnya.

“Kenapa diam?” tanya Rifda.

“Gue ngak papa kok kalau kalian ada hubungan lebih. Gue turut bahagia, tapi ngak gini caranya.” Air mata yang dibendung Rifda, akhirnya meluap juga. 

“Dan lo Nis, lo kenapa nyembunyiin ini dari gue?” Rifda menatap lekat Niswa yang menunduk, kemudian dia membuang wajahnya kembali.

“Oke, selamat ya untuk kalian berdua. Gue permisi.” Rifda segera mengakhiri percakapannya lalu pergi. Tapi Riswan berhasil menarik pergelangan tangan Rifda. Sekejap Rifda berhenti tanpa berbalik ke Riswan. Dia kemudian menghempaskan tangan Riswan dengan kasar.

“Rif,,,” cegah Niswa tapi Rifda sudah berlalu pergi.

Riswan memegang pundak Niswa. Dia juga bersedih melihat kekasihnya itu bersedih, “Biarkan dia sendiri dulu.”

***

 Perasaan suka Rifda pada Riswan tumbuh saat pertama kali bertemu. Riswan menolong Rifda yang sedang dirampok. Perjalanan pertama Rifda ke Jakarta tanpa didampingi siapapun membuatnya dilanda rasa khawatir. Di kampung halaman Rifda, Surabaya,  hanya tinggal bersama ibu angkatnya. Sedangkan waktu itu tidak ada biaya lebih jika ibunya juga ikut menemaninya pergi ke Jakarta. Rifda mendapat beasiswa penuh dari universitas untuk menempuh pendidikan sarjana. Dia sangat bersyukur akhirnya bisa pergi ke Jakarta. Dia juga mempunyai tujuan lain selain bersekolah, yaitu mencari orang tua kandung Rifda. Waktu Rifda masih bayi ibu kandungnya sudah meninggal, sedangkan ayahnya tak tau kemana. Rifda sebenarnya sangat membenci ayahnya yang dengan tega meninggalkan ibunya. Tapi sang ibu berpesan agar bisa memaafkan segala kesalahan yang telah dilakukan ayahnya. Hanya secarik surat dan foto ayahnya yang ditinggalkan ibunya.

 “Kamu ngak papa kan?” tanya Riswan.

 “Ngak papa kok Mas. Makasih banyak ya sudah bantuin saya,” jawab Rifda.

 “Kamu mau kemana?” tanya Riswan lagi.

 “Mau cari kos-kosan Mas deket Universitan Pelita Harapan,” jawabnya.

 Melihat Rifda yang membawa barang cukup banyak, Riswan seketika tau kalau Rifda pendatang baru.

 “Kamu mahasiswa baru di sana?”

 “Iya mas, Alhamdulillah saya diterima di UPH.”

 “Aku juga mahasiswa di UPH. Semester tujuh.”

 “Benarkah mas?” tanya Rifda dengan wajah tidak percaya.

 “Ya, saya jurusan management,” jawab Riswan dengan senyumnya.

 Mendengarkan penjelasan dari Riswan, Rifda sedikit lega. Dia bisa bertemu dengan mahasiswa yang juga satu universitas dengannya.

 “Kamu mau saya anterin cari kos-kosan?”

 “Ngak perlu Mas. Saya berterimakasih banyak loh udah dibantun tadi,”

 Riswan tersenyum, “Iya.”

 “Yasudah mas. Saya permisi ya,” pamit Rifda. Dia berlalu meninggalkan Riswan. Tapi,,,

 “Tunggu,” teriak Riswan.

 Rifda berbalik menatap Riswan. Sedangkan Riswan berlari kecil mendekati Rifda.

 “Saya punya kenalan yang punya kos-kosan didekat UPH. Kamu minat?”

 Melihat penampilan Riswan yang menunjukkan dia orang mampu, membuat Rifda berpikir dua kali mengiyakan tawarannya. Rifda berpikir kalau kos-kosan yang ditawarkan Riswan itu mahal biaya sewanya.

 “Hey, kok malah bengong.” Riswan mengoyangkan telapak tanganya di depan mata Rifda yang sedang melamun.

 “Eh, maaf mas. Ta,,pi sa,,ya hanya pun,,ya uang yang cu,,kup buat bayar kos.”

 Riswan tersenyum, “Aku tau kok anak kuliahan butuh kos yang seperti apa.” Riswan meyakinkan Rifda. 

 Sesampainya di kos-kosan, Rifda sudah merasa nyaman untuk tinggal di sana. Biaya sewanyapun sesuai dengan penafsirannya. Dia melihat kamarnya dan mulai menaruh barang-barangnya di sana. Kemudian dia keluar untuk menemui Riswan yang sedang berbicara dengan pemilik kos. Karena kosnya khusu wanita, Riswan hanya boleh masuk sampai teras saja.

 Melihat kedatangan Niswa, bu Lala langsung menanyakan pendapat Rifda mengenai kamar kosnya. 

“Gimana Neng, udah nyaman dengan kamarnya atau pindah kamar?”

:Sudah kok bu. Lagipula saya hanya bisa bayar kamar itu.”

Di kos bu Lala ada beberapa kamar yang dilengkapi AC dan juga kamar mandi dalam. Ada juga yang menggunakan kipas dinding dengan kamar mandi luar. Rifda mampu untuk membayar kamar yang berfasilitas kipas angin.

“Ya sudah kalau begitu saya tinggal ke dalam ya,” ucap bu Lala kemudian masuk ke dalam rumah.

“Sekali lagi makasih banyak ya Mas udah bantuin saya banyak banget,” ucap Rifda,

“Iya sama-sama. Kamu udah berkali-kali loh ngomong makasih,” ucap Riswan sambil tertawa, diikuti tawaan renyah dari Rifda.

“Ehh, kita belum kenalan loh. Nama kamu siapa?” tanya Riswan.

“Rifda Mas. Nama mas siapa?”

“Riswan.”

“Oh ya, kamu jangan panggil sayaMmas ya, panggil Riswan atau kak saja. Terus ngak usa saya-sayaan. Aku atau bisa pakai gue lo.” Riswan mengatakannya dengan santai membuat Rifda tertawa kecil.

“Oke,,oke. Siap Mas. Eh Kak.” Kali ini nada bicara Rifda lebih santai dari sebelumnya.

“Kamu ngambil jurusan apa?” tanya Riswan.

“Fisioterapi Kak.”

“Oh, ada temanku juga yang ngambil jurusan fisio. Dia juga mahasiswa baru seperti kamu. Nanti aku kenalin deh. Dia cewek, orangnya baik banget,” ucap Riswan.

“Iya Kak,” sahut Rifda dengan senyumnya.

“Kalau gitu aku pamit dulu ya. Semoga betah tinggal di sisni.”

“Iya kak.”

“Assalamualaikum," pamit Riswan.

“Waalaikumsala," jawab Rifda dengan mengukir senyuman yang manis.

Rifda senyum-senyum sendiri melihat kepergian Riswan. Dia bersyukur bertemu orang baik seperti Riswan. Sedangkan teman yang dimaksud Riswan tadi adalah Niswa. Dari situlah mereka bersahabat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status