"Ya ampun ... malah senyam-senyum nggak jelas banget. Nggak tahu apa kalau sini lagi kesel. Sepertinya dia bahagia kalau aku menderita. Konsulen selalu benar, dan koas harus selalu nurut. Gini amat ya jadi kasta terendah rumah sakit," keluh Ruma dalam hati.Raja berlalu setelah memberikan informasi. Seharusnya Ruma tadi langsung pulang, kalau sudah seperti ini jangankan pulang tidak menginap di rumah sakit saja sudah syukur alhamdulillah. "Semangat beb, bener kata Dokter Raja, ini kesempatan yang langka. Belum tentu kan besok dapat ikut operasi nefrektomi," bisik Mesya menyemangati sebelum pulang.Sementara Vina menepuk pundaknya seraya mengangkat tangan kanannya menunjukkan otot kuat. Ruma hanya mendengus lesu melihat kedua sahabatnya melenggang pergi. Mau bilang nggak mau, memangnya siapa koas itu. Selain haus ilmu dan perlu bimbingan. Kok rasanya kesel, tapi tetep harus ikhlas."Astaghfirullah ... ayo semangat Rum, ini tugas mulia. Ke mana tekadmu dulu saat berjanji untuk menolong
Ruma masuk rumah yang terasa sunyi. Rasya pasti sudah tidur mengingat ini sudah malam. Dia pun langsung ke kamar agar langsung bisa beristirahat. Begitu wanita itu membuka pintu kamarnya, ia tertegun menemukan Rasya masih terjaga di kamarnya menghadap laptop. "Kenapa Mas Raya di sini sih," keluh Ruma langsung bad mood. Suara derit pintu yang terbuka langsung membuat Rasya menoleh."Rum, kamu lembur? Aku kira jaga malam, kenapa telfon dan chat aku nggak dijawab. Lain kali bisa mengabari biar aku jemput," omel pria itu bernada perhatian. "Kamu belum tidur Mas?" tanya Ruma menaruh goodie bag besar di samping nakas. Malas sekali meladeni manusia bergelar suami ini. Ruma sepertinya harus menegaskan dan membuat batasan yang tegas. "Belum, kamu bawa apa? Malam-malam gini belanja?" tanya Rasya mendekat mengintip isinya."Iya Mas," jawab Ruma mengiyakan saja. Tidak mungkin Ruma mengatakan itu pemberian dari Raja. Bisa tantrum satu manusia ini cari gara-gara. Ruma malas berdebat. Ditambah d
"Makanya punya istri halal itu jangan dianggurin, kamu ngapain aja selama setahun?" ledek Raja berbasa-basi. Diam-diam pria itu kepo akut. Lantas setahun tinggal seatap ngapain aja? Apakah wanita secantik Ruma tidak terlihat? Atau masih kurang sempurna. Sungguh Raja tidak habis pikir dengan kelakuan sahabatnya. Memang benar, setahun itu lama. Apalagi dalam rumah tangga yang tidak sama-sama menjaga alias toxic. Setiap hari harus menahan sabar. Kalau sudah begini, bukankah rugi sendiri. Harus diperbaiki dengan mental yang sudah awut-awutan, atau melepaskan padahal sudah mulai tumbuh rasa nyaman. Sungguh merugi bagi mereka yang tidak pandai bersyukur dengan apa yang sudah diberikan Tuhan. Rasya terdiam kacau, menatap sengit wajah sahabatnya yang sok memberi nasihat. Pikirannya makin pusing. Bukannya memberikan solusi, malah jadi kepikiran. "Terus, sekarang kalau sudah begini, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Raja penasaran. Apakah Rasya ingin mempertahankan rumah tangganya, atau jus
Setelah keluar dari ruangan Dokter Raja, Ruma masih kepikiran tentang perkataan pria itu. Sungguh dia tidak paham sama sekali. "Apa sebenarnya yang dimaksud Dokter Raja sih? Nggak mungkin banget kan dia seratus persen mengklaim ini anaknya. Ya walaupun dia yang pertama dan memang benar, tapi kan tidak mungkin juga kepikiran seorang istri tidak disentuh suaminya. Apalagi hubungan aku dan Mas Rasya sekarang terlihat dekat. Duh ... kok jadi pusing sih pagi-pagi," batin Ruma menggerutu resah.Perempuan itu tidak pernah tahu, kalau Raja mendapatkan informasi jawaban akurat dari sumber utama alias suaminya sendiri. Dasar pria memang tidak pandai menjaga rahasia. Bisa-bisanya Rasya sejujur itu dengan Raja yang memang tengah mencari tahu semuanya. "Kenapa Rum?" tanya Vina melihat rekannya dengan wajah kusut.Mau jawab nggak apa-apa, tapi mungkin wajahnya memang terlihat galau. Hanya saja dia harus pandai menyampingkan itu semua apalagi kalau sudah bertemu dengan yang namanya tugas kemanusia
"Pelan-pelan saja, calon ummi, tidak ada yang minta," ucap Dokter Raja tersenyum, lalu beranjak begitu saja. Vina sampai terbengong melihat kejadian itu. Sumpah demi apa, Dokter Raja bisa becandain orang gitu. Owh ... calon ummi? Apa orang itu juga tahu kalau Ruma hamil? "Rum, are you oke?" tanya Vina melihat rekannya masih menata napasnya akibat terbatuk-batuk. "Nggak oke lah ... ya ampun ... ngagetin aja tuh orang. Nggak ngerti banget lagi minum. Astaghfirullah .... ""Nah gitu istighfar yang banyak daripada marah-marah. Hihihi.""Kok Dokter Raja tahu kalau kamu hamil?"Lah iyalah tahu wong dia bapaknya? Tentu saja jawaban itu hanya terealisasi di hati. Tak mungkin diucapkan Ruma, atau dunia perdokteran akn tidak baik-baik saja. Bisa dibilang pasangan selingkuh. Astaghfirullah .... "Aku pernah periksa ke dokter obgyn, ya kaya periksa kehamilan pada umumnya. Mungkin dia lihat pas aku keluar dari ruang konsultasi.""Masa, tapi emang boleh langsung menyimpulkan seperti itu? Untung
Ruma seperti orang kaget, langsung memutus tatspn itu dengan mengalihkan ke arah lain. Begitupun dengan Dokter Raja, tidak menyangka akan bertemu dengan calon ibu dari anaknya di tempat yang sama. Kebetulan yang teramat kebetulan."Astaghfirullahaladzim ...," ucap Raja membuat atensi Dokter Yuda kembali menyala. "Kenapa Ja, sampai istighfar begitu?" tanya Yuda jelas becanda."Istri orang Yud," jawabnya jujur. Walau dalam hati merutuki perkataannya. Tidak bisa dibiarkan kalau perasaan itu terus tumbuh liar tanpa pengendalian. Sungguh definisi dari perhatian yang salah tempat."Pphhh ... istri orang memang sangat menantang. Mana? Aku penasaran juga siapa kah gerangan. Apakah itu Ruma?" tanya pria itu memastikan. Pasalnya di sana hampir semua meja yang terisi berpasangan. Hanya Raja dan Yuda yang terlihat sejenis. Yuda kembali mengedarkan pandangan. Mengamati pasangan yang tengah menyantap hidangan di meja sebelah. Terlihat Ruma beranjak dari kursinya. "Mas, aku ke belakang sebentar,"
"Kenapa kamu terlihat aneh melihat kedua pasangan tadi?" kata Rina jelas mengamati keduanya. "Hanya perasan Anda saja. Maaf saya permisi," ucap Raja tak ada waktu untuk meladeni perempuan yang sepertinya tidak punya hati lembut ini. Raja langsung berlalu begitu saja. Membuat Rina mencetak kesal. Dia langsung mengklaim betapa tidak beruntungnya dia telah mengabaikannya. "Sombong amat. Heh, Mas, kamu temannya Dokter Raja kan? Bilangin tuh lain kali matanya melek, masa cewek secantik saya tidak respect," ucap perempuan itu lalu beranjak. Yuda yang tengah serius menyelesaikan makanannya terbengong, lalu menggeleng rak percaya. Ada begitu jenis perempuan aneh begini. "Dasar cewek nggak jelas. Tadi ribut-ribut di meja orang, lah sekarang kalau Raja nggak ngelirik kenapa jadi situ yang tantrum," gumam pria itu kembali bersantap santai. Mengganggu waktunya yang indah saja. Sementara Raja langsung mengejar mobil Rasya yang jelas sudah tidak terlihat. Dia langsung ke arah jalan pulang. Na
Raja yang sudah sampai rumahnya lebih dulu langsung kepikiran begitu tidak menemukan mobil Rasya di halaman rumahnya. Pria itu masih menunggu beberapa menit lamanya di pelataran untuk memastikan Rumah pulang."Mereka ke mana ya, kok belum sampai," gumam Raja cemas.Pria itu mondar-mandir di teras rumah tak tenang. Rasanya ingin sekali menghubunginya, tetapi tidak punya cukup alasan mengingat ini di luar jam kerja dan sudah malam.Saat pikiran pria itu tengah kacau, tiba-tiba handphonenya bergetar. Raja langsung melihatnya dan menemukan nama Ruma yang melakukan panggilan."Hallo Rum! Hallo! Kamu di mana?" tanya Raja di ujung telepon. Tidak ada jawaban semakin membuatnya cemas. Pria itu harus menemukannya segera.Sementara Ruma yang panik tak sempat menerima panggilan yang sempat terhubung. Perempuan itu langsung beranjak memberi jarak saat pria itu mencoba menyentuh pipinya."Lepasin! Jangan menyentuhku!" ronta Ruma menghindari cekalan pria tak bertanggung jawab itu."Tenanglah ... aku