***"Pokoknya saya tidak mau ada satu pun berita itu muncul di halaman beranda, kalau masih ada nanti saya komplen lagi.""Baik, Pak Danendra."Memutuskan sambungan telepon, Danendra menghempaskan tubuhnya di kursi kerja lalu bersandar di sana. Selesai meeting dengan klien, dia bergegas kembali ke kantor untuk segera menelepon beberapa pihak yang bisa dia minta untuk menurunkan berita buruk tentang Adara.Dan kini, Danendra hanya tinggal menunggu hasil sebelum nanti dia mengabari Adara."Felicya ... dia keterlaluan," gumam Danendra.Menunggu selama hampir sepuluh menit, Danendra beringsut ketika ponselnya berbunyi singkat—tanda pesan masuk dan tentunya pesan yang didapat Danendra adalah pesan yang berisi kabar tentang bersihnya halaman instagram dari berita buruk tentang Adara."Ah, hilang juga," gumam Danendra sambil mengukir senyumnya.Membuka jas lalu menyampirkannya di kursi, dia kemudian beringsut lalu melangkahkan kakinya keluar untuk bergegas pergi menuju kantor Adara dan menga
***"Aw!"Adara meringis lalu refleks mengusap pergelangan tangannya ketika cipratan minyak panas dari wajan mengenainya. Mundur beberapa langkah, dia memandangi ayam goreng yang sedang dia buat.Danendra lembur dan pulang malam, Adara pulang sendiri ke apartemen memakai mobilnya yang sudah kembali pulih.Belajar menjadi istri yang baik sekaligus mengisi kekosongan waktu di apartemen sampai nanti Danendra pulang, Adara memutuskan untuk belajar memasak.Bukan makanan yang aneh memang karena yang dia buat sore ini hanyalah sop juga ayam goreng. Berbelanja ke supermarket yang kebetulan tak jauh dari apartemen, dia membeli ayam mentah, sayuran juga bahan makanan lainnya.Danendra memang memaklumi ketidakmampuan Adara memasak, tapi sepertinya semakin lama Adara juga malu jika setiap makan mereka harus membeli. Berbekal resep dari google, pada akhirnya Adara memberanikan diri bereksperimen dan tentunya apa yang dia lakukan sekarang berhasil membuat dapur yang semula bersih dan rapi berubah
***"Jangan egois, Dara.""Jangan mau menang sendiri.""Mama mohon kamu mengerti.""Kamu kan rebut Danendra dari Felicya."Ucapan Teresa beberapa jam lalu terus terngiang-ngiang di pikirannya, Adara yang sedang menuangkan air dari dispenser ke gelas tak sadar jika gelas yang dia pegang sudah penuh—bahkan lantai pun sudah cukup basah."Ra, itu basah!""Astaga!"Tersentak, Adara refleks melepaskan pegangannya pada gelas sampai gelas tersebut jatuh di lantai dan tentu saja pecah dan berserakan."Ya ampun," ucap Adara."Kamu kenapa, Ra?" tanya Danendra yang sigap menarik Adara untuk menjauh dari pecahan gelas yang berserakan di lantai agar tak mengenai kaki sang istri yang kini telanjang tanpa alas. "Kamu ngelamun?""Dan." Masih dengan raut wajah terkejut, Adara memandang Danendra dengan napas yang terengah. "Iya, maaf ya.""Enggak apa-apa, aku juga minta maaf karena udah ngagetin kamu," kata Danendra tak enak.Pulang tepat pukul tujuh, Danendra yang lelah memang meminta tolong pada Adara
***"Kamu boleh ceraikan aku, Dan. Aku siap.""Ra."Danendra menatap lekat Adara yang kini duduk di depannya—mencari kesungguhan bahkan alasan dibalik ucapan tiba-tiba sang istri yang tentu saja mustahil dia lakukan.Menikahi Adara—meskipun hanya menjadi pengganti, adalah sebuah anugerah yang tak pernah dibayangkan oleh Danendra sebelumnya. Jika diibaratkan, ketika Adara tiba-tiba mengajaknya menikah, Danendra seperti mendapatkan jackpot yang tak ternilai harganya.Seburuk apapun Adara, sebanyak apapun kekurangan yang dia miliki, Danendra akan menerima semuanya dengan senang hati.Dan tentu saja—sejak Rafly dipastikan meninggal dunia, tak pernah terbersit sedikit pun di hati putra kedua Adam Alexander itu untuk menceraikan Adara."Aku malu, Dan. Kamu nikah sama aku dan ninggalin Felicya itu kaya buang berlian terus ambil batu, tau enggak?"Danendra tersenyum. "Perumpamaan macam apa itu, Ra?" tanyanya."Semuanya bener, Dan."Danendra menghela napas lalu beranjak dari kursinya. Mengitar
"Raf? Maksud kamu Rafly?"Adara merutuki dirinya sendiri. Dalam hati dia jelas mengumpat memarahi bibirnya yang sial justru menyebut Rafly. Padahal sudah jelas jika yang sedang bersamanya adalah Danendra."Dan ... aku." Adara kehabisan kata-kata, tidak tahu harus bagaimana menjelaskan semuanya karena kini Danendra pasti kecewa. Dia pasti marah.Tentu saja. Tidak ada pria yang tak akan marah ketika di tengah kegiatan 'intim' yang sedang dilakukannya bersama sang istri, ada nama pria lain yang digumamkan.Danendra tersenyum. "Masih ingat Rafly ya, Ra?" tanyanya. Tak terlihat emosi, Danendra bersikap begitu tenang di depan Adara—sementara tubuhnya kini masih berada di atas Adara, mengungkung istrinya dengan kedua tangan yang ada di sisi kanan dan kiri Adara."Dan, maaf. Aku enggak senga-""Its okay," jawab Danendra dengan segera—bahkan sengaja memotong ucapan Adara. Beringsut, Danendra menyingkir dari atas tubuh Adara lalu duduk di pinggir kasur, dan Adara yang kini hanya memakai kaos ta
***"Dan."Adara bergumam pelan tepat setelah dirinya membuka mata. Meraba-raba kasur, keningnya langsung berkerut ketika tangannya tak menemukan sosok Danendra di kasur.Beringsut, Adara duduk bersila dan mengerjapkan mata beberapa kali. Danendra benar-benar tak ada di kasur."Udah bangun apa ya?"Adara mengedarkan pandangan lalu sekali lagi dia memanggil nama Danendra. Namun, tetap tak ada sautan. Terdiam sejenak, ingatan Adara kembali terlempar ke kejadian semalam ketika dirinya dan Danendra hampir saja melakukan 'sesuatu'"Dia beneran marah kayanya," gumam Adara pelan.Semalam Danendra memang tak menunjukkan amarah atau bahkan kekecewaannya di depan Adara. Namun, dari gerak-gerik pun Adara merasa Danendra berbeda.Danendra yang biasanya mengajak ngobrol Adara sebelum tidur, semalam tak melakukannya—bahkan Danendra tidur tanpa memeluk Adara. Padahal biasanya laki-laki itu selalu melakukannya.Pagi ini pun Danendra berbeda. Tak membangunkan Adara, pria itu meninggalkan apartemen beg
***"Udah beres semuanya, Dan?"Danendra yang baru saja kembali, menganggukkan kepalanya ketika pertanyaan itu dilontarkan Teresa yang sejak tadi menunggu bersama Felicya yang kini sudah duduk di kursi roda—bersiap-siap untuk pulang."Udah," jawab Danendra. Dia kemudian menunjukkan kresek putih berisi obat yang baru saja ditebusnya. "Nih obat juga udah ditebus. Tinggal pulang.""Makasih, Dan," ucap Felicya sambil mengukir senyuman semanis mungkin karena dia bahagia..Tahu salah satu followers akun instagramnya karyawan di perusahaa Ginanjar, Felicya sengaja memposting beberapa foto Danendra di feed maupun instastory dengan harapan Adara melihatnya.Felicya ingin menunjukkan pada Adara, jika dirinya di mata Danendra masih penting. Sekali pun dia dan Danendra tak terikat lagi dalam sebuah hubungan, Felicya berjanji akan membuat Danendra lebih memedulikan juga mementingkan dirinya daripada Adara.Ah, meskipun rasanya menyebalkan karena tak bisa berjalan, Felicya cukup merasa bersyukur de
***"Dia maunya apa sih?!"Setelah sejak tadi berusaha tenang dan tak terpancing emosi, Adara kesal juga. Menyimpan dengan kasar ponselnya di atas meja, Adara memundurkan kursi kerjanya lalu bersandar.Menyugar rambutnya ke belakang, Adara menghembuskan napas kasar setelah beberapa menit lalu sebuah pesan menyebalkan masuk ke ponselnya.Dan pengirim pesan tersebut tentu saja Felicya. Bukan hanya sekadar kata-kata, pesan yang dikirimkan mantan Danendra itu adalah sebuah foto dirinya dan Danendra yang tengah berpelukan di mobil.Sungguh demi apapun Adara tak mengerti dengan cara pikir Felicya. Adara tahu dia salah karena menjadi penyebab kandasnya hubungan Felicya dan Danendra, tapi apakah harus sampai seperti ini?Adara pikir apa yang dilakukan Felicya sekarang cukup keterlaluan dan terlalu blak-blakan. Adara memang merebut Danendra agar menikahinya, tapi apakah harus seterang-terangan ini Felicya memeluk suaminya?"Aish, Danendra juga! Dia itu gimana sih?! Bilang sayang sama aku tapi