Empat hari sebelum pernikahan, suami Adara menghilang. Dengan dalih menyelamatkan nama baik keluarga, Adara diminta ayahnya untuk mencari pengganti dan pilihannya jatuh pada Danendra, sahabatnya. Meski telah mempunyai kekasih, Danendra menerima permintaan Adara karena perasaan cinta yang sudah lama dia pendam untuk perempuan itu. Pernikahan mereka bermula tanpa cinta. Namun, sikap manis Danendra perlahan membuat hati Adara luluh dan jatuh cinta pada suaminya itu. Namun, dilema kembali melanda Adara ketika calon suaminya yang telah dinyatakan meninggal, datang kembali di kehidupan Adara. Adara dihadapkan oleh dua pilihan. Kembali pada calon suaminya yang sempat hilang atau bertahan bersama Danendra?
View More***"Sudah ya, Pak. Terima kasih.""Iya, Suster."Pengambilan darah selesai, Danendra kembali menurunkan lengan kemejanya yang beberapa menit lalu dilipat.Beranjak, dia mengedarkan pandangan sebelum akhirnya keluar dari ruangan khusus tempat pengambilan darah untuk menemui Adara yang sejak tadi menunggu di luar seorang diri.Tak mau didiamkan Adara atau mungkin timbul masalah lainnya dengan sang istri, Danendra akhirnya mengalah dengan bersedia mendonorkan darahnya untuk Felicya karena kebetulan perempuan itu belum mendapatkan donor.Sempat tersinggung karena ucapan Danendra, Rafly awalnya menolak ketika Danendra mengutarakan niatnya. Namun, kondisi Felicya yang semakin mengkhawatirkan membuatnya mau tak mau menerima semua itu."Dan, gimana? Udah?" tanya Adara yang langsung beranjak usai melihat Danendra keluar."Udah," kata Danendra. "Sekarang kita pulang, kamu harus istirahat.""Enggak dulu," kata Adara."Kok enggak dulu sih, Ra?" tanya Danendra."Aku pengen pastiin dulu kondisi Fe
***"Kamu manggil aku, Rafly?"Adara mengurai pelukannya dari Danendra lalu memandang suaminya itu dan menggelengkan kepala agar tak terjadi kesalahpahaman."Enggak, Dan. Aku bukan manggil kamu.""Terus?"Adara sedikit memiringkan badannya lalu mengarahkan jari telunjuk ke arah Rafly yang semakin mendekat."Rafly," kata Adara. "Ada Rafly."Danendra menoleh dan ternyata benar. Rafly berjalan ke arahnya sambil memasang wajah panik. Saking panik, Rafly bahkan tak menyadari keberadaan Adara maupun Danendra karena ketika lewat, pria itu berlalu begitu saja.Ditambah, suasana koridor memang sedikit ramai."Rafly!"Adara yang penasaran, akhirnya memutuskan untuk memanggil Rafly—membuat pria itu berhenti melangkah lalu menoleh."Adara."Sebelum menghampiri Rafly, Adara tentu saja menuntun Danendra untuk ikut serta karena bagaimanapun juga dia harus menghargai posisi sang suami."Raf," panggil Adara lagi ketika sekarang dia sudah berdiri di depan Rafly. "Kamu kok ada di sini?""Iya, Ra. Felicy
***"Aku bukan sakit parah kan, Dan? Kok harus ambil darah segala?"Duduk di brankar rumah sakit, Adara memandang Danendra yang duduk di sampingnya dengan raut wajah cemas.Pingsan di kamar mandi hotel, Danendra sigap membawa Adara menuju rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan dan yang diminta oleh dokter adalah pengambilan darah.Tentunya langkah tersebut diambil setelah dokter mendengar keluhan yang dipaparkan Adara selama beberapa hari ke belakang termasuk hari ini."Enggak, Ra. Kamu enggak sakit kok," kata Danendra menangkan."Terus kenapa harus ambil darah segala?""Buat pastiin keadaan kamu aja, Sayang," ucap Danendra. Mengusap punggung tangan sang istri, Danendra memberikan kecupan di sana.Saat ini keduanya tak berada di ruang rawat karena memang dokter harus mengetahui lebih dulu keadaan Adara.Jika mungkin tak parah, Adara pasti diizinkan pulang setelah hasil tes darah keluar. Namun, jika sebaliknya, mungkin Adara harus menjalani perawatan di rumah sakit."Elara sama siapa
***"Enggak usah panik, mukanya biasa aja."Mendengar ucapan Felicya, Rafly hanya bisa mendengkus pelan sementara kedua tangannya yang bermuara pada kemudi terlihat sedikit mengalami tremor.Tegang. Sekiranya itulah yang dirasakan Rafly ketika kini dia sedang di perjalanan menuju rumah sakit untuk membawa Felicya yang sepertinya akan segera melahirkan usai mengalami pecah ketuban beberapa menit lalu.Hpl masih dua minggu lagi, Felicya sepertinya akan melahirkan bayinya lebih awal dan beruntung ketika waktunya tiba, Rafly sedang berada di rumah."Aku enggak panik, cuman deg-degan aja," kata Rafly tanpa mengalihkan fokusnya dari jalan.Berbeda dengan Rafly yang terlihat panik, Felicya justru sebaliknya. Perempuan itu masih cukup tenang karena rasa sakit di perutnya pun belum terlalu sering dia rasakan.Rasanya masih seperti digigit semut, itu pun datangnya belum terlalu sering."Enggak panik, tapi tangannya gemetaran," ucap Felicya. "Aku cuman mau lahiran, Raf. Bukan mau mati. Enggak us
***"Udah agak enakkan belum?"Adars yang sejak tadi duduk di pinggir kasur, lantas memandang Danendra yang saat ini berjongkok di depannya.Bukan di kamar milik mereka, saat ini keduanya sedang berada di salah satu kamar hotel tempat mereka menggelar sebuah acara penting.Elara birthday party.Hari ini—tepat Elara berusia satu tahun, Danendra dan Adara menggelar perayaan yang cukup mewah di sebuah ballroom hotel bintang lima yang cukup terkenal di Jakarta.Mengusung tema stitch, dekorasi ballroom dipenuhi hiasan berbau karakter kartun tersebut bahkan untuk dresscode anak-anak pun semuanya memakai baju berwarna biru, termasuk Elara yang sangat cantik dengan gaun panjang mengembangnya."Masih pusing sih, Dan. Perut aku juga kaya mual gitu," ucap Adara sambil mengusap perutnya yang merasa tak enak."Ya udah kamu istrahat aja di sini," ucap Danendra."Yang nemenin Elara siapa?" tanya Adara. "Dia kan bentar lagi mau tiup lilin.""Ada Mama, ada aku," ucap Danendra."Enggak deh, aku mau ke
***"Minum dulu."Membawa secangkir teh manis di atas nampan, Adara duduk di kursi yang berada di depan rumah lalu menyimpan teh manis di atas meja."Thank you. Padahal enggak usah repot-repot."Adara tersenyum tipis mendengar pernyataan laki-laki yang saat ini duduk di sampingnya. Beberapa menit lalu dia memang kedatangan tamu. Bukan orang asing, tamunya pagi ini adalah pria dari masa lalu Adara yang sudah cukup lama tak dia temui.Rafly. Tentu saja tamu Adara pagi ini adalah Rafly si mantan kekasih. Tak mau terjadi kesalahpahaman atau sebagainya, Adara tak mengajak pria itu masuk ke dalam rumah.Rafly pun tak masalah ketika Adara berkata jika dia hanya bisa mengobrol dengannya di teras karena memang maksud kedatangan Rafly pagi ini bukan untuk macam-macam."Enggak repot, cuman teh manis," kata Adara."Tetap aja, teh manis kan juga dibikin. Enggak simsalabim jadi.""Ah iya."Untuk beberapa detik, suasana tiba-tiba saja canggung karena baik Rafly mau pun Adara sama-sama bingung bagai
***"Kamu kenapa, mukanya kok kelihatan sedih?"Adara yang sejak tadi duduk sambil menunduk seketima mendongak ketika Danendra baru saja masuk ke dalam kamar setelah sebelumnya memanaskan mobil yang akan dia pakai menuju kantor."Enggak apa-apa.""Enggak apa-apa, tapi mukanya ditekuk kaya gitu," ucap Danendra. Mendekat, dia duduk di samping Adara. "Kenapa?"Adara menoleh lalu menatap suaminya itu. Mengangkat tangan, dia menunjukkan benda yang sejak tadi ada dalam genggaman tangannya."Nih.""Testpack?" tanya Danendra. "Kamu habis pake testpack?""Iya," ucap Adara. "Tapi hasilnya negatif.""Terus kamu sedih?" tanya Danendra."Iyalah," ucap Adara. "Ini kan udah sebulan setengah pasca aku lepas kontrasepsi, Dan.""Hm.""Aku takut.""Takut apa?" tanya Danendra."Takut enggak bisa hamil lagi, Dan.""Hush! Kok ngomongnya gitu?" tanya Danendra."Ya sekarang buktinya aku belum hamil juga, kan?" tanya Adara. "Udah sebulan setengah lho ini. Aku cuman takut kecewain kamu aja. Mana Papa sama Mama
***"Kamu tuh ya, dibawa perjalanan setengah jam aja langsung teler."Adara mencondongkan badannya untuk menggendong Elara yang tahu-tahu sudah terlelap di carseat yang sejak tadi dia duduki.Mampir ke kantor Ginanjar untuk mengantar oleh-oleh, Adara melanjutkan perjalanannya bersama Elara menuju kantor Danendra dan tepat pukul dua belas siang, dia sampai.Elara tidur, Adara harus menggunakan kain jarik untuk menggendong putrinya. Beruntung, karena siap sedia, kain tersebut ada ketika dibutuhkan karena memang benda tersebut wajib dibawa ketika berpergian."Sayangnya Mama lelap banget," kata Adara sambil mengencangkan gendongan.Setelah dipastikan aman, dia membuka pintu bagian belakang untuk mengambil kotak makan lalu setelahnya Adara bergegas menuju ruangan Danendra di lantai atas."Siang, Bu Adara.""Siang."Berpapasan dengan beberapa karyawan kantor yang menyapanya, Adara memasang wajah sangat ramah sambil mengukir senyum.Meskipun berjalan sambil menggendong Elara, kesan anggun ta
***"Hati-hati di jalan, hati-hati juga nyetirnya. Jangan ngebut.""Iya, Danendra ganteng."Sambil membereskan kotak makan susun di atas meja, Adara mengukir senyum tipis ketika untuk kesekian kalinya pertanyaan tersebut diucapkan Danendra lewat telepon.Siang ini—sesuai rencananya pagi tadi, Adara akan pergi ke kantor Ginanjar untuk memberikan oleh-oleh Paris pada Papanya itu.Selain makanan, di dalam paper bag yang akan dia bawa terdapat baju juga aksesoris lain seperti gelas bahkan gantungan kunci.Baru pulang ke rumah kemarin pagi, Adara memang belum sempat menemui Ginanjar karena memutuskan untuk beristirahat seharian di rumah."Ke kantor aku buat ajak makan siang jadi, kan?""Jadi, ini makan siangnya lagi aku masukkin ke kotak makan," ucap Adara. "Masih sibuk enggak kamu?""Lumayan sih, tapi kalau nanti kamu datang ya aku berhenti kerja.""Bagus," ucap Adara. "Ya udah kalau gitu aku matiin duli teleponnya ya. Mau siap-siap dulu.""Hati-hati.""Udah berapa kali ya kamu ngomong ka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.