"Apa? Dia menyuruh seseorang menyusulku?" Pundak Ari menegang. Mata kami reflesk bertatapan. Aku memberi kode agar Ari menyalakan loudspeaker lagi."Iya, Den. Mungkin Ibu salah dengar, tapi Ibu yakin Den Sananta barusan menelepon, menyuruh seseorang menyusul Den Ari, lokasinya sudah ditemukan. Makanya Ibu telepon kirain Aden kena musibah. Syukurlah Den Ari baik-baik saja.""Aku baik-baik saja, Bi, jangan khawatir. Aku akan pulang secepatnya."Panggilan itu ditutup diiringi tatapan kami yang terkunci di udara. Tanpa bicarapun, aku yakin isi pikiranku dan Ari sama.Sananta sudah menemukan tempat ini lewat panggilannya barusan. Dan kami mungkin sekarang akan menjadi buron."Segera selesaikan catatanmu. Setelahnya kita berangkat," titah Ari segera. Dia keluar kamarnya, lalu kembali lagi ke kamarku untuk mengambil ponselnya yang sudah berisi catatan keperluanku."Kunci pintunya rapat-rapat. Jangan bukakan siapapun yang datan
Enam belas jam lebih setelah Ari meninggalkan Hara di pulau terpencil itu. Pemuda itu telah tiba di kampungnya lagi saat matahari beranjak naik dan langsung menuju rumahnya. Sananta telah menunggu dengan raut kelam dan kemarahan yang tak tahu harus dilampiaskan ke mana. "Bagaimana, masih tak ada kabar soal Hara?" tanya Ari setelah basa-basi sesaat. Ini pertemuan pertama mereka, tapi tampaknya tak ada yang tertarik untuk membahas itu sama sekali."Belum. Aku tak tahu harus mencari ke mana lagi. Bahkan aku sudah mengirim orang ke teman-teman semasa kuliahnya, dan tak ada yang tahu di mana." Wajah Sananta keruh. "Dan kau masih di sini juga?" pancing Ari. Setelah mengutus orang untuk melacak jejaknya, Sananta masih mau menunggunya di sini. Ari yakin orang-orang Sananta telah kehilangan jejak. Dia tak bodoh untuk meninggalkan petunjuk walau sedikit saja."Ada sesuatu yang hendak kutanyakan padamu." "Soal apa?""Soal lahan Har
"Karena aku menjaga batas, Sananta, makanya kubiarkan semua pertanyaanku tergantung di udara." Ari menyeringai. "Kau tak tahu bagaimana kerasnya aku berusaha menahan diri, tapi sekarang aku tak tahan lagi. Jangan-jangan Hara melarikan diri karena kau sudah mengolah kebunnya diam-diam tanpa sepengetahuannya? Apalagi yang membuat seorang wanita bersuami kabur jika bukan karena kekecewaan yang mendalam pada suaminya?" "Hentikan prasangka tak berdasarmu, Ari. Aku tidak mungkin melakukannya pada istriku sendiri!""Lalu alasan apa lagi, Sananta? Mungkin kau tidak, tapi bagaimana dengan ayahmu? Bagaimana jika ayahmu menekan Hara di belakangmu?""Jangan bawa-bawa ayahku!" Emosi Sananta langsung memuncak. Dia paling tak bisa seseorang merendahkan ayahnya. "Kenapa tidak? Setahuku bisnis-bisnis besar seperti ini banyak permainan kotor di dalamnya. Contohnya izin yang kau pakai untuk mengolah kebun itu. Jangan kira aku tak tahu apa yang sebenarnya
"Tapi ini benar-benar tidak masuk akal, Pa. Tolong katakan sekarang juga," tuntut Sananta tak sabar lagi."Baiklah." Tuan Saddil menarik tegak punggungnya yang tadi bersandar di sofa. "Melihat emosimu hari ini yang lebih parah dari hari kemarin, sebenarnya aku kasihan padamu jika harus memperburuk lagi. Namun, sepertinya aku tak ada pilihan.""Hara tidak mengatakan apapun padamu?" tanya Tuan Saddil. "Mengatakan apa?" jawab Sananta segera."Inilah yang kutakutkan akan terjadi Sananta. Kau akan salah paham, tapi aku menghargai permintaan Hara.""Papa tolong langsung saja ke intinya, aku tidak mengerti apa yang Papa katakan.""Kau tahu soal bibinya yang ditangkap polisi buntut perkara jual beli dengan surat palsu? Di mana perusahaan kita sudah memberikan uang muka satu miliar?""Ditangkap polisi? Bukankah semuanya sudah diselesaikan secara kekeluargaan?" Seingat Sananta, papanya setuju untuk tidak membawa ka
"Kau tidak bisa langsung gegabah begini, Sananta.""Gegabah apanya, Pa? Istriku hilang bahkan sudah lebih dua hari. Aku akan membuat laporan ke kantor polisi, dengan demikian kemungkinan Hara ditemukan lebih besar.""Papa tahu, Sananta. Tapi saat ini kita tidak boleh membiarkan berita ini tersebar pada umum. Kau tahu apa resikonya. Nama baik perusahaan kita akan jadi taruhan jika gosip menyebar, apalagi sampai viral. Apa kata orang jika menantu Tuan Saddil hilang setelah memberikan izin lahannya untuk diolah SS Energy Group? Bisa-bisa kita dianggap mafia dan sengaja menghilangkannya.""Lalu bagaimana dengan Hara, Pa? Apakah nama baik lebih penting daripada nyawa?" "Tentu saja nyawa lebih penting, Sananta. Namun, kita benar-benar tak boleh gegabah. Kau tahu izin untuk menambang emas sangat sulit untuk keluar, dan bencana jika yang berwenang mengetahui hal ini."Sananta menyugar rambut. Salah satu hal yang tidak disukainya dari S
Aku bermimpi lagi. Kak Sananta datang dengan wajah sendu dan mata sembap. Bibirnya bergerak seperti orang bicara tapi tak satupun yang kudengar. Aku sampai menangis memintanya mengeraskan suara, tapi Kak Sananta justru pergi bersama sampan nelayan. Membiarkanku menangis tersedu di pinggir pantai."Kak, Kak Hara." Suara Riang, gadis delapan belas tahun yang tidur bersamaku membuatku benar-benar tercabut dari mimpi itu. Wajahnya yang putih bersih dengan dua bola mata khas--berbinar-binar-- menyorotku dengan cemas. "Kakak mimpi buruk lagi?" Aku mengangguk pelan sambil menghapus sisa air mata. Bahkan aku benar-benar menangis di dunia nyata dan rasanya itu menyebalkan. Kenapa pria yang sudah menipuku harus masuk ke mimpiku dan membuatku menjatuhkan air mata?Harusnya, semua tentang kami berakhir sampai di dunia nyata saja. Aku tak sudi mengingatnya di dalam mimpi lagi, karena itu hanya akan menunjukkan betapa ... lemahnya aku."Mun
"Iya. Kukira kamu adiknya, ternyata ..." Kak Ratna menggantung ucapannya seraya menatap penuh arti. "Ternyata apa, Kak?" Dadaku sedikit berdebar, tak tahu kenapa padahal tak sekali dua aku mendengar komentar seperti ini. Mungkin saja cara menatap Kak Ratna yang membuatku salah tingkah."Ternyata kalian tak mirip. Haha." Kak Ratna tertawa, aku pun segera mengikutinya.Satu hal kemiripan dua beradik itu, keduanya sama-sama humoris. Dan dengan cepat aku merasa nyaman berada di sini.Kak Ratna membagi beberapa momennya dengan Ari. Aku mendengarkan dengan antusias. Selama ini, karena terbatasnya waktu, aku jarang mendengar bagaimana sosok Ari dari sudut pandang yang lain."Ari itu loyal, baik dan sopan, Ra. Dia sering membantuku soal materi karena seperti yang kamu lihat, aku berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Kadang-kadang kiriman datang terlambat dan biaya kuliah nunggak. Kadang dia menerima bayar utangku, lebih sering s
"Kamu dinyatakan sengaja melarikan diri, sehingga kehilanganmu tidak dilaporkan pada polisi."Hara menahan napas, lalu mengembuskan pelan-pelan. Bukankah seharusnya dia senang dengan berita itu? Setidaknya dia tidak perlu repot memakai masker ke manapun hanya untuk antisipasi seseorang tiba-tiba saja mengenalnya lewat media sosial atau televisi."Tentu saja. Menantu SS Energy Group hilang setelah lahannya baru saja dikeruk. Apa kata dunia?" Hara tertawa sumbang, memaksa logikanya berpikir untuk menimbun kecewa yang melanda.Ternyata semua ini memang hanyalah tipuan Sananta belaka. Tak ada cinta di hatinya, yang ada cuma ambisi dengan segala macam cara termasuk sandiwara sempurna. Dia di sana pasti sudah melupakan Hara selama tiga bulan ini. Dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya, sementara Hara pergi atas keinginan sendiri. Sananta tak perlu repot untuk mengusir atau membuat drama baru agar perempuan itu segera enyah dari hidupnya