Siang hari Selina pergi ke gerai hp untuk membeli ponsel baru. Dia juga sudah menghubungi call center dan pihak operator untuk segera melakukan verifikasi dan memblokir kartu yang sudah hilang demi keamanan.Sepulang dari toko dia pun bergabung bersama Ummi Sarah, Hawa dan para santriwati mempersiapkan hidangan untuk sore nanti. Terlihat semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing.Tiba-tiba Adam muncul di belakang Selina dan menutup matanya.“Aa!” pekik Selina tapi Adam tak mau melepasnya. “Buka ih!”“Gak!”“Aa, udah deh jangan iseng! Aku mau bantuin Ummi …” sergah Selina geram.Ummi Sarah menatap Adam yang usil dan mengisyaratkan padanya untuk berhenti menjahili adiknya.“Ayo ikut!”Adam masih menutup mata Selina dan menuntunnya untuk pergi ke kamar Selina.“Tad da!” ucap Adam membuka mata Selina. “Indah gak?” tanya Adam. Mengingat adiknya yang sedang bersedih, Adam membelikannya bunga lady rose berwarna kuning yang ditata sedemikian rupa ke dalam vas kaca di kamar Selin
“Apa aku tidak salah dengar kalau Bu Selina itu putrinya yang punya pesantren?” gumam Winda sembari melangkahkan kakinya menuju rumah besar yang berada di antara lingkungan pondok diikuti Hanum di sampingnya.“Memang telinga Bu Win berdengung gitu?” goda Hanum.“Ckck! Ah gak mungkin! Salah kali! Masa iya, aku gak percaya. Penampilan Bu Selina tahu sendiri sederhana. Aku gak percaya. Santriwati itu kayaknya baru jadi belum tahu kali,” elak Winda.“Um, emang kalau bener atau tidak masalah gitu?” debat Hanum sembari menikmati angin sepoi-sepoi di siang hari yang teduh.“Enggak juga sih. Cuma gak percaya aja kayak gak mungkin gimana gitu …”Mereka pun tiba di halaman rumah Selina. Terlihat beberapa kendaraan beroda empat menyusul dan parkir di area pesantren yang luas. Dulu saat pesantren masih sepi bangunannya masih sedikit dan kecil. Namun karena berkembang dikelola dengan baik oleh Ustaz Bashor dibantu adik-adiknya gedung pesantren semakin baik, lebih besar dan fasilitas semakin bagus.
Selina duduk di samping Ummi Sarah dan tersenyum tipis. Ummi Sarah tak banyak bicara. Dia tahu putrinya telah melakukan kesalahan. Dia akan menegur sang anak saat berdua dan saat acara telah usai. Tak pernah dia menegur di depan orang lain demi menjaga mental sang anak.“Ummi tinggal dulu. Anggaplah seperti rumah sendiri,” ucap Ummi Sarah meninggalkan mereka.“Sehat Bu Selina?” tanya Winda tersenyum manis. Seperti scanner Winda memindai Selina dari atas ke bawah.“Sakit,” sahut Selina, berhasil membuat Winda dan Hanum terkejut.“Sakit apa?” tanya mereka kompak.“Sakit, ponselku ada yang nyuri. Kualat kayaknya pulang duluan,” ucap Selina dengan terkekeh. Dia pandai sekali menyembunyikan perasaan bersedihnya.“Sabar ya Bu Selina. Bu Selina bisa beli ponsel lagi yang baru secara anak pemilik pesantren gitu … punya banyak uang,” pancing Winda. Dia hanya penasaran apa yang dikatakan santriwati itu benar. Hanum hanya mendelik pada Winda dan ingin sekali rasanya menyumpal mulut Winda dengan
Mahendra menyingkirkan selimut berbahan wol ke lantai lalu memeriksa bagian tubuhnya yang terpahat sempurna sebagai seorang dokter yang rajin ikut gym. Biasanya yang terbangun dalam kisah-kisah romance seorang gadis dengan kondisi yang seperti itu tetapi ini terjadi pada seorang pemuda. Dia takut jika gadis yang menolongnya itu merenggut keperjakaannya. Dia memang suka minum alkohol saat pikirannya galau tetapi untuk urusan wanita dia tak pernah berhubungan di luar batas norma. Itu prinsipnya.Apakah dia telah melanggar prinsipnya itu hanya karena minuman haram?Mungkin.Dia meraba-raba sprei yang dia tiduri mencari tahu apakah ada bekas pergulatan dirinya dengan perempuan asing yang bahkan baru pertama kali bertemu menurutnya seperti cairan atau noda. Namun dia tak menemukannya.Dia menghela nafas panjang.“Syukurlah, sepertinya tidak terjadi apa-apa. Mudah-mudahan …” Dia memegang dadanya yang berdebar-debar karena rasa takut. Takut yang teramat sangat, takut kehilangan Selina. Taku
“Kejar! Kejar gadis itu!” sentak Darius.Mahendra hanya terdiam.“Kamu tuli?” ucap Darius lagi. “Kamu harus bertanggung jawab. Kita langsung ke KUA,” ucap Darius dengan serius.Mahendra hanya bergeming. Tiga kata yang dia tangkap. Hanya bisa pasrah.Mendengar nama Dirgantara, Darius sontak kaget. Apakah Darius mengenali orang tua Alana. Benak Saraswati diliputi tanda tanya.Sebelumnya Darius begitu marah menyalahkan Alana yang malang kini sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat, tak terlihat kilatan amarah di matanya. Yang ada hanyalah rasa bersalah.Mahendra pun mengikuti perintah Darius, mau tak mau. Dia berlari keluar mencari gadis itu.“Papa, apakah Papa mengenal ayahnya gadis itu?” tanya Saraswati memandang wajah sang suami dengan lekat.Darius diam lalu sedetik kemudian bersuara, “Ti-dak,” jawabnya. ‘Mungkin Dirga orang yang berbeda,’ batinnya.Darius duduk dan memijit kepalanya. Tak habis pikir apa yang dia lihat saat ini. Kedatangannya jauh-jauh dari Purwakarta ke Jakar
Berbohong itu keliru meskipun berbohong untuk sebuah kebenaran. Prinsip yang dipegang teguh oleh Ustaz Bashor ialah hidup harus jujur meskipun pahit. Dia selalu mengajarkan keluarganya untuk selalu bersikap jujur meneladani sikap teladan kekasih Allah, baginda nabi Muhammad saw.Namun tentu tidak sepenuhnya benar apa yang diamalkan Ustaz Bashor karena dia telah melakukan sebuah kebohongan besar, yaitu menyembunyikan identitas Selina terlepas dari tujuannya baik untuk menyelamatkannya dari fitnah. Bagaimana bisa seorang yang alim bisa menerima bayi dari seorang wanita tuna susila untuk mengasuhnya. Masyarakat umum yang masih berpikiran dangkal senantiasa menjudge negatif pada orang-orang seperti itu. Padahal mereka jelas belum tentu baik dan benar. Dan anak hanyalah korban.Orang sering salah kaprah dengan menamai bayi yang lahir sebelum terjadi pernikahan dengan anak haram. Yang haram ialah perbuatan ke dua orang tua bayi itu. Bayi terlahir suci.Ustaz Bashor memutar otak, mencari ja
“Saya belum selesai bicara. Dengarkan terlebih dulu! Disebut sepersusuan itu ada syaratnya, tidak sembarangan,” tukas Ustaz Bashor agak sedikit meninggi. Semua orang kini diam menyimak, termasuk Fadel yang ikut bergabung dengan mertuanya.Semua jamaah terdiam.“Dikatakan sepersusuan itu harus memenuhi syarat, diantaranya seorang bayi telah menyusu minimal lima kali pada ibu susu (pendonor ASI), itu pun sampai kenyang. Jika memenuhi syarat tersebut maka otomatis hubungan antara bayi itu dengan anak ibu susunya menjadi mahram dan tidak boleh menikah jika mereka lawan jenis.Telah diriwayatkan oleh Aisyah ra.:Bahwa Aflah, saudara Abul Qu`ais, yakni paman sepersusuannya, datang minta izin menemui Aisyah setelah turun ayat hijab. Aisyah ra. berkata: Tetapi aku tidak memberinya izin. Dan ketika Rasulullah saw. datang, aku ceritakan apa yang telah aku lakukan itu. Ternyata beliau menyuruhku untuk memberinya izin menemuiku. (Shahih Muslim No.2617)Contoh pada kasus Aflah yang ternyata sepers
Sepulang dinner Shiza merasa gelisah. Dia bangun tidur langsung teringat dengan Selina. Dia menatap foto Selina bersama dirinya yang dipajang di kamarnya. Foto itu diambil saat mereka main ke Gramedia berburu buku untuk tugas mata kuliah.Shiza merasa bersalah karena telah bersikap kekanak-kanakan dengan memblokir nomor sahabatnya. Bahkan dia telah berani menulikan pendengarannya tak ingin mendengarkan cerita sahabatnya.Amarah seringkali menyeret seseorang pada keputusan yang keliru.Dia meraih ponselnya yang diletakan di atas nakas. Lalu dia membuka blokir nomor Selina dan berusaha menghubunginya. Cemas, apa yang dirasakan Shiza saat ini karena nomor ponsel Selina tidak aktif. Dia sudah mencoba menghubunginya saat pagi hari hingga sepuluh kali lalu berlanjut siang harinya hingga lebih dari lima puluh kali. Namun tetap tak aktif. Kini giliran Selina yang memblokir nomornya, pikirnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Mbak, makan siang dulu!” ucap ART. “Belum lapar,” sahut