“Hari ini aku akan ngewujudin salah satu bucket list kamu.” Ksatria bicara dengan antusias. “Tapi jujur deh, Nai, kamu bikin bucket list bukan karena lagi sekarat atau apa kan?”
“Mulutmu bener-bener butuh dicuci pakai deterjen ya, Sat,” keluh Rinai sambil terus berjalan menelusuri area parkir basement tersebut.
Hari ini entah kenapa Ksatria meliburkan Pak Anwar dan ialah yang menyetir sepanjang perjalanan ke kantor. Maka dari itu mereka keluar di basement gedung kantor hari ini, bukan di pelataran lobi seperti biasanya.
“Aku kan khawatir.” Ksatria memeluk pinggang Rinai seperti biasa.
Rinai sudah hampir menyikut Ksatria supaya lelaki itu melepaskannya, tapi Ksatria sudah lebih dulu m
“Semalam kamu pulang jam berapa? Kayaknya Papa udah ketiduran pas kamu pulang.”Rinai mengelap sumpit yang akan mereka gunakan ketika nanti ramen mereka datang. Sebenarnya hal itu hanya salah satu caranya untuk mengulur waktu menjawab pertanyaan sang ayah.Tetapi, dipandangi terus seperti ini membuat Rinai akhirnya tak bisa bertahan diam lebih lama lagi.“Jam sebelas baru sampai rumah, Pa,” jawab Rinai seraya melirik ayahnya takut-takut. “Abis dari Subtitles, mampir makan dulu soalnya.”“Oh….”“Maaf ya, Pa, aku malah bikin Papa nungguin aku sampai ketiduran.”“Nggak apa-apa. Pergi sama Ksatria kan?”
“Ternyata kalian beneran cocok pacaran ya.”Rinai sudah lelah mengoreksi bagaimana orang-orang menyebut hubungannya dan Ksatria sebagai pacaran. Toh label hanyalah label.Jadi ia tidak akan mengoreksi Shua bagaimana perempuan itu menyebut hubungannya dan Ksatria.“Cocok dari mananya?” tanya Rinai penuh rasa ingin tahu.Sudah siang tadi Rinai ke Plaza Indonesia, malam ini ia kembali ke sini untuk menemani Shua belanja keperluannya dan Janar.Kata Shua di telepon tadi, ia sedang suntuk dan lagi tak ada ide. Padahal waktunya untuk mempersiapkan koleksi yang akan ia tampilkan di Jakarta Fashion Week sudah benar-ben
Seumur hidup, Rinai hanya pernah dua kali ke kantor polisi.Yang pertama adalah ketika menjelang masa-masa terakhirnya di SMA ia dan Ksatria terciduk polisi di area balap liar, padahal mereka hanya menyemangati salah satu teman sekelas mereka yang akan balapan terakhir sebelum fokus Ujian Nasional.Tapi memang dasarnya mereka sedang apes saja.Yang kedua adalah ketika mereka ikut demo di depan gedung DPR dan terjebak di kerusuhan yang terjadi di tengah demonstrasi seluruh BEM universitas se-Jabodetabek.Kini Rinai menorehkan sejarah baru di hidupnya dengan datang yang ketiga kalinya ke kantor polisi.“Perempuan kurang ajar,” maki S
“Tumben nggak pergi sama Ksatria.”“Dia mau main golf. Aku bosen kalau ikut dia.”“Tumben…,” komentar Sandy lagi. “Biasanya kalian kayak paket hemat di supermarket, beli satu gratis satu.”“Papaaa.”Sandy pun tertawa, kini ia jadi punya hobi baru, yaitu menggoda anaknya dengan membawa nama Ksatria.Karena hari ini adalah tanggal merah, Sandy dan Rinai bisa bersantai di rumah meski hari ini bukan akhir pekan. Kebetulan baik Haydar dan Ksatria sedang tak punya agenda kerja sama sekali hari ini, maka baik Sandy dan Rinai bisa bersantai di rumah.Siang ini, Sandy tengah mengurus tanaman yang baru ia beli kemarin dan datang pagi tadi, diantar ke rumahnya. Sembari menemani ayahnya berkebun, Rinai duduk di teras dengan Kindle di tangannya.Tangan Rinai mengambil pisang goreng yang dibuatkan ayahnya sebelum berkebun. Menjadi putri tunggal Sandy Prawara membuat Rinai cukup dimanja oleh Sandy meski tentu saja tidak secara berlebihan.Ketika Sandy punya waktu luang, ia akan selalu menemani Rinai
Ksatria tahu kadang selera Rinai memang unik.Tetapi, kini ia mulai menduga kalau wajah tampannya tidak masuk ke selera Rinai. Maka dari itu Rinai bisa dengan mudah mengatakan kalau bosan melihat wajahnya.Padahal menurut Ksatria, ketampanannya cukup memiliki khas.Meski ia memiliki bentuk rahang tegas khas para player (yang entah kenapa, kebanyakan para player memiliki rahang tegas seperti ini), juga kesan maskulin dan ‘bad boy’ yang selalu didapatkan orang ketika pertama kali melihatnya, bukan suatu hal yang cukup pasaran.Banyak temannya yang mengatakan ia bisa pergi jadi bintang laga di Hollywood bersama Iko Uwais kalau ia mau. Wajah dan tubuhnya mendukung. Segitu unik dan tampannya dia, tapi ternyata Rinai bisa bosan juga terhadapnya….Ksatria mulai sadar kalau ia harus bekerja keras supaya Rinai tidak akan bosan dengannya.“Makan nggak abis ini?”“Nggak deh, mau ketemu Yayang dulu.”Nara langsung pura-pura muntah saat Ksatria mengatakan hal tersebut sambil cengar-cengir sendiri.
“Aku mencium bau sesuatu.”“Bau apa?”“Bau peperangan.”Shua tertawa keras begitu mendengar jawaban Yogas, sampai Yogas hanya bisa menggeleng pelan melihat betapa tidak anggunnya Shua saat ini.“Perang apa, Ma?” tanya Janar pada Shua dengan polosnya.“Bercanda, Sayang,” sahut Shua dengan lembut kepada anaknya, yang duduk di antara dirinya dan Yogas. “Oh ya, kamu tunjukin gambar yang tadi kamu buat sama Asa dong. Siapa tahu kerutan di kening Om Ksatria bisa hilang.”Dengan bersemangat untuk mematuhi permintaan ibunya, Janar meraih tas yang tadi ia jadikan sandaran dan mengambil buku gambarnya.“Nih, Om, aku gambar Iron Man lho.”“Mana? Coba sini bukunya.”Janar mengatakan, “Permisi, Om,” kepada Yogas dengan sopan supaya bisa menghampiri Ksatria yang duduk berseberangan dengannya.Shua terus mengambil salad Hokben milik Rinai, selagi perempuan itu ikut melirik ke arah Ksatria yang duduk di sampingnya.Siang ini Shua memang sengaja mampir ke Heavenly & Co setelah menjemput Janar dari rum
[Ksatria dan Rinai, kelas 2 SMA.]“Ada orang yang bilang kalau mamaku selingkuh.”“Hah?!”“Ho,” sahut Ksatria sambil mendengus pelan.“Serius?” Rinai dengan cepat melupakan ketoprak yang sedang ia makan sore ini.Hari ini mereka dipulangkan dari sekolah lebih cepat daripada biasanya. Beruntung mereka tidak ada jadwal les lagi karena sejak Ksatria dan Rinai bisa mempertahankan ranking 1 dan 2 paralel sejak SMP, Leona memberi keringanan untuk mereka tidak ikut les ini dan itu ketika menginjak kelas 2 SMA.Lebih tepatnya, Leona memberi keringanan untuk Ksatria. Rinai selama ini ikut les yang sama dengan Ksatria karena Leona tahu, hanya Rinai yang bisa membuat lelaki itu menurut dan berkonsentrasi.Rinai sih senang-senang saja. Pada dasarnya ia suka belajar, jadi dibayari les ini-itu untuk mengisi waktunya, Rinai tidak keberatan. Berbeda dengan Ksatria yang sepertinya menganut prinsip hidup ‘akan kulanggar semua aturan Mama’.“Seriuslah.” Ksatria menyerahkan ponselnya yang menampilkan e-m
“Kamu masih marah sama aku?”Malam ini, setelah pertengkaran pertama mereka siang tadi, Ksatria dan Rinai tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir.Rinai mengajak Ksatria makan sate di warung sate langganan mereka dan lelaki itu mengiakan ajakannya.“Nggak kok, Nai.”Rinai tetap belum tenang walaupun Ksatria sudah menjawab seperti itu.Meski keadaan mulai membaik setelah mereka bicara, tapi Ksatria juga masih lebih banyak diam daripada biasanya. Kalau Rinai bertanya, kini Ksatria sudah mau menjawabnya.Ksatria hanya belum mau mengajaknya bicara terlebih dahulu.Apa dipeluk aja nggak ampuh ya? pikir Rinai dengan gamang sambil menunggu sate mereka datang.Memang, Ksatria tetap membalas pelukannya siang tadi. Apalagi ketika Rinai memanggilnya ‘Yang’, Ksatria mencium puncak kepalanya dengan lembut dan mereka bertahan di posisi tersebut selama beberapa saat.Setelah itu tentu saja mereka baikan. Tetapi diamnya Ksatria yang tidak biasa, masih mengusik Rinai.Rinai sadar kalau selama