Happy Reading*****Semu orang beralih menatap ke arah sumber suara. Wening sudah berdiri dengan dandanan lain dari kesehariannya. Gamis berokat dengan taburan mutiara plastik serta riasan wajah yang lebih tebal dari biasanya membuat semua orang yang berada di ruang tamu takjub. Kata orang Jawa, wajah si gadis saat ini manglingi.Fandra bahkan enggan untuk mengedipkan mata apalagi Fahri. Sang mantan benar-benar sudah lupa jika ada Tiara di sampingnya. Dia lebih fokus menikmati wajah cantik Wening padahal sang gadis tengah menatapnya tajam penuh dengan amarah. "Kenapa diam? Berkali-kali aku mengatakan bahwa cinta yang kamu katakan itu semuanya palsu. Di depan banyak orang bahkan kamu pernah merendahkan aku demi tujuanmu tercapai. Aku yang selama itu begitu bodoh sudah dibutakan oleh cinta yang kamu agungkan setiap hari. Bukan aku yang kamu cintai, Ri."Lelaki yang disebut namanya itu diam. Sejak di Malang, si gadis memang selalu menentang dan menyanggah semua perkataannya. Wening tak
Happy Reading*****Wening duduk dengan lemas, sedangkan Fandra pasrah. Jika Mahmud sudah menganggukkan kepala tanda bahwa lamarannya kali ini ditolak. Lelaki itu bisa apa. Padahal hati si gadis sudah didapatkan, restu Fatimah juga sudah turun. "Pak, jangan main-main. Malu sama tetangga kalau sampai ada yang tahu lamaran Wening batal lagi," ucap Fatimah. Kedua tangannya memegang lengan sang suami dan mengguncangnya pelan. "Mas, apa nggak bisa dipertimbangkan lagi. Perempuan itu, hanyalah ibu tiri yang terpaksa merawat Fandra karena permintaan suaminya," tambah Rahmat, "kasihan Mbak Wening. Mas nggak lihat, dia sangat bahagia berada di dekat Fandra."Mahmud menggelengkan kepala sekali lagi. "Walau ibu tiri, tapi dia sudah merawat Fandra sejak kecil sampai dewasa. Jika perempuan itu nggak ngasih restunya. Bagaimana Wening akan tinggal serumah dengannya nanti.""Pak, setelah menikah nanti, saya nggak akan tinggal sama ibu. Mas Fahri sudah tinggal bersama beliau dan nggak mungkin saya
Happy Reading*****"Kalian ini, apa, sih?" kata Mahmud, "Bapak itu belum selesai ngomong." "Ya, sudah. Mau ngomong apa, Pak. Cepat dilanjut," ucap Fatimah. Dia sudah tidak sabar untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan sang suami.Mahmud menatap Fandra dengan serius. Lalu, dia beralih menatap pada seluruh keluarganya secara bergantian termasuk Wening. "Wajah kalian tegang banget.""Gimana nggak tegang, Mas. Sejak tadi ada saja halangan untuk acara ini." jawab Damayanti yang sejak tadi membuka suara sama sekali. Sebagai perempuan, tentu dia juga gemas dengan sikap kakak iparnya itu. Sejak tadi, terus saja menggoda dan menunda acara lamaran putrinya.Wajah tegang keluarga Wening makin terlihat dengan jelas. Mereka semua menunggu-nunggu syarat apa yang akan diajukan oleh sang kepala keluarga. Mahmud malah tertawa menatap mereka semua."Pakde, ih. Cepetan ngomong, jadi setalah itu kita bisa langsung makan-makan. Silvi udah nahan lapar ini. Sudah siang, waktunya diisi lagi.""Kamu itu,
Happy Reading*****Pulang dari rumah Wening, Fahri melajukan kendaraannya lagi. Dia sama sekali tidak masuk, hanya mengantar ibu dan istrinya sampai di teras. Pikiran lelaki itu benar-benar kacau. "Mau ke mana suamimu?" tanya Karima. Mengedikkan bahu, Tiara melangkah begitu saja meninggalkan sang mertua. Mengumpat, Karima juga masuk. "Dasar anak jaman sekarang. Tidak ada aturannya sama sekali. Sopan santunnya sudah hilang." Masuk kamar dan mengunci pintu dari dalam. Karima juga tidak akan begitu peduli dengan tingkah sang menantu.Andai Tiara bukan anaknya Hartawan, mungkin Karima juga tidak akan menyetujui Fahri menikahinya. Walau sang suami telah berwasiat untuk menjodohkan mereka.Fahri terus melajukan kendaraan menuju sebuah rumah kecil di pinggiran kota dekat dengan bandara kebanggan masyarakat Banyuwangi. Membuka sendiri gerbang rumah tersebut. Fahri menyapa seseorang yang sedang menyapu halaman. "Lho, Mas?" sapa perempuan sepuh berdaster dengan jilbab wana hitam khas emak-
Happy Reading***** Mengumpat sekeras mungkin ketika panggilannya terputus, Fahri terpaksa bangkit dan meninggalkan ruangan tersebut. Sebelum keluar rumah, dia menyempatkan diri untuk mandi guna menghilangkan bau dan juga pengaruh alkohol dalam dirinya. Setengah jam kemudian, Fahri melajukan kendaraan roda empatnya setelah berpamitan pada perempuan yang menjaga rumah tersebut. Dulu, FAhri membeli rumah itu untuk bersembunyi dari segala kepenatan dan kesesakan hidup. Berharap suatu hari nanti dia bisa menempati rumah tersebut bersama dengan Wening. Namun, semua harapan itu tidak akan pernah terwujud karena si gadis sudah dimiliki oleh adiknya sendiri. Jika Fahri tengah perjalanan menuju rumah mertuanya untuk menjemput Tiara. Maka, sang istri tengah membuat dram dengan menjual air mata. Seolah dialah perempuan yang dianiaya oleh sang suami. Sejatinya, sikap Tiara tak ubahnya seperti Fahri, tidak sepenuhnya fokus dengan pada satu hati. Tiara juga bermain hati dengan masa lalunya yang
Happy Reading*****Semua mata tertuju pada sosok tinggi dengan perut buncit serta kulit sedikit gelap. Lelaki itu tak lain adalah Hartawan. Datang dengan membawa beberapa paper bag di tangan. Matanya membulat sempurna ketika mendengar dan melihat percakapan anak dan menantunya. "Jadi, kenapa kamu mengatakan lelah, Ra? Apakah tidak ada pembantu di rumah Fahri atau Karima berbuat jahat padamu?" tanya Hartawan. Lelaki paruh baya itu masih saja memasang wajah menakutkan, antara marah, ingin tahu dan juga khawatir. Fahri diam dan malah tersenyum miring. Tahu pasti jawaban Tiara akan melenceng dari yang dia ucap tadi. Empat buan hidup bersama perempuan itu, tentunya si lelaki mulai paham sifat sang istri. "Bukan gitu. Pa. Tiara itu baru sampai sini, tapi sama Fahri sudah diajak pulang. Kan, jadinya capek, Pa. Maunya pengen nginep aja, besok berangkat kerja sama Papa atau Mbak Hermin," jelas istri Fahri. Untuk meyakinkan sang Papa, dia mencolek paha sang kakak ipar supaya ikut mendukung
Happy Reading*****Hari Senin yang membahagiakan bagi Wening dengan status baru sebagai tunangan Fandra. Pagi tadi, lelaki itu sudah datang menjemput padahal si gadis sudah mengatakan akan naik motor saja seperti biasanya. Namun, Fandra melarang keras. Mobil Fandra sudah berhenti diparkiran saat ini, tetapi Wening masih belum boleh turun. Semua karena berondong tunangannya itu tidak membolehkan. Jengkel, tentu dirasakan si gadis. "Fan, jamnya sudah mepet. Nanti, Pak Ibra marah kalau aku telat. Buka kunci otomatisnya, gih," pinta Wening. Bibirnya sudah mengerucut, maju beberapa sentimeter. Pasalnya sepuluh menit lagi sudah jam masuk kerja. Sementara saat ini, dia masih terkunci di mobil tunangannya. Fandra masih tenang sambil sesekali menatap dirinya."Bentar lagi, Mbak. Masih kangen nih," jawab Fandra enteng. Dia bahkan memainkan sebelah matanya dengan genit. "Kalau nggak usah kerja hari ini gimana? Temenin aku di kafe aja, ya.""Adek, nih. Gak usah aneh-aneh, kalau aku ikut ke kaf
Happy Reading*****Senin yang biasanya ceria dan membuat Tiara bersemangat menjalani aktifitasnya, tidak terjadi hari ini. Sejak minggu sore, ketika Fahri mengetahui apa yang diperbuatnya dengan sang mantan. Lelaki itu mengancam akan memberitahukan pada Hartawan.Tadi saja sebelum berangkat, mereka berdebat dulu. Pasalnya, Tiara enggan membantu Karima yang kerepotan di dapur dan mencuci piring bekas sarapan mereka semua. Pembantu yang dipekerjakan oleh Fahri minta libur karena anaknya sakit. Alhasil, Karima turun tangan membereskan semua pekerjaan rumah.Ketika Fahri mengatakan pada sang istri untuk membantu ibunya. Tiara dengan keras menolak bahkan berkata kasar. Hal itu memicu kemarahan sang suami. Tiara bahkan terancam berangkat sendiri tadi. Wajah kesal tampak jelas, Tiara masuk ruangan dengan lesu. "Sialan, ada-ada saja masalah yang membuat ribut sama dia. Lagian, siapa sih yang ngasih tahu Fahri kalau aku jalan sama lelaki itu," gerutu si perempuan, "kalau begini caranya, aku