Hari berjalan dengan begitu cepat hingga kini tidak terasa sudah memasuki akhir pekan, hal itu membuat Kinan merasa jenuh. Dia yang biasanya selalu disibukkan dengan tugas-tugas kuliah kini waktunya sedikit senggang dan terasa membosankan, dia merasa perlu melakukan sesuatu hal yang membuatnya sibuk. Hingga tiba-tiba sebuah ide timbul di kepalanya, kenapa dia tidak membantu pekerjaan rumah saja. Sudah lama dia tidak menghabiskan waktu di dapur bersama Bi Imah dan Atun, mengobrol seperti dulu. Diliriknya Shaka yang masih tertidur di sampingnya. Saat hendak beranjak, tiba-tiba Shaka membuka mata. "Kamu kenapa senyum-senyum sendiri kaya gitu, Kinan ... lagi mikirin apa, sih?" tanya Shaka sambil menyipitkan mata memandang ke arah gadis di sampingnya itu. "Mikirin yang semalem, ya? Mau lanjut?" Oh, Tuhan, pagi-pagi Kinan sudah harus menghadapi kemesuman Shaka. Kinan mendecak dalam hati. Pura-pura tidur rupanya dia. Jadi sejak tadi Shaka memperhatikan gerak-geriknya. "Nggak apa-apa, Mas .
"Kinan! Hei, Kinan!" panggil Shaka. Namun Kinan telah menghilang di balik pintu ruang laundry. Shaka pada akhirnya memilih untuk mengikuti Kinan kemanapun dia melangkah, dan membuat keributan di belakangnya. Kecuali di kamar Nyonya Rose, dia bersikap sopan dan tidak aneh-aneh pada Kinan. Semua itu dia lakukan tentu saja untuk mencari perhatian Kinan. Namun sayangnya apapun yang dia lakukan selalu saja diabaikan oleh gadis itu. Shaka jadi kesal sendiri. Dia ngambek dan pergi ke kamarnya lalu menutup pintu dengan keras sehingga Kinan yang ada di dapur bersama Bi Imah dan Atun pun terkaget-kaget. Dada Kinan berdebar kencang. Pasti Shaka marah karena dia terus mengabaikan pria itu. "Tuan Shaka ngamuk, Mbak," tutur Atun cemas. "Mendingan Mbak Kinan ke sana, deh." "Biarin ajalah, Tun." Kinan berusaha mengabaikan semua itu. "Jangan, Mbak. Kalau Tuan Shaka marah beneran itu ngeri." Atun berusaha membujuk Kinan. Dia ingat dulu sewaktu Tuannya itu marah pada Kinan, secara random Shaka ma
Shaka begitu terkejut dengan kedatangan Nikita ke rumahnya. Tunggu, dia memang benar-benar Nikita. Mantan kekasih yang sudah tiga tahun tidak pernah dia temui lagi. Kabarnya dia pergi ke London untuk melanjutkan pendidikannya. Namun, saat ini perempuan itu benar-benar berdiri di hadapannya. Penampilannya tidak berubah. Tetap cantik dan bahkan lebih terlihat cantik dan elegan dibanding dulu. "Nikita baru datang dari London. Mama antar ke sini karena dia pingin ketemu kamu." Ucapan Rima membuyarkan lamunan Shaka. Dia kemudian melempar pandangannya pada Kinan yang berdiri di dekat pintu. "Kamu, ngapain berdiri saja di situ. Bikinin minum tamu, dong!" perintahnya. "Iya, Nyonya." Kinan melewati mereka untuk pergi ke dapur. "Ee, Ma__" Rima buru-buru mengangkat tangan mencegah Shaka untuk bicara. Dia tidak boleh memberitahukan siapa Kinan pada Nikita. "Gimana sih pembantu kok lelet banget," gerutu Rima. Shaka terkejut mendengar ucapan sang mama yang mengatakan Kinan seorang pembantu. Dia
"Sana ke kamar Mas Shaka sendiri!" seru Kinan sambil mendorong bahu Shaka menjauh."Kalau aku nggak mau, gimana?" Shaka dengan santainya mencekal lengan Kinan dan menarik gadis itu ke pelukannya. "Kalau gitu saya tidur di kamar Atun!" gerutu Kinan seraya berusaha melepaskan diri dari pelukan Shaka."Kalau kamu tidur di kamar Atun, dia aku pecat sekarang juga!" Mata Kinan membulat. Ancaman macam apa itu. Mana bisa main pecat orang tanpa alasan yang jelas."Aku serius loh," tegas Shaka. "Jadi, pilih Atun dipecat, atau kamu tidur di sini sama aku, atau kamu balik ke kamar kita?" Kinan mendesis sebal. Pilihan yang dibuat Shaka tidak ada yang bagus. Sungguh Kinan sedang tidak ingin berdekatan dengan makhluk menyebalkan ini. Pokoknya dia sedang kesal dan malas melihat wajah Shaka. "Pilih di sini aja, kan?" Shaka menaik-naikkan kedua alis sambil memasang ekspresi jahilnya. "Tapi lepasin!" Shaka menuruti ucapan Kinan. Gadis itu beringsut menjaga jarak di antara mereka. Dia memutar badan
Tubuh polos Kinan membuat Shaka tak lagi mampu menahan gelora yang menggelegak dalam dada. Ini adalah saat-saat yang ditunggunya selama ini. Mencicipi si perawan yang begitu sulit dia dapatkan. "Kalau sakit, gigit saja pundakku, ya?" bisik Shaka seraya menciumi leher Kinan. Gadis itu mengangguk. Dia melingkarkan kedua lengan di leher pria itu. Matanya terpejam saat dia merasakan ada sesuatu yang menggesek area pribadinya di bawah sana. Semakin lama gesekan itu berubah menjadi hujaman. Hingga satu hujaman terdahsyat membuat Kinan menjerit dan refkeks kuku-kuku jarinya mencengkeram punggung Shaka. "Maaf, ya?" Shaka menghentikan aksinya saat melihat wajah memelas Kinan yang tengah menahan sakit. Mata gadis itu berkaca-kaca. Entah dia menangis karena gerbangnya yang selama ini terjaga dengan baik berhasil dibobol oleh Shaka, atau karena dia sedang merasakan kesakitan yang teramat sangat. Atau bahkan dia merasakan keduanya. "S-sakit banget, Mas," ucap Kinan seraya membenamkan wajahnya d
Sungguh Shaka tidak bisa berkonsentrasi hari itu di kantor. Pikirannya dipenuhi bayang-bayang adegan panasnya semalam dengan Kinan. Yang terjadi melebihi ekspektasinya. Sensasinya itu membuatnya melambung. saat dia sedang asyik berkutat dengan bayangan tubuh polos Kinan dalam benaknya, dia dikagetkan dengan ketukan pintu disertai dengan suara seorang wanita yang sedang mengomel. "Pak Shaka, ini ada yang mau ketemu." Rini yang muncul dari balik pintu. Di belakangnya menyusul seorang wanita bertubuh ramping yang membuat kening Shaka mengerut. "Shaka, ini sekretaris kamu kurang ajar banget ya sama aku. Tadi dia nggak ngebolehin aku nemuin kamu." Nikita mengadu sambil melirik sinis pada Rini."Ya kan anda belum ada janji sama Pak Shaka." Rini pun membela dirinya. "Heh! Aku nggak perlu janji ya kalau mau ketemu Shaka. Kamu tahu aku siapa nggak, sih?" Shaka segera menghentikan pertengkaran dua wanita itu. Dia menyuruh Rini meninggalkan ruangan dan mempersilahakan Nikita duduk. Wanita c
Rima sudah pulang ke Surabaya. Kinan pun bisa bernapas lega. Namun, ancaman wanita itu begitu membekas di hatinya. Sementara ada Nikita yang sepertinya mulai getol mendekati Shaka. Sudah beberapa kali wanita itu datang mencari Shaka, dan tatapan sinis Nikita padanya sungguh mengintimidasi. Kinan merasa bingung. Di saat perasaannya pada Shaka semakin bertumbuh, rintangan pun semakin besar.Malam itu Kinan susah tidur. Waktu sudah menunjukkan jam sepuluh malam dan Shaka belum juga pulang. Karena pikirannya yang sedang kalut, dia jadi berpikiran macam-macam. Jangan-jangan Shaka sedang bersama Nikita. Mereka akan menghabiskan waktu bersama malam ini. Memikirkan hal itu membuat dada Kinan nyeri. Namun apa haknya untuk cemburu. Kinan bergelung di bawah selimut, berusaha menampik pikiran-pikiran yang membuat kepalanya terasa berat. Namun, semakin dia berusaha membuang pikiran-pikiran buruk itu, semakin dia diserang bertubi-tubi.Langkah kaki Kinan memasuki keramaian di antara pengunjung mal
"Nanti malam ikut aku acara gathering." Shaka membuka obrolan pagi saat dia dan Kinan menikmati sarapan. Tentu saja Kinan terkejut mendengarnya. Seketika terpikir di benaknya ancaman Rima. "Tapi, Mas ... aku ....""Nggak ada tapi. Sebagai istri kamu harus mendampingi aku bertemu dengan rekan-rekan bisnisku."Wajah Kinan cemberut. Dia dalam dilema besar. Bagaimana kalau nanti Shaka memperkenalkan dirinya sebagai istri Shaka pada rekan-rekan bisnisnya. Lagi pula, dia merasa minder jika harus berada di antara perkumpulan para pengusaha kaya. "Mas ... tapi aku minta sesuatu, boleh?" tanyanya bernegosiasi."Apa?" "Pokoknya Mas Shaka jangan kenalin aku sebagai istri Mas dulu, ya. Aku belum siap."Shaka mengerutkan kening. "Justru aku mau memperkenalkan kamu sebagai istriku.""Jangan dulu, Mas. Ya, ya, please!" pinta Kinan memelas."Memangnya kenapa?" "Pokoknya jangan dulu. Pokoknya aku belum siap. Kalau Mas nekat, aku nggak mau ikut."Shaka menghela napasnya berat. Namun dia tidak bisa m