Di kantor yang sibuk pada hari Senin pagi, Sarah duduk di mejanya dengan mata yang terus-menerus melirik ke arah ruangan Oliver. Rambut pirangnya terurai rapi, dan dia mengenakan pakaian kerja super ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Kantor dipenuhi dengan suara telepon berdering, bunyi keyboard yang terus-menerus ditekan, dan suara percakapan rekan kerja yang sibuk membahas proyek mereka.Sarah mengambil napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberaniannya. Hari ini, dia memutuskan untuk mengambil langkah besar. Sudah lama dia menyimpan perasaan untuk Oliver, dan setiap kali mereka bertemu, jantungnya selalu berdegup lebih cepat. Oliver, dengan penampilan profesionalnya yang rapi dan karisma alami, selalu menarik perhatian di kantor.Akhirnya, Sarah berdiri dari kursinya dan dengan langkah pasti menuju ke ruang Oliver. Dia mengetuk pintu dan mendengar suara Oliver yang ramah menyuruhnya masuk."Silakan masuk, Sarah," kata Oliver, tersenyum padanya sambil menyelesaikan beberapa
Rasa malu dan juga kecewa yang dirasakan Sarah imbas dari penolakan Oliver membawanya menuju salah satu bar sepulang dari kantor. Masih dengan setelan kerja yang sengaja dibuat super ketat, Sarah duduk di salah satu sudut dengan segelas wine di tangan.Sepasang mata wanita itu mengamati sekitar yang penuh ingar bingar. Suasana seramai itu pun tidak mampu menutupi kekosongan hatinya.Mengesah berat, Sarah mendekatkankan gelas tersebut ke bibir lantas menyesap isinya hingga tandas."Sial! Suasana seperti ini saja tidak bisa membuatku lupa dengan rasa sakit yang kurasakan. Tuan Eduardo, sebenarnya apa yang kurang dariku? Aku bahkan rela menjatuhkan harga diri dengan menjadi istri kedua, tapi tetap saja ditolak." Sarah menelungkupkan kepalanya ke atas meja sembari menceracau."Aku juga cantik. Jauh lebih seksi dari istrimu itu. Memuaskanmu di ranjang pun aku pasti mampu. Sepuluh ronde kalau perlu."Ocehan Sarah terus melantur ke mana-mana. Merutuki nasib nahas yang dialami. Sekalinya jatu
Mobil yang dikendarai Oliver memasuki garasi rumah mewahnya. Pria bertubuh tegap itu langsung bergegas masuk untuk menemui sang istri. Entah mengapa hari ini ia begitu merindukan Lena setelah seharian pergi bekerja. Rasa rindu yang tak biasa pada Lena tiba-tiba saja muncul setelah ia mendapatkan pernyataan cinta dari Sarah yang merupakan salah satu pegawai di perusahaannya. "Sayang, Kamu di mana?" Oliver mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya, tapi ia tidak menemukan Lena. "Huft ... di mana dia?" keluh Oliver sambil mengembus napas kasar dan mengacak rambutnya karena sepertinya ia cukup frustrasi.Tadinya Oliver sudah berandai-andai akan langsung memeluk Lena dengan sangat erat setelah ia menemukan istrinya. Ia ingin segera mencurahkan perasaan rindunya yang sudah tak tertahan sejak tadi. "Mengapa Kamu terlihat sangat frustrasi? Ada apa dengan rambut berantakanmu itu?" Tiba-tiba saja Lena muncul di belakang Oliver. Di tangannya ada segelas teh panas yang asapnya masih meng
104. Esme dan Sebastian menghabiskan waktu bersamaDengan menggunakan setelan santai, Sebastian turun dari mobilnya dan berjalan ke rumah Esme. Senyum pria itu terlihat sangat sumringah, hari ini akan menjadi momen yang spesial baginya. Sebastian menekan tombol bel rumah, menunggu sang pemilik untuk membukanya.Setelah menunggu beberapa saat, pintu rumah Esme terbuka tapi yang membukakan bukan wanita itu melainkan putranya, Matthew.“Oh, Paman Sebastian sudah datang!” seru bocah berumur tujuh tahun itu. Sorot matanya terlihat sangat berbinar melihat kedatangan Sebastian.Melihat bagaimana cara Matthew bersemangat membuat Sebastian semakin senang, kedatangnnya begitu ditunggu rupanya. “Di mana Mama kamu?”“Di dalam, dia sedang menyiapkan bekal yang nantinya kita bawa. Ayo masuk, paman.” Matthew menarik lembut tangan Sebastian. Kemudian dia berteriak lantang, memberi tahu Ibunya kalau Sebastian sudah datang.Esme yang tengah s
Begitu mendengar kabar kehamilan Lena, Vincent seperti menemukan celah kecil untuk kembali bertemu dan menjalin hubungan dengan wanita itu. Setelah berpisah dengan Lena di masa lalu, Vincent baru menyadari ternyata Lena memiliki banyak pengaruh di hidupnya. Dulu, Vincent memanfaatkan Lena untuk kepentingannya sendiri. Namun, sekarang dia tahu kalau berpisah dengan wanita itu ternyata menyakitkan. Vincent jatuh cinta pada Lena dan ini baru disadarinya setelah sekian lama, apalagi melihat kedekatan wanita itu dengan Oliver dan menjadi istri pamannya tersebut membuat Vincent cemburu. Kalau boleh jujur, ia ingin memiliki Lena kembali. Kalau bisa, ia ingin menghancurkan hubungan Lena dengan Oliver. Tidak ingin membuang waktu, Vincent melajukan mobilnya ke sebuah florist ternama untuk membeli buket bunga. Dia akan menghadiahi Lena bunga-bunga yang cantik dengan harapan wanita itu akan luluh dengan perhatiannya. “Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang florist yang te
Menjelang kepulangan Oliver, Lena baru saja selesai membersihkan diri. Saat ini, wanita itu tengah duduk santai di dalamkamar sembari mengemil mangga potong. Satu tangannya memegang garpu dan sesekali menyuap buah ke dalam mulut. Sedangkan satunya lagi memegang ponsel.Sedari tadi Oliver sibuk dan tidak sempat membalas pesannya, padahal Lena sedang ingin memakan es krim di mall yang menjadi langganan.Beberapa saat berselang, pesan yang ditunggu-tunggu dari Oliver pun datang. Namun, isinya seketika membuat ujung bibir Lena yang hendak naik seketika turun.Suaminya itu lembur karena masih banyak pekerjaan yang perlu diurus.Tanpa membalas pesan dari Oliver, Lena membawa piring yang sudah kosong keluar dari kamar. Suasana tampak sepi dan hanya ada satu pembantu yang ada di dapur."Nyonya, maaf saya tidak tahu Nyonya sudah selesai makan. Seharusnya, Nyonya panggil saya saja biar piringnya saya ambil ke kamar."Pembantu itu terg
Oliver kembali beraktivitas seperti biasa dan bergulat dengan pekerjaan kantornya. Hari ini ia ada rapat penting yang diadakan di restoran hotel mewah dengan klien perusahaannya. Ia tidak sendiri menghadiri rapat dan mengajak Sarah bersamanya. "Bagaimana berkasnya? Apa kau sudah mempersiapkannya dengan baik?" tanya Oliver di sela-sela perjalanan mereka ke restoran. "Tentu saja, Tuan. Saya tahu rapat ini sangat penting bagi Anda dan perusahaan sehingga saya sangat berhati-hati saat mempersiapkannya," jawab Sarah dengan penuh percaya diri. "Baguslah. Kau harus tetap fokus dengan pekerjaanmu," ujar Oliver sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.Meski Sarah sudah menyatakan perasaan cinta padanya, Oliver tidak memecat wanita itu karena kinerja Sarah sangat baik. Oliver sama sekali tidak terganggu walaupun ia tahu jika Sarah menyukainya dan tetap menjunjung tinggi profesionalisme. Rapat berjalan dengan lancar dan Oliver mendapatkan kesepaka
“Aaaaa!” Suara teriakan lantang Lena memenuhi tempat parkir. Untung saja di sana tidak terlalu banyak orang, hanya beberapa yang kebetulan lewat, tapi tetap saja membuat perhatian semua orang tertuju padanya.“Hei, tenang. Ini aku.” Oliver buru-buru menenangkan Lena dengan menangkup kedua pipi istrinya itu.Mata Lena yang masih memejam kuat pun perlahan ia buka, dia merasa lega karena yang ada di hadapannya saat ini memang benar suaminya. Tetapi meskipun begitu tetap saja dia merasa sangat terkejut, rasanya jantungnya hampir saja copot.Kedua tangan Lena masih memegangi dadanya, napasanya juga masih belum teratur. Melihat kondisi istrinya saat ini membuat Oliver ketakutan. “Kamu kenapa? Kita pergi ke rumah sakit ya?”Lena menggeleng pelan. “Tidak perlu, aku hanya masih terkejut,” tolaknya.“Tapi kamu terlihat sangat pucat, sebaiknya kita ke rumah sakit sekarang.” Oliver bersiap untuk membawa Lena ke rumah sakit, tapi Lena menaha