Oliver pulang terlambat malam itu. Langit gelap di luar, dan hanya beberapa lampu di mansion yang masih menyala, memberikan kesan yang tenang dan hangat. Saat masuk ke dalam rumah, Oliver disambut oleh maid yang selalu setia berdiri di dekat pintu dengan senyum ramah."Selamat malam, Tuan Eduardo," sapanya lembut."Selamat malam," jawab Oliver dengan lelah. "Di mana Lena?"Maid itu tersenyum penuh pengertian. "Nyonya Blade sudah tidur di kamar, Tuan. Dia tampak sangat lelah hari ini."Oliver mengangguk, mengucapkan terima kasih singkat sebelum melangkah menuju kamarnya. Lorong-lorong mansion terasa sunyi, hanya terdengar langkah kaki Oliver yang teredam oleh karpet tebal. Dia berhenti sejenak di depan pintu kamar, menghela napas pelan, lalu dengan hati-hati membuka pintu.Di dalam kamar yang remang-remang, lampu tidur di sudut ruangan memancarkan cahaya hangat yang lembut. Di tempat tidur, Lena tampak terlelap, wajahnya tenang dan damai. Oliver memperhatikan bahwa Lena memeluk kemejany
Pada hari libur yang cerah itu, Esme dan Sebastian duduk di meja makan, memandangi peta besar yang terbentang di depan mereka. Matahari pagi memancar masuk melalui jendela dapur, memberikan kehangatan dan suasana yang menyenangkan. Esme, dengan rambut cokelatnya yang tergerai, tampak bersemangat menunjuk beberapa destinasi di peta, sementara Sebastian, dengan senyum tenangnya, mengangguk setuju dengan beberapa usulan Esme."Bagaimana kalau kita ke pantai ini, Sebastian? Pasirnya putih dan lautnya biru jernih. Pasti menyenangkan," kata Esme dengan antusias, menunjuk sebuah pantai eksotis di peta.Sebastian mengangguk sambil tersenyum. "Itu terdengar sempurna, Esme. Aku sudah lama ingin kembali menghabiskan waktu santai di pantai."Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan perencanaan, Matthew berlari masuk ke dapur dengan wajah ceria. Rambut pirangnya berantakan dan pipinya memerah karena berlari-lari di halaman. Dengan mata yang berbinar-binar, dia langsung bergabung dengan mereka di mej
Di kantor yang sibuk pada hari Senin pagi, Sarah duduk di mejanya dengan mata yang terus-menerus melirik ke arah ruangan Oliver. Rambut pirangnya terurai rapi, dan dia mengenakan pakaian kerja super ketat yang menonjolkan lekuk tubuhnya. Kantor dipenuhi dengan suara telepon berdering, bunyi keyboard yang terus-menerus ditekan, dan suara percakapan rekan kerja yang sibuk membahas proyek mereka.Sarah mengambil napas dalam-dalam, berusaha mengumpulkan keberaniannya. Hari ini, dia memutuskan untuk mengambil langkah besar. Sudah lama dia menyimpan perasaan untuk Oliver, dan setiap kali mereka bertemu, jantungnya selalu berdegup lebih cepat. Oliver, dengan penampilan profesionalnya yang rapi dan karisma alami, selalu menarik perhatian di kantor.Akhirnya, Sarah berdiri dari kursinya dan dengan langkah pasti menuju ke ruang Oliver. Dia mengetuk pintu dan mendengar suara Oliver yang ramah menyuruhnya masuk."Silakan masuk, Sarah," kata Oliver, tersenyum padanya sambil menyelesaikan beberapa
Rasa malu dan juga kecewa yang dirasakan Sarah imbas dari penolakan Oliver membawanya menuju salah satu bar sepulang dari kantor. Masih dengan setelan kerja yang sengaja dibuat super ketat, Sarah duduk di salah satu sudut dengan segelas wine di tangan.Sepasang mata wanita itu mengamati sekitar yang penuh ingar bingar. Suasana seramai itu pun tidak mampu menutupi kekosongan hatinya.Mengesah berat, Sarah mendekatkankan gelas tersebut ke bibir lantas menyesap isinya hingga tandas."Sial! Suasana seperti ini saja tidak bisa membuatku lupa dengan rasa sakit yang kurasakan. Tuan Eduardo, sebenarnya apa yang kurang dariku? Aku bahkan rela menjatuhkan harga diri dengan menjadi istri kedua, tapi tetap saja ditolak." Sarah menelungkupkan kepalanya ke atas meja sembari menceracau."Aku juga cantik. Jauh lebih seksi dari istrimu itu. Memuaskanmu di ranjang pun aku pasti mampu. Sepuluh ronde kalau perlu."Ocehan Sarah terus melantur ke mana-mana. Merutuki nasib nahas yang dialami. Sekalinya jatu
Mobil yang dikendarai Oliver memasuki garasi rumah mewahnya. Pria bertubuh tegap itu langsung bergegas masuk untuk menemui sang istri. Entah mengapa hari ini ia begitu merindukan Lena setelah seharian pergi bekerja. Rasa rindu yang tak biasa pada Lena tiba-tiba saja muncul setelah ia mendapatkan pernyataan cinta dari Sarah yang merupakan salah satu pegawai di perusahaannya. "Sayang, Kamu di mana?" Oliver mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamarnya, tapi ia tidak menemukan Lena. "Huft ... di mana dia?" keluh Oliver sambil mengembus napas kasar dan mengacak rambutnya karena sepertinya ia cukup frustrasi.Tadinya Oliver sudah berandai-andai akan langsung memeluk Lena dengan sangat erat setelah ia menemukan istrinya. Ia ingin segera mencurahkan perasaan rindunya yang sudah tak tertahan sejak tadi. "Mengapa Kamu terlihat sangat frustrasi? Ada apa dengan rambut berantakanmu itu?" Tiba-tiba saja Lena muncul di belakang Oliver. Di tangannya ada segelas teh panas yang asapnya masih meng
104. Esme dan Sebastian menghabiskan waktu bersamaDengan menggunakan setelan santai, Sebastian turun dari mobilnya dan berjalan ke rumah Esme. Senyum pria itu terlihat sangat sumringah, hari ini akan menjadi momen yang spesial baginya. Sebastian menekan tombol bel rumah, menunggu sang pemilik untuk membukanya.Setelah menunggu beberapa saat, pintu rumah Esme terbuka tapi yang membukakan bukan wanita itu melainkan putranya, Matthew.“Oh, Paman Sebastian sudah datang!” seru bocah berumur tujuh tahun itu. Sorot matanya terlihat sangat berbinar melihat kedatangan Sebastian.Melihat bagaimana cara Matthew bersemangat membuat Sebastian semakin senang, kedatangnnya begitu ditunggu rupanya. “Di mana Mama kamu?”“Di dalam, dia sedang menyiapkan bekal yang nantinya kita bawa. Ayo masuk, paman.” Matthew menarik lembut tangan Sebastian. Kemudian dia berteriak lantang, memberi tahu Ibunya kalau Sebastian sudah datang.Esme yang tengah s
Begitu mendengar kabar kehamilan Lena, Vincent seperti menemukan celah kecil untuk kembali bertemu dan menjalin hubungan dengan wanita itu. Setelah berpisah dengan Lena di masa lalu, Vincent baru menyadari ternyata Lena memiliki banyak pengaruh di hidupnya. Dulu, Vincent memanfaatkan Lena untuk kepentingannya sendiri. Namun, sekarang dia tahu kalau berpisah dengan wanita itu ternyata menyakitkan. Vincent jatuh cinta pada Lena dan ini baru disadarinya setelah sekian lama, apalagi melihat kedekatan wanita itu dengan Oliver dan menjadi istri pamannya tersebut membuat Vincent cemburu. Kalau boleh jujur, ia ingin memiliki Lena kembali. Kalau bisa, ia ingin menghancurkan hubungan Lena dengan Oliver. Tidak ingin membuang waktu, Vincent melajukan mobilnya ke sebuah florist ternama untuk membeli buket bunga. Dia akan menghadiahi Lena bunga-bunga yang cantik dengan harapan wanita itu akan luluh dengan perhatiannya. “Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” sapa seorang florist yang te
Menjelang kepulangan Oliver, Lena baru saja selesai membersihkan diri. Saat ini, wanita itu tengah duduk santai di dalamkamar sembari mengemil mangga potong. Satu tangannya memegang garpu dan sesekali menyuap buah ke dalam mulut. Sedangkan satunya lagi memegang ponsel.Sedari tadi Oliver sibuk dan tidak sempat membalas pesannya, padahal Lena sedang ingin memakan es krim di mall yang menjadi langganan.Beberapa saat berselang, pesan yang ditunggu-tunggu dari Oliver pun datang. Namun, isinya seketika membuat ujung bibir Lena yang hendak naik seketika turun.Suaminya itu lembur karena masih banyak pekerjaan yang perlu diurus.Tanpa membalas pesan dari Oliver, Lena membawa piring yang sudah kosong keluar dari kamar. Suasana tampak sepi dan hanya ada satu pembantu yang ada di dapur."Nyonya, maaf saya tidak tahu Nyonya sudah selesai makan. Seharusnya, Nyonya panggil saya saja biar piringnya saya ambil ke kamar."Pembantu itu terg