Share

Bab 22

Baik itu kehidupan lampau maupun kehidupan sekarang, nggak seharusnya Tanaya melakukannya.

Hanya saja entah semuanya sudah terlambat atau belum ....

Henry tidak menduga jawaban Tanaya, tetapi hatinya bergejolak.

Apakah karena Reiga?

Henry berhasil menahan diri untuk tidak menanyakan hal itu.

Dia takut jawaban Tanaya bukan jawaban yang dia inginkan.

Jadi, biarkanlah dia memiliki sedikit khayalan.

Entah apa yang Henry pikirkan. Dia menatap wanita yang ada di depannya itu lalu perlahan berkata, "Nona Tanaya, aku sulit untuk nggak berprasangka buruk padamu."

...

Setelah meninggalkan kalimat tersebut, Henry pun pergi ke kamar mandi.

Tanaya duduk di sofa dengan lesu. Dia merasa agak sedih. Namun, dia tahu bahwa dia pantas mendapatkannya.

Tanaya menghela napas pelan. Dia melihat setengah botol vodka yang ada di meja kopi.

Karena sedang sedih, Tanaya pun mengambil lalu meneguknya.

Rasa menyengat terasa di lidahnya lalu menyebar, kemudian perutnya terasa seperti terbakar, serta seperti ada kembang api yang meledak di otaknya.

Tanaya merasa puas sehingga dia minum beberapa teguk lagi.

Mungkin karena minum terlalu banyak, Tanaya tersedak. Dia terbatuk hingga wajahnya terasa panas.

Setelah itu, Tanaya tidak berencana untuk tinggal. Sekarang Henry juga pasti tidak ingin melihatnya.

Walaupun Tanaya berutang pada pria itu, dia masih punya harga diri.

Hm, dia adalah Naya yang punya harga diri.

Tanaya meletakkan vodka ke tempat semula. Dia berjalan ke depan pintu kamar mandi lalu mengetuk pintu. "Tuan Henry, aku pulang dulu ya."

Hm, dia adalah Naya yang punya sopan santun.

Usai berbicara, Tanaya pun pergi tanpa menunggu balasan Henry. Mungkin karena dia sudah minum minuman beralkohol di pesta ulang tahun sebelumnya, ditambah vodka-nya Henry. Tak lama kemudian, Tanaya merasa kepalanya terasa berat, pandangannya pun mulai buram.

Tanaya mengernyit sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat.

Tak lama kemudian, Tanaya merasa pandangannya gelap dan berputar.

Dia menopang pada sofa dan berpikir bahwa dia harus pergi dari rumah ini. Jika tidak, Henry pasti akan merasa bahwa dia punya niat terselubung.

Namun, kaki Tanaya terasa berat, tidak bisa melangkah.

Apakah dia akan mati?

Tanaya menopang pada sofa, kemudian dia jatuh ke karpet.

Dia mengeluarkan ponsel untuk menelepon Lydia, meminta temannya itu untuk menjemputnya. Kalau tidak, mungkin dia tidak bisa pulang.

Hm, dia masih tahu untuk menjaga diri.

Namun, alkohol apa itu?

Apakah itu alkohol palsu? Kenapa begitu memabukkan?

Tanaya membuka kunci layar, kemudian mencari nomor Lydia dengan pandangan buram sebelum meneleponnya. Sebuah tangan tiba-tiba terulur untuk mengambil telepon Tanaya, lalu memutuskan panggilan.

Tanaya mengernyit, lalu memandang pria itu sambil berkata, "Kamu jahat."

Rambut Henry setengah kering. Saat ini dia mengenakan piama berwarna biru gelap. Garis leher memperlihatkan tulang selangkanya. Putih dan seksi.

Henry melihat botol vodka yang sudah disentuh sebelumnya, kemudian menghela napas sebelum membungkuk untuk menggendong Tanaya.

Tanaya bersandar di dalam pelukan Henry dengan rasa puas. Dia menyatukan jempol dan jari telunjuknya sambil berkata, "Dadamu hanya selapang ini."

"Hm," respons Henry.

Kelopak mata Tanaya terasa makin berat. Dia bergumam pelan, "Kita mulai dari awal, oke?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status