"Dia masih nggak setuju. Katanya ada masalah dengan rantai modal Keluarga Mauel," jawab Tanaya.Tuan Besar Mauel dan Theo tampak kecewa. Akan tetapi, mereka tahu bahwa omongan Henry ada benarnya. Rantai modal Keluarga Mauel memang ada masalah. Jika tidak, mereka tidak akan begitu terburu-buru."Tuan Henry benar-benar licik! Dia menodai Naya secara percuma tanpa mau mengeluarkan sedikit bayarannya. Dia pikir kita ini bisa dipermainkan seenaknya," ujar Nyonya Besar Mauel dengan dingin.Tatapan sinis melintas di mata Tanaya. Keluarga Mauel membujuk dan membohonginya seperti ini di kehidupan lampau.Sayangnya walau saat itu Tanaya keberatan, dia tidak berprasangka buruk terhadap Keluarga Mauel.Hingga sekarang Tanaya masih mengingat bagaimana ketika Theo dan Nelia membawanya pulang dari panti asuhan.Kehidupan di panti asuhan tidaklah mudah. Sekalipun dekan dan guru berusaha semaksimal mungkin untuk bersikap adil, tetap ada banyak persaingan. Ditambah dengan kurangnya sumber daya, kehidupa
Nelia mengoceh. Orang yang tidak mengetahui sifat asli Nelia pasti akan merasa ocehannya adalah bentuk perhatian."Aku sudah banyak menghabiskan uang rumah. Ibu, cepat istirahat. Kalau ada waktu, aku akan pulang lagi."Tanaya berkata dengan lembut sambil menelisik wajah Nelia.Wanita paruh baya itu memiliki wajah lembut. Hingga mati di kehidupan lampau pun, Tanaya tidak pernah melihatnya marah.Sayangnya, Tanaya tidak pernah melihatnya bukan karena Nelia tidak pernah marah, melainkan karena dia sudah buta.Mata dan hatinya buta sehingga anggota Keluarga Mauel menjadi makin tak berusaha ketika menipu Tanaya setelahnya."Kenapa?" tanya Nelia."Aku hanya sedikit merindukan Ibu. Rasanya seperti sudah lama nggak melihat Ibu," jawab Tanaya sembari tersenyum. Ekspresinya terlihat seperti biasa.Saat ini, ingin rasanya Tanaya mengacungkan jempol pada dirinya.Mungkin karena sudah lama berada dalam Keluarga Mauel, akting Tanaya juga tidak kalah dari mereka.Dulu Tanaya tidak mengerti kenapa man
Reiga tertegun sesaat. Dia jelas tidak menyangka kata-kata seliar itu akan keluar dari mulut Tanaya yang selalu patuh padanya."Apa katamu?"Pria yang selalu berpura-pura lembut dan sopan itu melepaskan topengnya. Dia mencengkeram pergelangan tangan Tanaya dengan tatapan marah."Tuan Reiga, walaupun aku hanya anak adopsi Keluarga Mauel, sepertinya kamu nggak punya hak untuk menyudutkanku." Tanaya tersenyum. Tatapannya tampak nakal sekaligus dingin.Tanaya tidak bisa melepaskan tangannya, jadi dia pun membiarkan Reiga mencengkeram tangannya. Dia berkata dengan tidak acuh, "Kamu bukan pacarku maupun tunanganku, jadi aku berhubungan dengan pria mana pun sepertinya bukan urusanmu."Mendengar kalimat tersebut, Reiga pun menghela napas lega.Ternyata Tanaya sedang merajuk."Naya, aku pernah bilang. Setelah namamu dihapus dari kartu keluarga Mauel, aku akan mengumumkan hubungan kita. Sekarang belum waktunya," jelas Reiga dengan sabar.Namun, entah kenapa dia merasa ada yang berubah dari Tanay
Tanaya melangkah mundur ke tempat semula lalu dia tersenyum sambil berkata, "Oh ya, aku sudah melihat foto kamu dan Janet. Semoga kalian bisa langgeng dan segera melahirkan anak."Reiga tertegun sejenak. Dia tidak menyangka bahwa Tanaya akan menyadari perselingkuhannya dengan Janet.Janet lumayan cantik dan jelas-jelas menggoda Reiga. Tujuannya jelas. Kebetulan saat itu Reiga sedang berminat, jadi mereka pun bersenang-senang."Bagaimana kamu tahu?" tanya Reiga, tidak menyangkal.Tanaya menunduk untuk membuka foto di ponselnya, kemudian menunjukkannya kepada Reiga.Dalam foto, Reiga menindih Janet di sofa kelab. Mereka jelas-jelas tidak berada di dalam ruang privat, tetapi mereka bermain dengan cukup liar.Tanaya merasa bahwa Janet benar-benar mempertaruhkan semuanya.Makanya dikatakan bahwa untuk berhasil harus memiliki kemampuan."Janet yang mengirimkannya kepadaku untuk menunjukkan kepemilikan," bohong Tanaya dengan natural. Dia tidak berencana membiarkan Janet hidup damai.Terkadang
Tanaya tidak peduli apa pikiran Reiga tentang dirinya. Sebaiknya pria itu muntah darah sampai mati.Begitu Tanaya melangkah pergi, ponselnya berdering.Henry?Tanpa ragu, Tanaya langsung mengangkat telepon itu. "Tuan Henry?"Kemudian suara bariton Henry terdengar. "Barangmu tertinggal di rumahku."Tanaya sama sekali tidak terkejut. "Dompet?""Hm.""Kalau begitu besok aku akan pergi mengambilnya?"Di dalam dompet itu ada liontin berlian yang membuktikan identitas Tanaya. Tanaya sengaja meninggalkannya.Dia ingin memiliki kesempatan untuk bertemu Henry lagi."Lihat ke belakang," kata pria itu. Nadanya jauh lebih lembut dari sebelumnya.Tanaya tertegun beberapa detik. Lalu dia refleks menoleh. Ada sebuah Maybach hitam di tempat yang agak jauh dari Tanaya di seberang apartemen.Lampu jalan menyinari mobil itu, membuatnya terlihat mewah sekaligus sederhana.Saat ini Henry setengah bersandar di pintu mobil dengan sebatang rokok di bibirnya.Dia mengenakan jas hitam yang pas di tubuhnya. Dasi
Tanaya langsung lanjut berkata, "Aku hanya berterima kasih dan menghormati Reiga. Suka mungkin sedikit ...."Ucapannya berhasil membuat ekspresi Henry yang melunak menjadi muram lagi.Namun, selanjutnya dia mendengar Tanaya berkata, "Tapi saat itu aku buta."Henry mencibir. Dia memalingkan wajah, lalu sudut bibirnya terangkat tanpa dia sadari.Kejujuran Tanaya membuat Henry senang. Biarpun Henry tidak tahu apakah wanita itu punya tujuan lain lagi.Namun, Henry tidak ingin menyangkal bahwa saat ini dia dalam suasana hati yang bagus."Aku pulang dulu. Selamat malam, Tuan Henry," kata Tanaya, tidak ingin menjelaskan terlalu banyak.Tanaya merasa bahwa hubungannya dengan Henry saat ini cukup baik. Bagaimanapun, luka yang dia torehkan pada Henry sebelumnya begitu banyak dan dalam. Bagaimana Tanaya berani berharap Henry percaya padanya secepat ini?Kini Henry mau berbicara lebih banyak dengannya, Tanaya sudah merasa puas.Tanaya berbalik lalu pergi. Namun, dia perlahan berhenti melangkah. Di
Setelah Tanaya dan Henry masuk ke dalam rumah, Tanaya ingin mencari sandal pria.Alhasil, tidak ada.Reiga termasuk anak orang kaya. Sejak Tanaya pindah dari Kediaman Mauel, pria itu tidak pernah bertamu ke rumah Tanaya. Bukan karena alasan lain, murni karena rumah Tanaya terlalu kecil.Rumah Tanaya terdiri dari ruang tamu, satu kamar tidur dan satu kamar mandi. Mungkin kalah besar dengan satu kamar tidur di Kediaman Mauel.Entah Henry akan keberatan atau tidak ....Tanaya refleks melihat ekspresi Henry. Tidak ada ekspresi keberatan di wajah pria itu. Dia malah berkata, "Aku bertelanjang kaki saja.""Maaf, aku lupa nggak ada sandal pria di sini. Besok aku akan membelinya."Tanaya meletakkan tasnya di lemari dekat pintu sambil mengganti sepatunya.Henry yang mendengar ucapan Tanaya pun menghentikan gerakannya. Lalu dia menoleh untuk melihat punggung wanita itu."Kamu ingin makan apa?" tanya Tanaya yang telah pergi ke dapur lalu membuka kulkas. Dia sama sekali tidak melihat Henry.Dua ha
"Semoga saja." Tanaya tersenyum. Dia tiba-tiba menyadari bahwa dia dan Henry jalang berkomunikasi baik-baik seperti ini baik itu di kehidupan lampau maupun kehidupan sekarang.Rasanya cukup nyaman.Tanaya menoleh ke arah Henry. Henry sudah melepaskan jasnya. Dasi masih menggantung longgar di lehernya. Kesan dinginnya berkurang, tergantikan oleh kesan malam dan liar, menawan sekaligus seksi."Kenapa?" tanya Henry yang menyadari tatapan Tanaya. Alisnya terangkat.Tanaya tersenyum lalu dia berkata, "Aku tiba-tiba kepikiran sebuah frasa.""Hm?""Perilaku nggak sesuai dengan penampilan."Henry terdiam.Sebelum Henry mengatakan sesuatu, Tanaya menjulurkan lidahnya lalu berlari ke dapur.Beberapa hal dalam hidup sulit untuk diubah, bahkan dengan usaha yang signifikan. Namun, harus diakui bahwa Henry benar-benar luar biasa tampan. Pantas saja Tanaya menjadi buta di kehidupan lampau. Mungkin itu karmanya karena telah menyia-nyiakan pria seperti itu.Henry menarik kembali pandangannya. Lengan pa