Share

Bab 21

Tanaya mengedipkan mata dengan bingung. Dia tidak membuat Henry marah, kok.

Namun, mendengar Henry mengatakan akan membuat Reiga gawat, tatapan senang dan tidak sabar pun melintas di mata Tanaya.

Tanaya menginginkannya.

Dia sangat, sangat menginginkannya.

Tanaya ingin sekali Reiga segera gawat.

Akan tetapi, Henry tidak percaya. Tanaya mengatakannya pun, dia tidak percaya. Tanaya merasa dirinya menahan dengan sulit dan susah payah.

Memperkuat tekad untuk membalas dendam memang tidak gampang.

Namun, akhirnya Tanaya pun mendekati Henry, mengedipkan matanya lalu bertanya dengan hati-hati, "Benarkah?"

Henry menatap Tanaya dan merasa bahwa wanita ini tampak bersemangat.

Akan tetapi, sesaat kemudian Henry merasa bahwa dia berpikir terlalu jauh. Seharusnya Tanaya mengkhawatirkan Reiga.

Sebenarnya Tanaya menggosok kedua tangannya dengan tidak sabar di dalam hati.

Apakah Henry benar-benar bisa membuat Reiga gawat?

Apakah dengan membuat Henry marah bisa melibatkan Reiga?

Apakah benar-benar ada hal sebaik itu?

Namun, Tanaya tidak berani benar-benar membuat Henry marah. Bagaimanapun, dia takut pada Henry di kehidupan lampau.

Walaupun Henry toleransi pada Tanaya, Henry punya cara untuk menghajar Tanaya jika pria itu benar-benar marah.

Memikirkan hal ini, Tanaya pun lesu lagi.

Benar. Mungkin karena Tanaya buta dan wajahnya hancur di kehidupan lampau sehingga Henry tidak tega untuk melakukan sesuatu padanya. Namun, Tanaya mengkhawatirkan Theo, Reiga, Vera dan lainnya sehingga setiap kali dia membuat Henry marah, pria itu akan melampiaskan amarahnya pada mereka.

Jika dipikir-pikir, Tanaya sungguh konyol dan bodoh.

Memikirkan mimpi yang Henry buat untuknya, serta keluarga yang berakting penuh kasih sayang di depannya, Tanaya tersenyum ironis.

Tanaya sulit untuk membayangkan. Bagaimana perasaan Henry ketika dia tahu segalanya, tetapi harus menjanjikan keuntungan bagi Keluarga Mauel hanya agar mereka menunjukkan perhatian di depan Tanaya.

Mengingat rasa senang dan penuh harapnya saat itu, Tanaya benar-benar ingin menampar diri mereka.

Melihat ekspresi Tanaya berubah dengan cepat, Henry pun merasa kesal.

Jika dulu Tanaya selalu memikirkan Reiga, kini Henry tidak mengerti wanita itu.

Henry menarik kembali pandangannya. Dia menahan keinginan untuk mencekik wanita itu sembari berkata, "Keluar."

Tanaya terdiam.

Apakah pria itu marah?

Kenapa dia suka sekali marah? Tanaya menunduk lesu. Tampak sulit untuk membuat Henry kembali percaya padanya.

Henry menahan amarah. Dia takut dirinya kehilangan kendali lalu melakukan sesuatu terhadap Tanaya.

Henry berjalan menuju kamar mandi, ingin mandi air dingin agar marahnya reda.

Dia memejamkan mata dengan kesal.

Tanaya memang selalu bisa membuatnya lepas kendali dengan mudah.

Tanaya mengejar pria itu, kemudian refleks menarik ujung pakaiannya. Dia menatap Henry dengan tatapan memelas, lalu berkata dengan suara pelan, "Aku sudah tahu salah."

Tanaya berpikir, sepertinya dia tidak pernah meminta maaf atas perbuatannya di kehidupan lampau.

Tidak peduli apakah Henry mengerti atau tidak.

"Maaf." Mata Tanaya yang merah memandang Henry dengan serius.

Henry mengernyit dan mengira Tanaya menunduk demi Reiga. Namun, saat melihat mata Tanaya yang basah, sebuah suara dalam hati Henry memberitahunya bahwa bukan itu.

Henry menatap Tanaya lekat lalu berkata, "Salah di mana?"

Melihat Henry mau mendengar penjelasannya, Tanaya pun tampak senang. Dia berkata, "Dulu aku seharusnya nggak memperlakukanmu seperti itu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status