Omong-omong, Keluarga Mortell benar-benar sangat kaya, bahkan bukan kekayaan biasa.Keluarga Mortell bukanlah keluarga kaya ortodoks, tetapi tingkat kekayaannya malah tidak bisa dibandingkan oleh keluarga kaya biasa.Ayah Lydia, John Mortell telah berhasil meraup keuntungan dari properti dan internet. Dalam waktu dua tiga tahun sejak Lydia lahir, Keluarga Mortell telah mengumpulkan sejumlah besar harta.Justru karena itu, pengeluaran makanan dan pakaian Lydia sejak kecil telah membuat berbagai nona kaya iri.Tidak hanya itu, John juga terkenal memanjakan putrinya. Bisa dikatakan bahwa sifat manja Lydia juga disebabkan oleh ayahnya. John kehilangan istri pada usia muda. Meskipun dia terus-menerus menjalin hubungan dengan wanita, dia tidak pernah menikah lagi. Justru karena itu dia sangat perhatian sama Lydia."Naya ...." Lydia melepaskan kacamata hitam dan mengeksposkan sepasang mata panda. Dia memeluk Tanaya dengan ringan karena agak merindukannya.Tanaya memeluk balik Lydia dengan mat
Setelah tertegun sejenak, dia teringat hal tidur di rumah Henry terakhir kalinya. Dia menyipitkan mata, lalu menatapnya sambil berkata, "Apa kamu serius?""Ya, sangat serius." Tanaya menoleh ke arahnya dengan serius.Lydia mengangakan mulut, tetapi tak kunjung buka suara.Lebih baik dia terus menoleransi Reiga saja!Setelah terdiam beberapa lama, Lydia memberi saran dengan tulus, "Boleh main-main, tapi jangan jatuh cinta."Tanaya tidak mengerti, "Kenapa?""Orang seperti Henry tampak nggak berhasrat, lembut dan pemalu, tapi kenyataannya nggak berperasaan dan sangat kejam. Wanita yang jatuh cinta padanya nggak bakal berakhir dengan baik." Lydia mengerutkan kening, jelas tidak setuju.Akan tetapi, dia juga tahu bahwa pria seperti Henry memiliki daya tarik yang kuat terhadap wanita.Tanaya merenungkan kata-katanya tanpa suara.Ya, sebenarnya omongan Lydia benar, tetapi juga tidak sepenuhnya."Naya, jangan bodoh. Kalau kamu mendambakan ketampanan dan uang darinya, anggap saja aku nggak pern
Saat mendengar itu, Lydia tertawa dan meliriknya dari atas ke bawah, lalu berkata tanpa segan, "Apa Nona Janet merasa dengki saat orang lain punya benda bagus?"Raut wajah Janet menjadi agak pucat dan berkata dengan sedih, "Aku hanya benar-benar merasa kalung itu sangat cantik. Apalagi kalung ini masih belum jadi milikmu."Ucapan Janet memang tidak salah.Lydia adalah VIP kelas atas di toko merek diawali huruf D ini. Setelah memperkenalkan berbagai model dengan ramah, pramuniaga mengundang mereka berdua untuk mencoba pakaian dan permata dalam ruangan tamu.Sementara itu, kenyataannya adalah Lydia memang ke sini demi model baru produk, tetapi kebetulan produk baru telat tiba dari waktu yang diperkirakan.Kebetulan saat mereka selesai belanja dan ingin pulang, tiba berbagai produk baru di toko.Mungkin karena ingin meninggalkan kesan yang baik kepada para pelanggan, sehingga begitu produk baru tiba, pramuniaga segera memperkenalkan beberapa produk baru kepada Lydia. Mereka berdua juga ka
"Apa Nyonya nggak berencana untuk merebut kesukaan orang lain?" Lydia langsung omong blak-blakan tanpa ragu-ragu."Nggak berani, nggak bisa dikatakan merebut kesukaan, hanya bisa dikatakan setiap orang punya mau mempercantik diri. Jarang ada benda yang disukai Janet, sebagai senior, tentu saja aku harus berusaha memenuhi keinginannya." Nyonya tua itu berkata dengan perlahan dan ekspresi datar, sama sekali tidak terlihat murka.Lydia berkata dengan senyuman tipis dan merasa kesal terhadap orang tua yang menyesalkan seperti ini.Selalu melakukan sesuatu secara bertele-tele. Begitu buka suara langsung penuh dengan aturan, membuat orang terdengar pusing.Tiba-tiba, Lydia teringat nyonya tua di rumahnya itu. Biasanya nyonya tua itu juga cerewet seperti ini, tetapi bagaimanapun dia adalah nenek kandungnya. Meskipun sering menunjukkan kemoceng di rumah, neneknya selalu membelanya saat berada di luar.Tanaya tidak bersuara, melainkan merenungkannya dengan serius. Dia juga tidak menyamakan nyon
"Nggak sangka begitu kurang beruntung. Nona Lydia, bagaimana kalau lupakan saja. Menurutku, kalung di dalam Ipad ini juga sangat cantik. Selain itu, Tuan Letno juga sudah meminta maaf."Janet pura-pura berkata seperti itu, tetapi dalam hatinya malah sangat kegirangan.Lydia kalah darinya, mungkin setelah pulang ke rumah, dia bisa tertawa saat sedang tidur!Perlu diketahui bahwa apa yang direbutkan sekarang bukan lagi kalung itu, melainkan harga diri dan melampiaskan amarah. Kalung itu direbut oleh Janet, bisa dikatakan Lydia sepenuhnya kehilangan harga diri.Ini tidak bisa diganti rugi oleh Tuan Letno tidak peduli seberapa banyak benda yang diberikan. Bagaimana mungkin Janet tidak kegirangan.Habis bicara, Lydia berdiri sambil tersenyum, lalu berkata secara langsung, "Berkenaan dengan pemilik toko ini sudah melakukan pilihan, maka aku harus mengalah. Apa lagi yang bisa aku katakan?"Selanjutnya dia menatap nyonya tua di depan secara mendalam dengan ekspresi datar, lalu berkata, "Nyonya
"Manajer Wayne, aku tahu kalung ini adalah benda pribadi Tuan Letno, tapi aku benar-benar sangat menyukainya. Apa aku boleh mencoba untuk mengenakannya?"Janet berkata dengan lembut dan tampak sangat mulia."Tentu saja." Manajer itu mengiakannya, lalu mempersilakan Janet dan nyonya tua itu duduk. Manajer itu mengenakan sarung tangan hitam, lalu mengeluarkan kalung itu dengan hati-hati dan mengenakan untuk Janet.Janet melihat dirinya dalam cermin dan benar-benar sangat menyukainya.Dia juga seorang desainer, tentu saja bisa melihat teknik pembuatan kalung ini tidak sederhana. Hal yang terpenting adalah saat ini kalung ini seperti melambangkan perpisahan dia dengan masa lalu, bukan lagi gadis miskin yang tinggal di area kumuh dan setiap hari harus bekerja untuk orang lain.Dia bahkan berhasil merebutnya dari Lydia, dia juga bisa memiliki semua ini.Ini adalah permulaan, sebuah permulaan yang baru dan cemerlang ....Janet menikmati dirinya di depan cermin dengan serius, lalu menoleh ke a
Setelah mendengar itu, Lydia mengangkat alis mata dan menoleh ke arah Janet sambil tersenyum setengah.Senyuman pada wajah Janet sontak memaku dan menoleh ke arah nyonya tua di samping secara refleks. Dia merasa kurang nyaman dan agak menantikannya.Jika dibandingkan, ekspresi Nyonya Besar Eva jauh lebih tenang. Dia hanya menoleh ke arah Janet sambil berkata dengan lembut, "Benar kata Nona Lydia, mesti mengakui kekalahan. Kalau nggak mampu menandingi, kita hanya bisa mengalah."Janet tidak terpikir bahwa Nyonya Besar Eva akan memberikan jawaban ini kepadanya. Dia menatap lekat pada Tanaya dengan mata yang merah, "Apa yang telah kamu lakukan?"Tanaya menyunggingkan tatapan dingin dan mengerutkan bibir, "Tiada komentar."Janet mengepalkan tangan dengan kejam. Kenapa tidak terpikir bahwa Tanaya benar-benar dapat melakukannya? Akan tetapi, bagaimana dia melakukannya? Ternyata dapat membuang muka Nyonya Besar Eva."Ck, kelihatannya ada orang yang ditakdirkan keinginannya nggak terkabul." Ly
Lydia meraba hidungnya, "Kenapa kamu tahu?"Siapa tahu betapa marahnya dia pada saat itu. Jika bukan karena takut melibatkan Tanaya, dia pasti akan menghancurkan kalung itu.Lapang dada? Maaf, tiada istilah seperti itu di Lydia.Dia menginginkannya, 'kan?Jika tidak dapat, Lydia akan menghancurkannya!Pokoknya, jangan berharap untuk merebut barang di sini!...Keesokan paginya, Tanaya membawa barang-barangnya pulang ke Keluarga Mauel, terutama setumpuk sketsa desain yang tebal.Saat dia tiba, hanya ada Nyonya Martha dan Vera yang berada di rumah.Saat melihat dia memindahkan barang, Nyonya Martha segera memanggil pembantu untuk membantunya, "Kenapa masih bengong? Cepat bantu Naya memindahkan barang.""Nggak apa-apa Nenek, ini adalah sketsa desain, aku memang nggak tenang untuk menyerahkannya kepada orang lain, jadi aku pindahkan sendiri," jelas Tanaya dengan suara lembut.Saat mendengar itu, Vera yang duduk di sofa sambil bermain game jari tangannya agak bergetar. Saat Tanaya membalikk