Share

5. Apakah Ada Yang Salah?

Setelah salat zuhur, Yasa dan Shalimah mengajak Disti makan siang di sebuah restoran Italia. Untuk pertama kalinya Disti makan di sebuah restoran mahal dan mewah. Kemampuan table manner-nya terbatas mengingat ia datang dari keluarga sederhana yang terbiasa makan dengan peralatan makan berupa piring, mangkuk, dan sendok. Disti hanya menunggu Shalimah untuk memulai makan dan melihat cara wanita anggun itu menggunakan garpu dan pisau. Beruntung Disti diberi kecerdasan lebih hingga ia bisa belajar dengan cepat.

"Besok jangan lupa Arjuna diajak, ya." Shalimah kembali mengingatkan Disti.

Disti tersenyum. "Iya, Mbak."

"Sayang, apa tidak sebaiknya Disti memulai pekerjaannya dulu. Arjuna bisa diajak saat Disti sudah bisa menguasai pekerjaannya nanti," cegah Yasa.

"Aku tidak sabar ingin melihat keponakanku, Mas. Apa Mas tidak merasa—"

"Baiklah, Disti bisa membawa Arjuna besok." Yasa memotong ucapan Shalimah dengan nada terpaksa.

"Jika saya mengajak Arjuna besok, mungkin Mbak Shalimah juga bisa mengajak anak Mbak biar bisa main bersama," saran Disti.

Yasa dan Shalimah serentak diam, kemudian saling memandang. Sorot mata mereka tampak redup tak secerah beberapa waktu lalu sebelum Disti melontarkan pernyataan. Sikap mereka membuat Disti terkejut. Wanita itu pun menangkap genggaman erat tangan Yasa di tangan Shalimah. Seketika perasaan aneh menggelayut di hati Disti. Apakah ucapannya ada yang salah? pikir Disti.

Disti membasahi bibirnya. Ia pun diam dan menunduk. Wanita itu berusaha untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri karena telah menciptakan suasana canggung di sana. Namun, suara lembut Shalimah akhirnya mencairkan ketegangan di antara mereka.

"Tidak apa-apa. Besok, Arjuna biar aku yang menemani."

Disti mengangkat wajah pelan-pelan menatap Shalimah. Air muka Shalimah kembali memancarkan cahaya yang sempat padam beberapa waktu lalu. Disti tersenyum untuk mengobati diri sendiri dari rasa bersalah. Perasaan tenang mulai menyelimutinya kembali.

"Terima kasih, Mbak. Maaf, jika aku dan Juna nanti membuat Mbak Shalimah repot," tutur Disti.

"Aku tidak akan merasa direpotkan oleh kalian. By the way, panggil saja aku Shali. Kata Mas Yas, panggilan Shali lebih keren." Shalimah tertawa kecil, lalu mengalihkan pandangan penuh kasihnya pada Yasa yang disambut pandangan serupa oleh pria itu. "Iya, kan, Mas?"

Yasa mengangguk. Tangannya masih belum beranjak dari tangan Shalimah. Pria itu masih menggengam erat tangan istrinya. Lagi-lagi, pemandangan romantis itu menyayat hati Disti.

Sepertinya semua orang berbahagia, kecuali aku, keluh Disti dalam hati.

Disti tersenyum getir. Ia membenci dirinya sendiri lantaran larut dalam rasa iri. Namun, bayangan Arjuna dengan senyum menggemaskan serta tatapan tulus ibunya mengembalikan kekuatan dan meluruhkan perasaan iri yang merengkuh hatinya. Arjuna dan ibunyalah yang terpenting dalam hidupnya sekarang. Hanya mereka berdua yang menjadi kunci kebahagiaannya.

"Mas, setelah makan aku minta tolong sama kamu buat anterin Disti pulang. Mas mau, 'kan?" Permintaan Shalimah pada Yasa sontak membuat Disti tersentak.

Disti dengan cepat mengantisipasi. "Aku pulang naik bus saja, Mbak."

"Mas ...." Shalimah melayangkan tatapan memohonnya pada Yasa.

Yasa mendesah kesal. Ada rasa enggan yang terlihat dari kilat matanya dan ia pun mulai mencari alasan. "Sayang, aku ada janji dengan klien setelah ini."

"Tidak apa-apa, Mbak. Aku bisa pulang sendiri, kok, Mbak. Mas Yasa juga ada keperluan. Nanti malah merepotkan Mas Yasa," imbuh Disti.

Shalimah menatap suaminya dengan tatapan sendu. "Memangnya Mas tidak bisa menunda janji dengan klien Mas barang sebentar saja?"

Tatapan sendu Shalimah menggoyahkan hati Yasa. Wanita itu selalu berhasil meluluhkan keangkuhannya. Ia tidak ingin menyakiti hati Shalimah dengan penolakannya. Akhirnya Yasa menyetujui permintaan Shalimah untuk mengantar Disti pulang. Namun, sebelumnya ia mengantar Shalimah kembali ke butiknya.

○○○

"Maaf, jadi merepotkan Mas." Disti membuka percakapan ketika ia dan Yasa berada dalam perjalanan menuju rumah Disti.

Selama beberapa saat tatapan resah Yasa hanya terfokus ke jalanan yang padat kendaraan dan menjadi pemandangan sehari-hari di ibukota negara ini. Mobil-mobil memenuhi setiap ruas jalan, mengular panjang, dan merayap perlahan. Bunyi klakson saling bersahutan memekakan telinga di tengah hiruk pikuk suasana yang membuat banyak orang di dalam kendaraan mereka lelah dan kesal. Tak terkecuali Yasa. Disti melihat kekesalan di raut wajah pria itu. Ia menyesal mengapa ia membiarkan Yasa mengantarnya pulang. Ia bisa saja meminta Yasa menurunkannya di perempatan jalan yang tak jauh dari butik, tapi ia tidak melakukannya. Seandainya ia pulang naik bus, pemandangan wajah pria yang geram itu tidak akan mengganggu pikirannya.

Yasa mendesah kesal. Sesekali, gerakan terlihat di rahang tegasnya yang dikeraskan. Jelas sekali pria itu memperlihatkan ketidaksukaannya.  Disti hanya diam sampai akhirnya mereka terbebas dari kemacetan yang menjebak mereka selama hampir satu jam. Sampai detik itu pun Yasa sama sekali tidak mengeluarkan suaranya. Mengantarkan Disti pulang seolah menjadi beban terberat dalam hidupnya.

"Terima kasih, Mas. Maaf, sudah merepotkan Mas," ucap Disti saat mobil yang dikendarai Yasa tiba di ujung gang rumah kontrakannya. Semua ucapan dan ajakan basa-basi yang telah ia rangkai selama di perjalanan tak urung ia lontarkan lantaran wajah Yasa masih tampak tak bersahabat. Namun, tiba-tiba saja Disti dikejutkan oleh sesuatu yang membuat hatinya berbunga meski hanya sedikit saja.

"Dis, sampaikan salamku untuk Arjuna. Aku tidak bisa bertemu dengannya sekarang karena aku sedang dikejar waktu," tutur Yasa.

Disti tersenyum bahagia. Ternyata, Yasa masih mengingat keponakannya. Ia pikir pria itu tak acuh pada putra adik kandungnya. "Iya, Mas. Terima kasih."

Pulang dengan perasaan bahagia, Disti tersenyum dalam hati. Ia sangat bersyukur perjalanannya hari ini membuahkan hasil yang sangat menggembirakan. Bertemu ipar yang baik dan peduli padanya juga Arjuna. Selama ini ia pikir keluarga Varen sudah melupakannya dan Arjuna setelah peristiwa tempo hari itu, kenyataannya sungguh  berbeda. Setidaknya, dua orang dari mereka masih peduli kepadanya dan juga Arjuna.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status