#48
"Jelaskan padaku, apa itu benar?" tanya Galih lagi.Melihat Laras yang hanya bergeming dan terdiam membuat Galih merasa tak sabar. Karena ia butuh jawaban Laras atas apa yang didengarnya dari seseorang mengenai kehamilan Laras."Mas, a–aku. Dari mana Mas bisa berpikir demikian?" tanya Laras. Jujur saja ia masih merasa bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini.Pernyataan Galih tak sepenuhnya salah. Awalnya memang Laras mau menikah karena ingin membuktikan jika dirinya tidak mandul tapi lama kelamaan dia merasa nyaman dengan perannya.Dan tentang perasaannya pada Galih? Entahlah, Laras tak dapat memastikan perasaannya saat ini. Ia juga masih merasa bingung dengan hatinya.Galih yang sudah sangat mengenal Laras pun akhirnya dapat menyimpulkan satu hal yakni, Laras memang tidak atau belum dapat mencintainya meskipun sudah begitu banyak waktu yang mereka lewati ber#49Menjadi taruhan? Menjadi alat untuk membuktikan kalau dia tidak mandul. Dan perasaannya yang belum pernah diungkapkan pada Galih.Semua pikiran buruk itu telah mengganggu pikiran Galih hingga membuatnya tersulut emosi yang sulit untuk dipadamkan. Bahkan dia tidak mau mendengarkan apa yang Laras jelaskan karena sudah termakan racun fitnah dari Tasya."Kalau Mas Galih nggak percaya, aku akan ajak mamaku buat buktiin kalau Laras bertaruh sama mama waktu itu!" ucap Tasya lagi. Kata-katanya begitu meyakinkan bagi Galih."Cukup! Pergilah dari sini. Saya tidak ingin diganggu," balas Galih tak bersemangat.Ia tampak memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri. Tasya menarik sudut bibirnya membentuk senyuman sinis. Gadis itu merasa jika dirinya sudah berhasil dengan rencananya."Dan, satu lagi, Mas. Aku akan ngasih tahu sebelum terlambat! Sepertinya istrimu masih belum bisa melupakan kakakku," tutur Tasya lagi. Ia terus menyiram emosi Galih, dan membuat pria itu semakin marah."Kubilang, henti
#50Dalam kepiluan malam yang ditemani rintik hujan yang sendu. Laras tak dapat memejamkan matanya malam itu. Sekuat apa pun Laras mencoba, ia tetap tak bisa memejamkan matanya yang sudah terasa berat."Ya Allah … apa yang harus kulakukan sekarang? Di mana Mas Galih saat ini pun aku nggak tahu," bisiknya lirih dalam gulitanya kamar tidurnya.Sesaat dan hanya sebentar saja, Laras tertidur. Namun, ia kembali membuka matanya ketika mimpi buruk datang menghampiri dalam tidurnya. Ingin berteriak pun percuma, karena seakan lidahnya kelu. Tubuhnya seakan tak bisa digerakkan.Laras mengucap asma Allah dalam hatinya. Dada yang terasa sesak dan ditindih perlahan menghilang dan kini ia dapat membuka matanya lebar-lebar."Astaghfirullahaladzim …!"Laras terbangun dari tidur malamnya yang hanya beberapa menit itu. Wanita itu ketakutan untuk sekadar menutup matanya lagi. Ia meraih pon
#51Laras membulatkan matanya. Ia sangat terkejut saat melihat sosok yang kini berada di hadapannya."Kamu?" tanya Laras tak percaya.Gadis yang berdiri di hadapannya itu segera mengayun langkahnya mendekati Laras yang masih mematung di depan pintu cafe."Ya, ini aku, mantan kakak ipar," sahut Tasya pongah. Wajahnya terlihat sangat menyebalkan bagi Laras."Kenapa kamu ada di sini? Dan apa maksud ucapanmu tadi?” tanya Laras merasa heran karena tidak ada satu pun orang yang tahu tentang suaminya yang pergi dari rumah kemarin.Akan tetapi, kenapa Tasya seolah tahu sesuatu tentang rumah tangganya yang sedang dirundung oleh masalah.“Aku pikir kamu sudah tahu kalau aku merupakan pelanggan tetap di kafe ini, jadi wajar dong kalau aku ada di sini,” balas Tasya acuh.Dia hanya menjawab pertanyaan pertama dari Laras saja, seakan tak mempedulikan pertanyaan kedua yang dilontarkan Laras yang jauh lebih penting dari pertanyaan yang pertama. Gadis itu seakan acuh tak acuh dengan wajah Laras yang p
#52"I–ibu …." Laras hampir tak bisa menahan air mata yang hendak berjatuhan dari pelupuk matanya. Entah harus bagaimana lagi dia mengungkapkan segala perasaan gundahnya.Ucapan sang ibu yang terkesan menyemangatinya itu, membuat Laras terharu. Ia kehabisan kata untuk sekadar menyahut ucapan Bu Sari."Semua rumah tangga pasti ada kalanya diuji, Nak. Dan, ibu yakin setiap masalah pasti akan memiliki jalan keluarnya sendiri. Bertahanlah, Ibu yakin kamu bisa." Bu Sari kembali berkata, dan hal itu semakin membuat Laras tak kuasa menahan dirinya."Bu…," cicit Laras lirih. Wanita itu segera mengulurkan tangannya dan memeluk erat tubuh ibunya.Wanita yang telah melahirkannya itu seolah mengerti apa saja yang kini dirasakan Laras, walau tidak sepatah kata pun yang diucapkan olehnya."Terima kasih, Bu. Laras pasti akan mendengarkan nasehat dari ibu," ucap Laras masih memeluk tubu
#53Bu Intan hendak mengintrogasi Tasya yang hari ini pulang dengan wajah sumringah. Setelah pagi tadi, ia tidak sempat menanyai apa pun pada putrinya karena Tasya terburu-buru pergi, entah ke mana.Tasya segera pulang ke rumah, setelah berhasil memastikan jika hasutannya pada Galih telah berhasil. Ia tak tahan untuk segera memberitahukannya pada sang ibu."Bu, Bu! Tasya punya kabar bahagia!" pekik gadis itu setelah masuk ke dalam rumah.Raut wajah Bu Intan nampak seram menatap tajam terhadap Tasya. Senyum lebarnya seketika menghilang setelah melihat ekspresi Bu Intan."Kabar apa?" tanya Bu Intan sedikit ketus. Ia bahkan menatap sinis pada Tasya.Gadis itu pun sadar jika sang ibu sedang tak baik-baik saja. Ia menduga kalau ibunya tengah merajuk, tapi Tasya tidak tahu apa yang telah membuat ibunya begitu marah."Ibu kenapa? Kok kayaknya lagi marah sama seseorang, Bang Angga atau Aluna bikin ulah lagi ya, Bu. Mereka cari gara-gara lagi?" tanya Tasya sambil menebak alasan kenapa ibunya t
#54Rian memaku dan bergeming di tempatnya. Ia sungguh menyayangkan sikap Galih yang menurutnya sangat kekanakan. Bagaimana bisa ia lebih memilih percaya pada ucapan orang lain yang belum tentu benar, daripada ucapan wanita yang menjadi istrinya kini.Sungguh, hal itu membuat Rian tak habis pikir. Padahal, dia yang dulu disuruh Galih untuk mendekati Laras pun, merasa dan dapat menilai kalau Laras adalah wanita yang baik dan tak pernah macam-macam.Rian bahkan sempat jatuh cinta pada Laras kala itu. Tapi, akhirnya harus mundur saat Galih akhirnya menyatakan cinta dan melamar Laras.'Dia nggak tahu aja, kalau banyak lelaki yang akan menunggu Laras menjanda lagi,' batin Rian kemudian. Lelaki itu pun tak tahan untuk bicara lagi.Dia putuskan untuk membantu Galih, dan menasehati nasib rumah tangganya yang berada di ujung tanduk."Gal, sepertinya lo harus pulang dan minta maa
#55Laras pingsan dan tak sadarkan diri dengan tiba-tiba. Ia tak dapat lagi menahan sakit luar biasa yang mendera perutnya."Astaghfirullah! Bu Laras!" pekik ketiga asisten Laras secara bersamaan.Mereka sangat terkejut saat tiba-tiba Laras terjatuh dan tak sadarkan diri. Mereka saling berpandangan, dan sepersekian detik kemudian mereka mendekati tubuh Laras. Memanggil nama Laras, serta mengguncang tubuhnya dengan lembut."Bu, Bu Laras, bangun, Bu," ucap Nela panik. Asisten paling muda di antara yang lainnya itu pun terlihat paling panik. Dia begitu menyayangi dan menghormati Laras karena kebaikannya."Kita harus cari bantuan, Mbak Rasti. Sebentar, saya keluar dulu siapa tahu ada yang mau bantu," tutur Rena dengan terburu-buru. Ia juga sama paniknya dengan yang lain. Apalagi mengingat jika rumah tangga Laras seperti sedang bermasalah.Tapi, Rena tak akan membicarakan hal
57Tak lama kemudian, Galih kembali ke rumah sakit dengan membawakan makanan untuk Laras. Ia mempercepat langkah kakinya saat ruangan Laras sudah terlihat di depan mata. Ia segera berlari kecil setelah dekat dengan pintu.Lelaki itu membuka pintu, dan ketiga pasang mata yang ada di ruangan itu segera menoleh ke arah pintu."Kenapa lama banget, Gal," protes Bu Irma pada putranya. Wanita paruh baya itu memanyunkan bibirnya."Ma–maaf, Ma. Tadi di penjual buburnya lumayan ngantre sih," sahut Galih seraya berjalan mendekati ranjang."Ya sudah, sini cepetan kamu suapin makannya, Laras. Mama sama papa juga mau cari makanan dulu ke luar," ujar Bu Irma sambil bersiap untuk pergi. Ia melirik suaminya yang terlihat masih duduk santai di atas sofa."Ayo, Pa, kita beli makanan dulu," ajak Bu Irma. Tangannya terulur pada sang suami."Ayo, Ma. Galih, Laras, kita pergi dulu, ya," ucap Pak Dhanu berpamitan pada anak serta menantunya.Padahal dia kurang mengerti kenapa istrinya mengajaknya untuk kelua