"Nih Mas bukti transfer uangnya!" Ucap Lusi mendatangi ku saat dia sudah pulang dari keluar rumah sambil memberikan sebuah kertas kecil.Aku yang mendengar ucapan nya langsung tersenyum sumringah dan melihat bukti tfansferan itu.Ceklek!!!"Lus!!" Aku membuka pintu kamar Lusi saat dia akan mengganti pakaian."Astaga Mas, ketok pintu dulu dong. Untung aja aku belum ganti baju." Semprot Lusi yang langsung menutup kembali bajunya.Aku pun hanya bisa menyunggingkan senyum. Karena memang ku akui aku yang salah."Iya iya maaf Lus, Mas tadi terlalu bahagia. Jadinya Mas gak kepikiran buat ngetuk pintu." Jawabku "Hmmm, yaudah ada apa Mas?"Lusi pun duduk diatas ranjangnya, dan aku ikut duduk disebelahnya."Lus, kamu beri pinjaman Mas tanpa bunga kan?" Tanya mengharap"Menurut Mas?" Jawabnya sambil menyipitkan mata."Ya enggak dong, kan sama kakak sendiri.""Enak saja, gak ada yang gratis dong Mas!" Ucapnya membuat ku sedikit terkejut.Aaah ternyata Lusi juga terlalu, masa' sama saudara sendi
Sejak pagi, aku sudah bersiap untuk pergi kerumah mantan mertua ku itu. Sejujurnya, aku merasa mereka tak ada bedanya juga dengan Denisa.Tapi mau bagaimana lagi, rasa terpaksa inilah yang membuat ku akhirnya membuat ku nekat untuk menemui mereka.Pukul enam pagi, aku mulai memacu sepeda motorku menuju rumah orang tua Denisa. Aku memang sengaja tak membawa uang, karena uang itu juga nasih tersimpan rapi direkeningku yang nanti bisa ku transfer saat aku berada disana.Karena tak mungkin juga aku membawa uang sebanyak itu saat perjalanan jauh.Triiing!!!Sebuah notifikasi pesan, masuk kedalam hp ku. Dan tertera dilayar jika Denisa lah yang mengirimkan pesan itu.Buru-buru aku membuka pesan darinya, karena takut ada hal penting yang dia sampaikan.[Sudah berangkat kah Mas!][Ini mau berangkat.] Jawab ku singkat[Oke, hati-hati dijalan nya ya Mas.] BalasnyaAku mendecih saat membaca pesan balasan dari Denisa yang nampak begitu peduli. Mungkin dia takut jika aku tak sampai disana, dan suda
Sebelum kembali pulang, aku sengaja berniat untuk berkunjung kesalah satu wisata yang ada diderah sini.Anggap saja sebagai penyegar diri setelah lelah dengan semua kejadian yang menimpa diriku.Akhirnya aku pun sampai juga disebuah waduk yang terkenal didaerah sini. Ku tepikan sepeda ku disalah satu warung yang ada dipinggiran waduk.Kembali ku pesan sebuah kopi sachet pada pemilik warung, sembari mengepulkan asap rokok tinggi-tinggi. Tak lupa ku comot gorengan yang masih hangat untuk mengisi perut yang memang kembali lapar."Ini kopinya Mas!" Ucap Abang penjual kopi"Iya makasih." Jawab ku sambil kembali menikmati gorengan dan melahapnya dengan cabaiKu tatap lurus kearah waduk, disana banyak sekali keluarga yang sedang bersantai menikmati liburan sebelum esok kembali bekerja."Aaah andai saja aku bisa menjadi lelaki setia, mungkin aku masih bisa sebahagia mereka." Gumam ku dalam hati saat diam-diam diri ini memperhatikan sebuah keluarga lecil yang sedang tertawa bahagia diseberang
"Ayah berangkat kerja dulu ya Nak. Jangan nakal nanti kalau ditungguin sama Uti sama Tante Lusi, ya?" Pamit ku pada Narendra sebelum berangkat kerja."Iya Ayah..." Jawab nya polos.Ku kecup kening dan kedua pipi gembil anak ku. Tak lupa, aku memberikan uang saku padanya. Karena Narendra juga sudah besar, dan mengerti jajan."Ini nanti uang nya berikan sama Uti ya Le. Ayah berangkat dulu. Assalamualaikum..." Aku pun akhirnya berangkat kerja, tak lupa ku salami tangan Ibu, dan Narendra juga menyalami tangan ku."Waalaikumsalam... Hati-hati Wo!" Balas Ibu"Iya Bu...!"Sepeda motor pun sudah siap didepan rumah, dan sudah sejak tadi pagi ku panasi. Kini ku nyalakan kembali mesin sepeda dan menjalankan nya menuju tempat ku bekerja.Hari ini adalah hari pertama kerja, jadi maklum lah jika rasanya masih enggan untuk berkutat kembali dengan rutinitas yang begitu-begitu saja tiap harinya."Kusut amat tuh muka, Bro!" Sapa Bram yang kini duduk disebelahku"Eh iya ding, kamu kan uda jadi Duda lag
Dengan senang hati, Ibu pun membuka bungkus yang menutupi benda didalam nya. Aku yang penasaran, ikut menyaksikan juga. Duduk santai disebelah Ibu dan LusiKrak...krak.. krak...Bungkus pun terbuka, dan memperlihatkan isi yang ternyata hanya kompor. Dan itu membuat ku ternganga. Ku kira isinya sesuatu yang berarti. Ternyata, hanya sebuah kompor yang kebetulan Ibu beli dari pasar.Melihat ekspresiku, Ibu dan Lusi pun terbahak sangat kencang."Sialan aku dikerjain." Batinku."Kamu pikir ini apa Wo? Hahahah" tanya Ibu sambil memegangi perut nya yang mungkin kram."Hmm, kirain tadi makanan atau barang berharga. Eeh ternyata cuman ginian doang." Cebik ku sebal."Hee, jangan salah Wo. Gini-gini juga berharga tau gak. Kalau gak ada kompor, Ibu mana bisa masak. Terus kamu mau makan apa juga? Dasar...." Cebik Ibu ganti."Hmm, iya iya, terserah Ibu dah..." Jawab ku malas sambil terus berjalan keruang tengah. Kembali menemui Narendra dan Anita yang masih bersantai disana."Kenapa Yah, wajah ya k
Sudah hampir sebulan ini, mobil yang dijanjikan Mas Dendi belum juga datang. Padahal aku yang menunggunya sudah harap-harap cemas.Apalagi semenjak Mas Dendi memilikiwanita itu, dia jarang sekali menghubungi ku. Apa mungkin Mas Dendi berbohong?Tapi kalau dia berbohong, kenapa uang bulanan yang dia janjikan dulu tetap dia transfer ke rekening ku?Aah, dari pada pusing sendiri, akhirnya akupun berniat menanyakan langsung pada Mas Dendi. Ku cari nomer hp nya dikontak, dan mencoba menghubunginya.Drrrt... Drrrt... Drrrt...Ternyata panggilan ku tersambung. Ini artinya Mas Dendi mendapatkan sinyal. Tapi hingga tiga kali aku mecoba menghubunginya, tetap saja tak diangkat."Napa Lus?" Tanya Ibu yang kini duudk disamping ku."Ini nih Mas Dendi, katanya mau belikan mobil baru. Tapi sampek sekarang gak dikirim-kirim." Ucapku emosi"Halah Lus, Lus. Palingan juga si Dendi itu omdo. Kayak gak tau lakik aja kalau uda punya bini baru, pasti bini lama dianggurin." Cebik Ibu"Tapi uang bulanan ku uda
Hari ini pekerjaan kantor benar-benar lumayan banyak. Apalagi banyak barang masuk, yang otomatis banyak data pula yang harus ku input.Untung nya laporan ini gak harus selesai hari ini juga. Jadi aku masih bisa sedikit bersantai tentunya.Kulihat Bram dan teman-teman juga pada sibuk dengan pekerjaan mereka. Hingga waktu istirahat, seperti biasa aku dan Bram makan siang di kantin sambil ngobrol. "Bro, gak minat cari istri baru nih?" Tanya nya "Gak kepikiran Bram. Masih trauma!" Jawab ku sambil menggelengkan kepala."Hahaha Anjriit, lemah amat lu Bro!"Sialan, dia bilang aku lemah? Dia gak tau aja sih sakitnya diselingkuhi, apalagi selingkuhnya sampek bikin bunting. Sakit tau gak, sakiiit...."Kamu bisa ngomong gitu mah soalnya belum ngerasain aja. Coba deh, nanti kalau uda ngerasain, nyaho deh...!" Cebik ku ganti membuat raut muka Bram berubah."Yaelah, gitu amat doain temen yang jelek-jelek." Ucap Bram yang sama sekali tak ku gubris.Waktu istirahat yang hanya sejam pun habis, aku k
"Sudah hampir sebulan ini aku menjadi istri Mas Fero, kalau ditanya bagaimana rasanya? Sudah tentu aku bakal berkata begitu bahagia.Bukan tanpa sebab, karena memang sifat Mas Fero yang begitu perhatian dan peduli padaku, membuat ku menjadi begitu nyaman.Apalagi Mama juga begitu baik terhadapku. Karena memang setelah menikah, aku diboyong oleh Mas Fero ke kediamanya. Ya, walaupun tak jarang juga aku masih sering pulang kerumah untuk menengok Emak dan Bapak.Karena memang Anita juga kadang ikut tinggal dirumah Papa barunya ini. Mas Fero mengajak ku tinggal dirumah nya juga bukan tanpa alasan, sebab anak-anak kandung Mas Fero yang kini juga sudah menjadi anak ku masih kecil-kecil, sedangkan Anita sudah besar.Dan sebentar lagi dia akan masuk kuliah, bahkan akan tinggal jauh dari kami. Karena dia kuliah diluar kota, terpaksa dia harus ngekos disana. Itu pula lah yang membuat ku mau untuk tinggal disini, karena anak-anak Mas Fero lebih membutuhkan sosok Ibu."Sayang, nanti nge mall yuk..