Share

Bab 54

"Sabar, Mas. Ingat, jangan saling menyalahkan. Toh belum tentu juga jika Mas Cahyo mengantar, lalu masih hidup. Ini tentang takdir, Mas. Perkara hidup dan mati itu urusan Allah."

Aku mengangguk, membenarkan apa yang Mas Lian ucapkan tadi.

"Sudah, aku mau urus administrasi dulu. Kamu hubungi Mbak Ratih. Suruh persiapkan rumah untuk menyambut jenazah Bapak."

Aku mengangguk. Rasa sesak melanda. Apalagi Ibu, ia kini tengah terisak di pelukan Mas Helmi. Hatiku teriris melihatnya. Bahkan keluarga kami baru saj mereguk manisnya bersama. Namun kenapa secepat ini Allah ambil Bapak dari sisi kami?

"Halo, Mbak," ucapku begitu panggilan tersambung.

"Iya, Dek. Gimana Bapak?'

"M-mbak," ucapanku terpotong karena aku terisak. Ya Allah, sesak sekali rasanya.

"Loh, kenapa menangis? Bapak baik-baik saja, kan?"

"Mbak, tolong rapihin rumah, ya. Sekalian minjem kursi di Pak RT. Sebentar lagi Bapak pulang," ucapku.

"Loh, kenapa pakai kursi segala?"

"Bapak, Mbak. Beliau sudah meninggal."

Terdengar me
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status