Share

Bab 0006

Desa Donov terletak di tempat yang agak terpencil, dengan semua rumah di desa berjarak jauh-jauhan. Matahari sudah mulai terbenam, dengan sisa cahayanya menyinari garis bukti yang terletak tidak jauh dari desa. Desa ini terlihat sangat sepi, beberapa rumah mulai mengepulkan asap dari cerobong asap, sudah waktunya memasak untuk makan malam.

"Dipecat juga nggak apa-apa, kok! Kita masih punya satu kolam ikan dan beberapa hektar tanah. Paling-paling, kamu harus mengayunkan benda 1,25 kg itu dulu di rumah!" kata Nelson yang berjalan di depan sambil membawa kopernya Nathan. Sambil berjalan, dia terus mengomel. Dia merasa bahwa putranya pasti merasa terpukul, jadi dia ingin menghibur putranya.

Benda yang dimaksud Nelson adalah cangkul. Dulu, di Kelurahan Galena, ada peraturan bagi tukang besi untuk membuat peralatan pertanian. Berat sebuah cangkul tepat 1,25 kg.

Pada saat ini, Nelson tiba-tiba teringat akan Jasmine Gabriel, teman masa kecilnya Nathan, dia pun berkata, "Oh iya, Jasmine juga sudah pulang, dia seharusnya ada di rumah!"

"Oh? Dia sudah pulang, ya?" Begitu Nathan mendengar nama Jasmine, langkahnya langsung terhenti. Dalam perjalanan pulang, mereka harus melewati rumahnya Jasmine, sehingga Nathan ingin berputar arah dan melewati jalan yang jauh.

"Iya! Jasmine memang hebat," kata Nelson. Nelson pun terus memuji Jasmine. "Setelah lulus kuliah, dia langsung ditugaskan ke kantor redaksi koran provinsi. Terus, setelah magang sebulan, dia langsung menjadi karyawan tetap. Kali ini, dia sengaja pulang dengan membawa kabar baik. Katanya, besok, ayahnya juga akan mengadakan jamuan untuk merayakannya! Oh, alangkah baiknya kalau ada yang bisa membawa kabar seperti ini juga di keluarga kita."

"Oh!" jawab Nathan. Dia sebenarnya tidak tertarik. Saat dia mengangkat kepalanya, dia melihat rumahnya Jasmine di depan. Nathan melihat Jasmine yang membawa sebuah apel sambil berjalan keluar dari rumah dua lantai itu.

'Gadis ini makin cantik saja. Ke depannya, entah siapa yang beruntung bisa tidur dengannya!' pikir Nathan. Kemudian, dia kembali menundukkan kepalanya sambil berjalan, seakan-akan dia tidak melihat Jasmine.

"Paman Nelson!" Jasmine menyapa Nelson dengan manis. Kemudian, dia melihat ke samping dan melihat Nathan dengan kepalanya yang tertunduk. "Hei, Nathan, kamu menunduk untuk membunuh semua semut di tanah, ya? Atau kamu takut malu kalau melihatku?"

"Cih!" Mendengar ucapan Jasmine, Nathan langsung mengangkat kepalanya dan mendengus. "Kamu bukan bidadari yang turun dari langit, untuk apa aku merasa malu?"

Seusai berbicara, Nathan tidak bisa menahan dirinya dari melirik ke arah Jasmine. Sejak lulus SMA dan masuk kuliah, gadis ini tidak pernah terlihat lagi. Bahkan selama liburan pun dia selalu bekerja di luar, sehingga dia hanya bisa pulang sekali pada akhir tahun. Selama beberapa tahun terakhir, ini pertama kalinya Nathan melihat Jasmine memakai pakaian musim panas.

Lengan baju yang pendek dan ketat tertarik tinggi karena dadanya yang menonjol, bahkan pola pakaian dalamnya pun tercetak dengan jelas. Rambutnya yang panjang disanggul ke belakang.

Wajahnya yang kecil masih sama seperti dulu, tembam dan sangat imut. Celana denim yang pendek hanya menutupi pantatnya, sehingga sepasang kakinya yang panjang terus bergerak di depan matanya Nathan.

Saat Nathan melihat ke bawah, dia melihat kaki kecil gadis ini memakai sandal jepit berwarna hitam, kakinya masih sangat putih dan kukunya seperti berkilau.

"Lihat apa kamu?" Melihat tatapan Nathan menyapu badannya, ekspresi Jasmine menggelap. Sejak masa SMA, kedua orang ini sudah bermusuhan.

Tidak ada sekolah SMA di Kelurahan Galena, jadi kedua orang ini harus bersekolah di kabupaten kota. Secara kebetulan, mereka berada di kelas yang sama. Pada masa SMA, Nathan memiliki lumayan banyak teman.

Pernah sekali, beberapa pemuda ini sedang bermain dan yang kalah harus pergi mengintip toilet wanita. Namun, Nathan jatuh sial, hal yang lebih sial adalah dia menyelinap ke lubang angin di belakang toilet wanita.

Alhasil, begitu dia merangkak keluar, dia kebetulan melihat Jasmine mengangkat bajunya dan melepaskan celananya.

Nathan benar-benar tercengang. Saat Jasmine sudah berdiri untuk mengangkat celananya, begitu dia mengangkat kepalanya, dia langsung saling bertatapan dengan Nathan yang sedang telungkup di lubang angin!

"Nathan, dasar nggak tahu malu!" Inilah kata-kata yang diteriakkan Jasmine sambil berlari keluar dari kamar mandi. Suara ini membuat Nathan terkejut, hingga dia hampir terjatuh ke dalam lubang kotoran di samping kamar mandi. Dia bahkan melarikan diri hingga ke luar sekolah dan bolos sekolah sepanjang siang.

Sejak saat itu, Nathan bermusuhan dengan Jasmine. Tanpa bukti apa pun, Jasmine tentu saja tidak bisa mengadu pada gurunya. Namun, gadis ini adalah perwakilan kelas, jadi dia selalu mengadu pada guru mereka jika Nathan tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya atau bolos dari kelas.

Gadis ini memiliki prestasi yang sangat bagus. Terkadang, dia bahkan sengaja mengarang beberapa hal yang sama sekali tidak terjadi untuk diadukan pada guru mereka. Guru mereka dan Nelson juga memercayai semuanya. Oleh karena itu, Nathan menjadi orang yang orang tuanya sering dipanggil ke sekolah, sehingga dia sering dihukum di rumah.

"Wanita memang susah dihadapi!" Nathan mempelajari prinsip ini dari Jasmine. Bayangan yang Jasmine bawakan untuk Nathan selama masa sekolah mereka masih tersisa hingga sekarang.

Setelah ujian masuk universitas, Jasmine diterima di jurusan ilmu komunikasi, sedangkan Nathan yang prestasinya tidak pernah bagus pun mendaftar ke sebuah sekolah tinggi di kabupaten dan mendapatkan gelar D3.

"Kemarin, kata Paman Nelson, kamu bekerja di kantor pemerintahan, ya?" Jasmine mengedipkan matanya yang besar sambil menatap Nathan dan berkata, "Bekerjalah dengan baik! Mulai sekarang, kamulah yang bertanggung jawab atas kebahagiaan Paman Nelson dan Bibi Linda!"

"Cih! Dia kira dia hebat, ya, mau mengajariku?" gumam Nathan. "Kamu nggak perlu mendidikku! Ke depannya, aku pasti akan membelikan rumah besar di kota untuk orang tuaku, supaya mereka bisa hidup dengan baik! Kemudian, aku akan menikah denganmu dan melahirkan anak-anak supaya orang tuaku senang!"

"Jangan asal bicara!" Mendengar omong kosong Nathan, ekspresi Jasmine menjadi masam.

"Dasar bocah busuk!" Nelson memelototi Nathan dan berkata, "Sepertinya kamu dipecat karena mulutmu ini! Jasmine, Nathan minta dipukul, jangan anggap serius, ya!"

Seusai berbicara, Nelson berjalan maju sambil tersenyum. Nathan menjulingkan matanya pada Jasmine. Dia masih ingin mengucapkan sesuatu. Namun, setelah berpikir sejenak, bukankah dia dipecat karena dia melawan Shawn? Akhirnya, dia hanya bisa pergi dengan Nelson.

"Hei!" Jasmine juga menjulingkan matanya, lalu berkata, "Besok, akan ada jamuan makan di rumahku. Kamu juga boleh datang, akan ada banyak teman sekelas kita yang hadir!"

"Lihat dulu besok aku punya waktu luang atau nggak!" jawab Nathan dengan kesal. Besok, jika dia menghadiri jamuan itu, dia pasti akan dipermalukan!

"Jangan lupa, pakai pakaian yang lebih layak!" kata Jasmine. Kemudian, dia menggigit apelnya dan berjalan memasuki rumahnya.

"Dasar kamu!" seru Nathan, sebelum berbalik dan pergi dengan Nelson.

"Jangan cemburu karena dia hebat!" seru Nelson. Nelson mengetahui isi pikiran putranya. Kalau seorang pekerja di kantor pemerintahan ditindas oleh seorang gadis, setidaknya, di Kelurahan Galena, hal ini sangat memalukan. "Kalau kamu memang hebat, kamu bisa memberanikan diri dan menikahi gadis ini. Kalau begitu, harga dirimu akan kembali."

"Baiklah, Ayah. Ke depannya, aku pasti akan membuat Jasmine menjadi menantu Ayah!" kata Nathan sambil mencangkul tanah dengan kesal. Namun, begitu dia mengungkit tentang menantu, sosok lain muncul dalam benaknya Nathan.

Sosok itu mengenakan gaun berwarna putih, rambutnya yang panjang tergerai. Tadi sore, Nathan baru mengatakan pada Sienna, mantan rekan kerjanya itu, bahwa jika dia berhasil, dia akan menikahi Sienna. Siapa yang harus dia nikahi?

"Jangan beromong kosong!" Nelson bergumam, "Saat kamu sukses, aku sudah terkubur dalam tanah. Ayo jalan, ibumu seharusnya sudah menyiapkan makan malam."

"Percayalah padaku!" Nathan bergegas berkata, "Mungkin saja, ke depannya, Jasmine akan berharap kalau aku akan menikahinya!"

"Sebaiknya kamu pikirkan ucapanmu tadi!" kata Nelson sambil menatap putranya dengan tatapan kesal. "Kalau kamu nggak bisa kembali ke kantor pemerintahan, mari kita lihat apakah kamu berani memanggil Fanni dengan sebutan nenek atau nggak! Sialan! Aku akan menjadi putranya!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status