Share

Bab 0005

"Oh iya, di mana barangnya?" tanya Marissa. Napasnya kasar, pikirannya sudah kacau. Namun, dia menyadari bahwa ada yang tidak benar, seakan-akan mereka kelewatan satu langkah.

"Barang apa?" tanya Nathan sambil tersenyum. Dia sama sekali tidak memikirkan hal ini. Hari ini, dia hanya terus memikirkan tubuhnya Marissa.

"Kalau nggak ada itu, kita nggak bisa melakukannya!" seru Marissa saat dia menyadari bahwa Nathan bahkan tidak membeli perlengkapan dasar itu. Perasaan yang menyenangkan ini langsung menghilang karena ucapan Nathan. "Kalau aku hamil, kamu mau tanggung jawab?"

"Memangnya kamu nggak punya?" Nathan mulai merasa kesal. Sekarang, semuanya sudah siap, kecuali barang itu. Dia merasa sangat bodoh.

"Kalau aku punya, untuk apa aku tanya ke kamu?" Marissa memelototi Nathan dengan kesal. "Kamu kira aku membawa barang itu setiap hari dan meniupnya menjadi balon?"

"Kalau begitu ... bagaimana kalau kira cari waktu lain?" tanya Nathan. Dia merasa sangat malu pada Marissa. Kalau dipikir-pikir, benar juga, dialah yang seharusnya mempersiapkan barang itu, tetapi dia juga tidak tahu apakah Marissa masih bersedia untuk melakukannya lain kali.

"Lain kali, ingat bawa!" seru Marissa sambil melirik sekilas ke bawah. Dalam hatinya, dia juga merasa agak tidak rela. Nathan pasti lebih kuat dan lebih nyaman daripada Patrick yang harus bergantung pada obat-obatan. Bagaimanapun, dia tetap harus mencari waktu untuk mencoba melakukannya dengan Nathan.

Kedua orang ini pun beres-beres dan meletakkan semuanya kembali ke tempatnya. Nathan hanya bisa melihat kepergian Marissa dengan kecewa.

Keesokan harinya, Marissa juga melirik beberapa kali ke arah Nathan, dia bahkan sengaja melirik ke bawah. Namun, tidak lama kemudian, dia dipanggil untuk menghadiri rapat. Kelurahan Galena miskin, hingga para kader hanya bisa menggunakan cara rapat untuk mencari kepentingan mereka.

Oleh karena itu, bahkan pembersihan umum pun memerlukan rapat terlebih dahulu. Namun, setelah rapat itu berakhir, Marissa kembali ke kantor dengan ekspresi kebingungan. Kemudian, dia memanggil Nathan ke luar.

"Kamu menyinggung Shawn, ya?" tanya Marissa pada Nathan di ruang rapat di sebelah kantor mereka. Sekarang, ruangan ini sudah kosong. "Rapat hari ini sebenarnya diadakan oleh Departemen Eksekutif. Untuk menanggapi kebijakan yang diusulkan atasan mereka, Shawn mengusulkan untuk memecat semua pekerja sementara di kantor pemerintahan, termasuk di beberapa kantor kelurahan."

"Dasar bajingan! Dia mau membuatku mati kelaparan, ya?!" Begitu Nathan mendengar penjelasan Marissa, dia langsung berseru dengan penuh amarah, "Kemarin, aku bertengkar sedikit dengannya dan dia bilang dia akan mengusirku dari sini! Kenapa? Kamu hanya melihatnya memecatku begitu saja tanpa membantuku?" Nathan menatap Marissa dengan tatapan usil. Sepertinya wanita ini tidak sabar menanti Nathan untuk pergi, 'kan?

"Mana mungkin aku diam saja?" kata Marissa dengan ekspresi kaku. Dia takut pria gila di hadapannya ini tidak senang dan langsung mengungkapkan tentang hubungannya dengan Patrick, sehingga masalah itu akan menjadi masalah besar.

"Kamu juga tahu, Pak Patrick nggak pernah cocok dengan Pak Gary. Bahkan Pak Patrick sudah menentang hal itu, tapi apa yang bisa kita lakukan? Kebijakan ini diusulkan dari atas. Terlebih lagi, Pak Gary selalu mengandalkan koneksinya Shawn di kota dan menyusahkan Pak Patrick. Nggak ada gunanya Komite Partai menentang!" kata Marissa.

"Baiklah, aku percaya!" Melihat Marissa menjelaskan dengan jelas, Nathan memang merasa bahwa wanita ini tidak berbohong.

"Sudahlah!" Marissa menatap Nathan dengan kesal, dia tahu apa yang Nathan inginkan. "Bukankah kamu hanya tertarik pada badanku, ya? Semua pria sama saja, di usia apa pun tetap saja mesum! Setelah masa sibuk ini berakhir, aku akan membiarkanmu melakukannya sekali. Mari tetapkan dulu di awal, hanya sekali saja, lalu kamu harus menghapus semua foto dan video itu!"

Nathan merasa lucu mendengar ucapan Marissa. Sepertinya, semua pria di usia apa pun itu merujuk pada Patrick. "Apa kesibukanmu akhir-akhir ini?" tanya Nathan.

"Hal yang dibicarakan di rapat hari ini!" jawab Marissa, agar Nathan tidak mencurigainya.

"Daerah lainnya di kabupaten sudah mulai menerapkan kebijakan ini dan menggabungkan Komite Partai dan Departemen Eksekutif. Dari dua direktur, sekarang sudah menjadi satu. Memangnya Pak Patrick bisa rela hati menyerahkan posisi sepenting itu?"

"Kamu mau tahu apa yang Shawn lakukan di belakang?" Begitu Nathan mendengar ucapan Marissa, dia langsung memahami maksudnya Marissa. Dalam sekejap, sebuah ide muncul dalam benaknya.

Pada saat ini, berbagai tempat menggabungkan dua kantor menjadi satu. Karena posisi kedua kantor bertumpang-tindih, bagian keuangan harus mengambil dua jalur. Setelah penggabungan itu, mereka harus mengumpulkan posisi yang timpang tindih menjadi satu, sehingga bagian keuangan bisa menghemat dana keuangan.

"Biar aku berikan ideku padamu!" seru Nathan. Dia sudah memiliki sebuah ide.

"Ide seperti apa yang bisa kamu punya?" Marissa menatap Nathan dengan acuh tak acuh sambil berpikir, 'Kamu hanya pekerja sementara, memangnya kamu tahu rahasianya Shawn?'

"Tunjangan dan biaya hidup penduduk Desa Kosar sudah diam-diam ditunda selama satu setengah bulan. Selain itu, ada orang yang masih menerima daging dari penduduk desa yang miskin, hingga bahkan bagasi mobilnya nggak muat!" kata Nathan. Kemudian, dia menatap Marissa.

"Serius?" Begitu Marissa mendengar ucapan Nathan, dia langsung tampak bersemangat. Marissa juga sangat cerdik. Baginya, berita ini bisa menjadi sebuah senjata yang bagus untuk menyerang Shawn!

"Kamu bisa cari tahu sendiri ke Desa Kosar," kata Nathan. Dia tertawa sesaat. Dia yakin bahwa Shawn-lah yang melakukan hal ini, hanya dengan ucapan "bagasi tidak muat" yang dikatakan penduduk desa.

Di seluruh kantor pemerintahan, selain Patrick dan Gary yang masing-masing memiliki mobil Volkswagen Santana yang sudah tua, hanya Shawn yang memiliki mobil Ford. Biasanya, dia sangat menghargai mobilnya ini. Selain Gary, tidak ada yang boleh meminjam mobilnya. Bahkan saat dia pergi bekerja ke desa pun dia tetap mengendarai mobilnya ini.

Selain itu, Shawn adalah direktur di Kantor Catatan Sipil. Terlebih lagi, semalam, Paulo mengatakan bahwa kantor itu baru mengganti semua komputer dan perabotnya dengan yang baru. Hal ini sudah sangat jelas, Shawn bukan hanya diam-diam menahan tunjangan dan biaya hidup itu untuk membeli komputer dan perabot, tetapi juga memanfaatkan kekuasaannya untuk mendapatkan keuntungan.

"Baiklah! Nathan, asalkan hal ini benar, setelah kami menyelesaikan masalah ini, aku pasti akan melaporkan hal ini pada Pak Patrick, agar kamu bisa bekerja kembali di kantor pemerintahan!" kata Marissa dengan sangat bersemangat. Masalah ini bisa dianggap besar maupun kecil.

Jika dia tiba-tiba melancarkan serangan terhadap Gary terlebih dahulu, Shawn malah melakukan masalah sebesar ini, bagaimana mungkin Shawn bisa bersaing untuk posisi direktur dengan Marissa? Kemudian, Marissa langsung terburu-buru keluar ruangan dan langsung pergi ke kantornya Patrick.

'Sialan! Kalaupun aku harus pergi, aku tetap harus melaporkan perbuatan Shawn pada atasanku!' pikir Nathan. Satu jam sebelum jam pulang kerja, pengumuman pemecatan Nathan dan pekerja sementara lainnya secara resmi diumumkan. Nathan pun langsung pergi mengambil gajinya di Departemen Keuangan.

Setelah pulang kerja, dia mengemasi barangnya dan pergi. Setelah bekerja selama ini dengan orang-orang di kantor Komite Partai, hanya Sienna yang mengantarkannya ke depan pintu, sedangkan yang lainnya bahkan malas berbicara dengannya.

"Kamu punya nomor teleponku, jangan lupa hubungi aku!" kata Sienna. Dia sepertinya masih agak tidak rela. "Sebenarnya, di luar sana, kamu mungkin bisa hidup dengan lebih baik daripada di Kelurahan Galena. Aku selalu merasa bahwa kamu sangat pintar."

"Mungkin saja!" kata Nathan sambil tersenyum dengan acuh tak acuh. "Dengan restumu, kalau hari itu benar-benar tiba, bisakah aku datang menikahimu?" Nathan sudah dipecat, jadi dia malah merasa lebih santai, sehingga dia berani bercanda seperti ini. Sebelumnya, dia tidak akan berani mengucapkan kata-kata ini pada Sienna.

"Saat hari itu tiba, mari kita bicarakan lagi!" kata Sienna sambil menggoyangkan pinggangnya dengan kedua tangan di belakang punggungnya. Dia tidak menerima, tetapi juga tidak menolak. "Sering hubungi aku, ya! Aku masuk dulu!"

Nathan tersenyum sambil melihat sosok Sienna. Kemudian, ekspresinya pelan-pelan menggelap. Nathan melihat mobil Ford-nya Shawn melaju ke arahnya dan berhenti di hadapannya.

"Hei, anak kampungan, pulang saja ke desa dengan patuh!" seru Shawn dengan ekspresi menghina. "Dasar nggak tahu diri, siapa suruh kamu menantangku?! Cih!" Seusai berbicara, Shawn meludah ke luar jendela mobil dan langsung menginjak gas.

"Sialan! Kamu membuat usahaku selama ini sia-sia!" Nathan menarik kopernya sambil berjalan di jalan kecil di desa dan berkata, "Satu hari nanti, aku akan pulang. Aku sumpah!"

"Eh, bukankah itu Nathan?" Baru saja Nathan memasuki desa, beberapa petani wanita sedang makan sambil mengobrol di bawah sebatang pohon tua. Fanni Helios, istrinya sekretaris desa, pun bertanya dengan aneh, "Kenapa dia membawa kopernya? Dia dipecat, ya?"

"Bibi Fanni?" Begitu Nathan melihat Fanni, dia pun menyapa wanita ini dengan enggan. Dalam hatinya, dia berpikir, 'Wanita-wanita ini pasti akan mengejekku lagi! Suaminya si sekretaris desa, pejabat tertinggi di desa. Wanita ini juga ikut mendapatkan kekuasaannya, jadi dia suka memamerkan kekuasaannya di desa.'

Tiba-tiba, Nathan juga pergi bekerja di kantor pemerintahan. Setiap hari, saat Fanni melihat Nelson, ayahnya Nathan, membanggakan tentang anaknya di desa dan mendengar orang lain memuji Nathan, Fanni merasa cemburu. Saat dia melihat Nathan pulang dengan kopernya, bukan untuk berlibur, dia jelas-jelas dipecat!

"Pak Nelson, cepat sini!" seru Fanni sambil melirik ke satu sisi. Melihat Nelson kembali dari ladang dengan cangkul di bahunya, dia pun bergegas berkata, "Putramu dipecat. Cepat pergi hibur dia. Dipecat juga nggak apa-apa, kok. Lebih baik dia bercocok tanam dengan baik di desa daripada pergi bekerja di luar!"

"Nathan, kamu dipecat, ya?" tanya Nelson sambil menatap Nathan dengan tatapan terkejut. Mengapa putranya dipecat tanpa peringatan apa pun?

Sebelum Nathan bisa menjawab, Fanni langsung menyela, "Kalau bukan, untuk apa dia pulang dengan semua barangnya?"

"Pak Nelson, pada saat itu, Nathan pergi bekerja sebagai pekerja sementara. Lihatlah kamu, selalu menyombongkannya di desa! Sudah kubilang, nggak ada yang tahu berapa lama pekerja sementara bisa bekerja. Kamu masih saja bilang kalau Nathan akan menjadi karyawan tetap! Sekarang, kamu sudah mengerti, 'kan, kalau ucapanku benar? Bagaimanapun, suamiku adalah pejabat desa, jadi aku lebih memahami tentang hal ini daripada kamu!"

Mendengar ucapan Fanni, wajah Nelson langsung memerah. Ada begitu banyak orang yang mendengar ucapannya, wanita ini benar-benar tidak memikirkan harga dirinya Nelson.

"Bibi Fanni, bukankah aku hanya dipecat, ya? Untuk apa Bibi mengatakan ucapan yang begitu nggak enak didengar?" kata Nathan saat dia melihat ekspresi ayahnya yang masam. "Lihat saja, tidak lama lagi, aku akan kembali ke sana!"

"Kamu kira kantor pemerintahan dijalankan keluargamu, hingga kamu bisa masuk dan keluar sesukamu?" seru Fanni sambil menggelengkan kepalanya dan mendengus dengan nada dingin.

Mendengar ucapan Fanni, Nathan naik darah, hingga dia berkata, "Kalau aku nggak bisa kembali, aku akan menjadi cucumu dan memanggilmu nenek!"

"Baiklah, mari kita bersumpah. Kalau kamu bisa kembali, aku akan memanggilmu Ayah. Kalau nggak, kamu harus memanggilku Nenek! Mari kita sepakati di hadapan semua orang di desa!" seru Fanni.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status