Share

Bab 2

"Ya sudah, aku mau siap-siap dulu buat syuting. Udah gitu, nanti aku mau pergi ke tempat meeting bareng beberapa klien. Hari ini mungkin aku akan pulang terlambat lagi."

Mas Bian melirik ke arah jam digital yang ada di atas nakas, dan berlalu tanpa menunggu jawaban dariku.

Priaku itu lalu masuk ke dalam kamar, meninggalkan ponselnya di atas meja.

Bip!

Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. Nama 'Shei' tertera di sana. Dengan jelas bisa kulihat pesan apa yang masuk beberapa detik lalu itu.

(Ay, datang ke apartemen dulu, ya. Mumpung aku lagi sendirian.)

Pesan itu membuat mataku melotot sempurna, apalagi diiringi dengan emot kedip sebelah mata. Seolah kode kalau mereka bebas melakukan apa saja karena tidak akan ada orang yang mengganggu.

Apa-apaan ini?

Sialan!

Setelah semalam Mas Bian menggumamkan nama wanita itu, kenapa sekarang Sheila justru menyuruh suamiku datang ke tempatnya.

Benar-benar mencurigakan.

Mondar-mandir tidak jelas seperti kebiasaanku saat ada masalah, otakku memikirkan banyak hal yang tidak-tidak.

Ini tidak bisa dibiarkan. Lama-lama aku bisa gila kalau terus berprasangka buruk kepada Mas Bian.

"Ehm, kenapa kamu, Marin?"

Mas Bian menghampiriku dengan penampilannya yang necis. Tampak keningnya berkerut melihatku yang seperti gelisah.

Aroma parfum berharga fantastis menguar sampai ke seluruh ruangan. Mas Bian buru-buru mengambil ponsel dan memeriksa isinya, lalu terlihat kerutan di keningnya seperti tengah memikirkan sesuatu.

"Kamu lagi ada masalah?" tanyanya.

Aku menggeleng pelan dan memaksa tersenyum padanya. Senyum yang setiap hari selalu kuberikan, namun entah Mas Bian menghargainya atau tidak.

"Kenapa kamu malah tanya gitu ke aku?!"

"Eh, ya, enggak sih."

"Eumh, kalau Mas mau pergi ke arah selatan aku sekalian ikut ke salon, ya. Lagi males bawa mobil nih," ucapku beralasan ingin mengetahui reaksinya

"Ya, nggak bisa gitu dong. Aku nggak mau sampai terlambat ke lokasi. Nanti aku suruh sopir buat nganterin kamu aja, ya."

Mas Bian jelas keberatan. Itu artinya ada sesuatu hal yang lebih penting untuk dia urusi selain pekerjaannya.

Dia mendekat, menyentuh bahu kemudian berlalu tanpa mendaratkan bibirnya di kening, seperti kebiasaannya sejak kami menikah.

Dan kejanggalan ini kurasakan ketika dia mengendarai mobil seorang diri sambil bersiul-siul, dan terlihat seperti pria yang tengah kasmaran.

Membuang rasa penasaran, jangan sampai aku berpikir yang tidak-tidak apalagi suamiku sedang naik daun sekarang. Akan lebih baik jika aku mengikuti kemana dia pergi.

Bisa saja Sheila menyuruhnya untuk melakukan sesuatu seperti pekerjaan misalnya, bukan hal-hal buruk yang seperti kupikirkan dalam otakku.

Kendaraan merah milik suamiku membelah jalanan ibukota yang lumayan cukup lengang. Aku mengikutinya dari belakang dengan perasaan tidak sabar.

Hingga benar saja HRV keluaran terbaru itu masuk ke basement dan si pengemudinya bergegas turun.

Diam-diam aku mengikuti pria itu dengan perasaan was-was. Biasanya firasatku tidak pernah melenceng. Jika ada sesuatu hal yang tidak mengenakkan, biasanya akan terjadi sesuatu yang tidak kuharapkan.

Oh Tuhan, tolong jaga suamiku jangan sampai dia tergoda oleh perempuan selain aku. Karena jujur saja aku dan Richie belum sanggup hidup tanpa dirinya.

Langkahku semakin tak bertulang saja pasca suamiku memencet bel tepat dimana Sheila tinggal.

Tak lama kemudian pintu pun terbuka. Wanita itu menyambutnya dengan tanktop yang menampilkan buah dadanya yang sedikit menonjol.

Astaga, hal yang tidak sepantasnya diperlihatkan pada pria yang sudah beristri.

"Mas, akhirnya kamu datang juga. Ayo, masuk, aku udah nungguin dari tadi," ajaknya.

Sheila bertingkah posesif. Dan kurang ajarnya lagi wanita itu bahkan hendak melingkarkan tangannya ke tengkuk suamiku. Tapi untungnya Mas Bian segera menahan tangannya.

"Tahan dulu, Shei." Priaku itu memindai sekitar. Mungkin takut ada orang yang melihatnya.

"Emh, maaf Mas. Ya udah, ayo masuk," pintanya dengan gaya manja.

Mas Bian kemudian mengangguk dan mengikuti langkah wanita itu, masuk ke dalam dan menutup pintu.

Sementara di sini ada yang patah dalam hatiku melihat mereka berduaan di dalam sana. Tanpa sadar mataku basah dan cairan bening itu akhirnya mengalir di pipi.

Tidak, tapi aku tidak boleh lemah. Akan kupastikan sebentar lagi untuk memegoki keduanya.

Jika mereka tengah berbuat mesum dan asusila, maka siap-siap saja karir keduanya hancur saat aku memviralkannya ke sosial media.

"Eh, Mbak Marina, sedang apa di sini?"

Deg!

Suara itu ….

Cepat-cepat aku mengusap air mata yang jatuh di pipi saat suara yang familiar terdengar di telinga.

"Sony, kamu sendiri ngapain di sini?" tanyaku sambil celingukan. Barangkali dia datang bersama dengan timnya.

Tapi, Sony datang hanya seorang diri. Aneh.

"Oh, aku mau nganter makanan buat team. Mereka ada meeting di apartemen milik Sheila. Mbak sendiri, mau bergabung bersama kami?" tanya pria itu dengan cepat.

Aku menggeleng pelan dan sebisa mungkin mengulas senyum. Jangan sampai pria yang statusnya masih lajang itu curiga kalau aku tengah menguntit suamiku hingga sampai ke tempat ini.

"Nggak usah, Son. Kebetulan aja Mbak lewat sini untuk bertemu dengan teman. Ya udah, kalau begitu mbak pergi sekarang, ya?"

Pria itu mengangguk dengan ekspresi datar saat kutinggalkan.

Malu juga rasanya karena ketahuan. Semoga Sony tidak berpikir kalau aku tengah mencurigai suamiku. Bisa memalukan jika dia dan team mengetahui aku istri yang posesif, yang mengejar-ngejar suami dan tak percaya padanya.

Masuk ke dalam mobil, mengambil nafas berulang kali, aku terus berusaha mengenyahkan perasaan yang bercokol dalam dada.

Tadi artinya kecurigaanku tidak beralasan. Kukira mereka hanya berdua, ternyata ada timnya juga sedang ada di dalam sana.

Beberapa notifikasi masuk di atas layar. Viona, penata rias yang ditugaskan untuk mengatur penampilan juga style Mas Bian memposting sesuatu.

'Liburan tipis-tipis ....'

Caption yang dibuatnya membuatku membelalakkan mata. Viona tak sendirian. Dia dan keenam team yang dibentuk oleh Sony tengah berlibur di Kepulauan seribu.

Dan dilihat dari postingannya, mereka tengah berada di sana sambil menikmati breakfast. Itu artinya mereka bukan hanya baru datang, tapi kemungkinan sudah tiba sehari sebelumnya.

Mataku melotot tak percaya memastikan jam dan waktu saat dia mempostingnya, yang tiba-tiba saja ramai dengan para netizen yang komen dan menanyakan perihal keberadaan Mas Bian juga.

Itu artinya Sony benar-benar telah membohongiku.

Astaga, kenapa aku bisa terkecoh. Bodohnya aku, pria itu 'kan tidak membawa makanan, malah membawa paper bag dan tas berukuran sedang.

Ya Tuhan, aku benar-benar kecolongan.

Gegas kaki ini melangkah dengan cepat meninggalkan pintu mobil yang sedikit terbuka. Tapi langkahku tiba-tiba tertahan saat ketiga orang itu keluar dari unit dan berjalan bersisian, yang diikuti oleh Sony di belakangnya.

Ketiga orang itu mengenakan kacamata hitam dengan tangan saling bertautan, antara Sheila dan Mas Bian.

Tapi, apa boleh mereka sedekat itu saat tidak ada hubungan spesial di antara keduanya, kecuali terlibat dalam kontrak yang sama dalam sebuah sinetron?

"Janji ya, Mas. Kamu harus manjain aku di sana," ujar Sheila pada suamiku.

"Iya, bawel. Makanya sabar dulu jangan di sini, nanti ketahuan," jawabnya sambil menjawil hidung wanita itu.

Apa-apaan mereka itu. Tingkahnya sudah seperti pasangan kekasih yang akan berangkat liburan saja.

Atau, emang jangan-jangan mereka mau menyusul Viona juga ke Kepulauan seribu?

Ini benar-benar tidak bisa biarkan. Mereka benar-benar tengah membohongiku mentah-mentah.

Tapi baiklah, Mas, aku akan ikuti sampai di mana permainanmu ini berujung. Dan aku takkan pernah membiarkan kalian semua membohongiku mentah-mentah.

Tunggu saja, kebohongan kalian akan segera terungkap. Secepatnya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status