All Chapters of CEO Yang Hilang Ingatan: Chapter 161 - Chapter 170
217 Chapters
162. Mencoba Berjalan
 "Ali …." "Hemm …." "Lepasin!" Wulan merenggangkan pelukanku. Matanya membulat, alisnya berkerut menatapku. Hey, apa hanya aku yang terhanyut dalam scene ini?  Apa dia tak menyukai kedekatan kami?  Kenapa wanita suka memanipulasi perasaan lelaki?  Wulan menarik satu sudut bibirnya, "Kalau suka halalin, bukan baperin," cibir Wulan.  "Apa kamu sudah siap untuk itu?" "Jika aku tidak siap untuk itu kenapa aku masih di sini sampai sekarang
Read more
163. Pergi ke Persidangan.
***Happy Reading***   Rolls Royce Phantom berhenti di antara deretan kendaraan lain. Mengenakan kemeja putih dan setelan celana kain berwarna hitam. Mengamati sekitar sambil menaikkan lengan baju hingga siku.    Menengok ke kursi penumpang, "Kalian sudah siap, Wulan? Bik Asih?"   Keduanya mengangguk dengan yakin. Kami turun dari mobil. Aku membuka kacamata hitam, membenarkan posisinya. Membaca tulisan di atas pintu utama. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.    Kami berjalan dengan cepat menuju ruang pengadilan. Hari ini adalah hari istimewa. Hari terakhir aku melihat Jhonny di depan mataku. Akan kupastikan dia akan lama mendekam di balik jeruji penjara.   
Read more
164. Memberi Kejutan.
Berhenti di depan pintu ruang persidangan. Sengaja menatap Jhonny di dalam sana yang tak dapat berkutik lagi. Paula Stephanie hanya menunduk dengan lemas. Wajah mereka sama pucatnya.    Sengaja memelankan langkah, menikmati pemandangan di dalam ruang sidang sana. Sekaligus menjaga keseimbangan. Kakiku semakin sakit, tak dapat melangkah lagi.    Wulan berada di belakangku sekitar tiga meter. Lama sekali dia berjalan. Melirik pada Wulan, "Cepatlah Wulan!"   "Sebentar! Ada apa, Ali?"    "Berjalanlah di sampingku," bisikku.    Wulan menurut, ia berjalan tepat di sampingku. Segera kurangkul pundaknya.   
Read more
165. Menumpang Pada David.
***Happy Reading*** Pesan Wulan terlanjur terkirim. Lagi-lagi aku harus merepotkan David. Malu rasanya, seorang teman bukan orang yang harus selalu ada saat kita kesulitan. Lain kali akan ku traktir David, sudah terlalu sering menyusahkannya.  "Ali? Kok diem aja, sih?" "Kakiku berdenyut nyeri, Wulan. Saat menginjak tanah serasa ada ribuan jarum yang menancap," sahutku.  Mataku juga mulai terasa berat dan mengantuk. Efek obat yang diberikan Wulan tadi, kurasa mulai bekerja. Perlahan rasa sakit di kaki tak begitu kurasa.  Setidaknya hari ini, aku telah melakukan sesuatu yang takkan kusesali seumur hidup. Datang dan memberikan semua bukti kejaha
Read more
166. Menunggu Hasil Persidangan.
Kedua security di pos mengikuti mobil David masuk ke garasi. Keduanya membantu menurunkanku dari mobil David. Wulan memegangi kursi roda, "Pelan-pelan, Pak!" perintah Wulan.  Selepas memaksa berjalan kini kakiku tak bisa digerakkan sama sekali.  David menatap jam digital di layar ponsel, "Gue harus cepet ke kantor nih, izin satu jam doang tadi."  "Thanks, Bro." "Your wellcome, lain kali kita ngobrol lebih lama. Ada banyak hal yang ingin kudiskusikan sama loe, Lex. Cepat sembuh." "Pasti. Kapan pun loe butuh gue, telepon aja." Kami bersalaman. David memelukku sebentar sebelum akhirnya
Read more
167. Ingin bersamanya.
***Happy Reading*** Ketakutan dan keraguanku pada Wulan tak terbukti. Hanya lima menit mengutak atik kruk di kakiku ia bisa melepasnya. Menaruh besi hitam sepanjang tungkai kaki di atas sofa.  Setelah menaruh alat bantu jalanku ia kembali, "Sebagai dokter fisioterapy pribadimu, saya tidak menyarankan kamu banyak berjalan." Wulan melipat tangan di atas dadanya. Berlagak menjadi seorang dokter.  "Dengarkan itu, Alex!" Mama ikut memarahi.  Papa tertawa, "Hahaha." Dari jauh Bik Asih datang dengan membawa nampan, "Silakan Tuan, Nyonya, Den Alex, Non Wulan, ini minumannya." Bik Asih menurunkan minuman dari nampan.  
Read more
168. Penolakan Papa
"Hey, apa yang kalian lakukan di sana? Wulan, kenapa belum mengantarkan Alex ke kemarnya?" Segera kutekan tombol pada papan kursi roda. Membalikkan alat bantu jalanku. Di ujung koridor lain ada Papa yang membelalakkan matanya menatap kami berdua.  Langkah kaki terdengar pelan, Mama menyusul di belakang Papa. Ikut memperhatikan aku dan Wulan.  "Alex, Wulan sepertinya kita perlu berbicara serius." Papa masuk ke ruang kerjanya. Aku terpaksa menyentuh tombol dan menggerakkan kursi roda.  "Ini semua akibat ulahmu, Wulan." Aku memicingkan mata ketika melewati gadis cempreng itu. Tingkahnya sungguh konyol dan kekanakan kali ini. 
Read more
169. Cinta Itu ....
***Happy Reading***   ~Setinggi apapun standar kamu tentang pasangan. Akan kalah saat kamu jatuh cinta mendadak~ "Wulan, Alex …  jangan pergi."    Mama berteriak dari atas tangga kami sudah berada di lantai dasar. Wulan menghentikan laju kursi roda, "Sebentar, Ali."   Mama menuruni anak tangga dengan cepat, "Jangan pergi, kalian tak boleh pergi dari rumah ini."   "Papa, gak setuju dengan hubungan Alex dan Wulan, Ma."   "Tetapi, Mama setuju." Mama menganggukkan kepala. Ia tersenyum sembari mengambil pergelangan tangan Wulan yang mendorong kursi roda.   
Read more
170. Kabar mengejutkan.
Hening. Mama tak lagi dapat berkata. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Kecewa, kaget, sedih terlihat di wajah Mama. Ia sudah mati-matian membelaku sejauh ini.    "Maafkan Wulan, Om. Ini bukan salah Ali," ucapnya dengan menunduk.    Anak Abah Dadang ini bicara apa? Dia mengambil tanggung jawabku, Wulan mengaku bersalah untuk menyelamatkanku.    "Wulan, jangan meminta maaf. Kita tidak punya salah apapun. Cinta kita benar, hanya mereka yang salah menerimanya."   Papa merunduk, memeluk tubuhku di atas kursi roda, "Maafkan, Papa. Kalian benar, Papa tak seharusnya keras kepala dan memaksakan kehendak."   Apa?   
Read more
171. Menuju Rumah Sakit
***Happy Reading***   "Lilis kenapa, Bik?" Wulan ikut panik melihat ekspresi wajah Bik Asih.    "Lilis Suryani kritis. Baru saja Bibik, dapat telepon dari pihak rumah sakitnya."   Secara biologis Lilis Suryani bukan anak dari Bik Asih, tetapi rasa sayang dan kekhawatirannya benar-benar terlihat tulus.    "Bagaimana kalau kita menjenguk Lilis sekarang, Pa, Ma?"   "Usul yang bagus Alex, sekalian ada yang ingin Papa ketahui."   "Bik Asih, setelah menyiapkan makanan, kamu segera bersiap dan ikut kami ke rumah sakit tempat Lilis Suryani dirawat."  
Read more
PREV
1
...
1516171819
...
22
DMCA.com Protection Status