Semua Bab MR. CINDERELLA (INDONESIA): Bab 21 - Bab 30
110 Bab
Part 21
“Kamu sudah ngopi, Pram?” Suara wanita setengah baya itu mengejutkannya. Pram menoleh ke asal suara di belakang punggungnya dan mendapati Ibu Viola berdiri di teras sambil membenahi penampilannya yang tampak sudah paripurna. Dengan mengenakan blazer dan celana basic merah tua dan wajah yang sudah segar dengan polesan make up sedikit menyala, ditambah rambut yang di cepol tinggi dengan anak rambut menjuntai di samping pipi. Bu Viola tampaknya sudah bersiap untuk pergi. “Belum, Bu,” jawab Pram jujur. Memang pagi ini tenggorokannya belum tersentuh minuman kegemarannya itu. Karena sejak pukul enam tadi dia harus sudah tiba di rumah mewah itu untuk menemui Pak Abraham sesuai pesan dari aplikasi yang diterimanya tadi malam. “Kamu ngopi dulu sana di dapur, abis itu langsung temuin Bapak di ruang kerjanya.” Setelah memerintahkan itu pada Pram, Bu Viola melangkah cepat menuju Mercedes Benz hitamnya yang sudah menunggunya dengan pintu samping yang terbu
Baca selengkapnya
Part 22
Pram teringat perkataan Sabrina di lokasi syuting tadi, bahwa Sabrina salut terhadap dirinya yang begitu sayangnya terhadap Hani hingga dia rela dicaci maki demi mendapat restu dari orang tua Hani. Pram membenarkan itu. Memang dia sayang, cinta dan berharap impiannya menjadi kenyataan, menikahi Hani dan membangun rumah tangga di bawah restu orang tua. Tapi begitu beratnya tantangan yang dihadapi Pram, apalagi setelah mendengar dari lisan Hani sendiri tiga hari lalu melalui sambungan telepon sebelum percakapan mereka di sabotase oleh Ibu Prapti, ibunya Hani. Bahwa Hani kini sudah berhenti mengajar di sekolah boarding itu semata-mata agar Pram tidak punya kesempatan untuk menemui gadis itu lagi. Sedih, sudah pasti itu yang dirasakan Pram. Namun masih ada secercah harapan di hati Pram saat Hani bilang akan terus berjuang bersamanya untuk mendapatkan restu dari kedua orang tuanya yang entah sampai kapan. Dan kini rasa rindu pada Hani yang begitu menggebu menyelim
Baca selengkapnya
Part 23
Setiap melintasi gerobak penjual martabak yang mangkal di pinggir jalan masuk gang menuju kontrakannya, Pram selalu teringat pada Bu Ocha, sohib semata wayangnya di komplek kontrakan RS9 (nine) itu. Mungkin karena rasanya yang gurih dan manis seperti tawa Bu Ocha yang selalu menghiburnya di setiap dia pulang kerja. Pram senang, Bu Ocha tak pernah bosan dia bawakan makanan berkarbohidrat tinggi itu. Dan yang lebih Pram suka, wanita setengah baya itu selalu memakannya habis, tak bersisa. Tapi anehnya, badannya tak pernah mengembang, walaupun dia doyan makan. Entah berapa belas jari usus di dalam perutnya. Seperti saat ini, satu kotak martabak varian keju dan coklat sudah dalam tentengan Pram. Dan Pram yakin usia martabak itu tak lama lagi, karena Bu Ocha akan segera mengeksekusinya. Jam di pergelangannya sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Biasanya pada jam-jam segini, lagu My Way-nya Frank Sinatra menggema berulang-ulang bagai kaset rusak dari bibir ceriwis
Baca selengkapnya
Part 24
Kelopak mata Pram mengerjap cepat setelah membaca dua baris kalimat di layar gawainya. Lalu, sekali lagi dia baca pesan di aplikasi percakapan itu untuk meyakinkan bahwa dia tidak salah mengeja tadi. ‘Aku di kontrakan kamu, Mas. Aku tunggu kamu pulang, sekarang.’ Ya, dia tidak salah baca. Begitu pesan dari Hani Bunny Ciki Bunny yang sudah dia baca dua kali. Rasa senang seketika membuncah dihatinya. Bunga-bunga yang kemarin kuncup kini sudah bermekaran lagi di dalam dada. Komunikasi yang sempat terputus selama sepuluh hari dengan sang kekasih, kini terjalin kembali. Belasan, bahkan puluhan pesan untuk Hani yang tak ada jawaban, kini terbalaskan walaupun hanya dengan satu pesan. Pesan yang sangat singkat dan mengandung permintaan itu membuat Pram senewen bukan main. Hani sedang menunggu dirinya. Itu yang membuat rasa optimisnya kembali datang. Namun, kebahagiaan itu terpaksa dia tunda dulu untuk beberapa saat, entah untuk berapa lama. K
Baca selengkapnya
Part 25
“Pramudya ....”Suara Bu Ocha memanggil dari balik punggungnya. Seakan suara itu hanya hembusan angin, Pram tak menggubris sama sekali. Dengan menyandarkan punggung pada dinding dan duduk melipat kaki dengan lutut yang menopang kedua lengan, wajahnya lurus menghadapi undangan berwarna biru di tangan.“Pram, tadi Ibu ketemu Hani di depan gang, lagi nunggu kendaraan. Tapi mukanya sembab gitu, kayak abis nangis. Dia baru dari sini?” cecar Bu Ocha sembari menempatkan duduknya persis di hadapan Pram dengan raut yang menggambarkan rasa keingintahuan yang mendalam.Namun, pria itu tak menjawab. Tetap diam sambil membolak-balik lembar demi lembar buklet undangan itu dengan gerakan lesu. Bola matanya tak bergerak dan kosong, seakan dirinya berada di dimensi lain.Bu Ocha jelas melihat sikap Pram yang asing itu, hingga rasa penasarannya pun tak terbendung lagi. Benaknya sudah menebak ada sesuatu yang memanas tengah terjadi di antara dua oran
Baca selengkapnya
Part 26
Tak salah lagi, Maestro Club yang tertera di aplikasi pencarian lokasi berada di lantai 15 gedung berlantai 46 yang menjulang di hadapannya. Keyakinannya bertambah lagi ketika dia melihat nama night club itu berada di antara jajaran papan nama berneon biru di depan lobby. Tanpa pikir panjang lagi, langkah Pram bergegas memasuki gedung itu dan menuju kotak lift yang akan membawanya ke lantai 15 bersama empat wanita berpakaian seksi dan dua orang laki-laki. Sekilas dia lirik arloji di tangan, sepuluh menit menjelang pukul sebelas malam. Dia merasa lift itu berjalan lambat sekali. Sementara hampir di setiap lantai kotak elevator itu berhenti, padahal tak ada orang yang masuk atau keluar lagi. Sepertinya tujuan mereka pun sama yaitu night club di lantai 15. Rasa tak sabar Pram kian menjadi. Apalagi dia berdiri diantara beberapa wanita yang berpakaian sangat menggoda dan dipastikan membuat setiap hasrat alami laki-laki berguncang hebat kala melihat penampilan mere
Baca selengkapnya
Part 27
Di dalam lift, cinta tak henti-hentinya mengoceh. Merapalkan barisan kata-kata yang membuat panas telinga, walaupun dengan suara yang sudah tak sekencang tadi karena pening yang mulai menggeruduk isi kepala. Dengan tangan yang masih berada di genggaman Pram, gadis itu masih berusaha melepaskan gelang besi yang melingkari tangannya, dan sudah pasti itu percuma. Pram hanya tegak bergeming sambil memperhatikan tombol angka di pinggir pintu lift yang bergerak menurun. Tak dia pedulikan Cinta yang menggerutu tak jelas. Juga membiarkan Sabrina yang masih saja bergoyang diiringi dengan musik halusinasi yang menggema di dalam kepala. Itu karena efek sebutir pil extacy yang Sabrina tenggak saat menjejakkan kakinya di dancefloor tadi. Lift berhenti tepat di lantai dasar. Tanpa perasaan Pram menarik kembali tangan Cinta, hingga dia terseret lagi mengikuti langkah Pram keluar dari kotak besi itu. Atmosfer yang panas dan kejadian adu jotos dengan David di lantai lima bela
Baca selengkapnya
Part 28
Bagi Pram, bukan sesuatu yang baru melihat Aura Cinta Anastasia berpenampilan cantik dan memukau. Karena selama dua bulan ini, setiap hari pun Pram mendapati Cinta berpenampilan seperti itu. Baik ketika sedang syuting film dan sinetron maupun saat pemotretan sebuah produk yang menggunakan Cinta sebagai modelnya. Namun, saat ini di mata Pram, Cinta bukan hanya sekedar cantik dan memukau. Melainkan tampak berkilau. Mengagumkan. Menakjubkan. Apapun namanya. Yang pasti membuat Pram benar-benar terpesona sampai kehilangan kata-kata. Tak berlebihan jika Pram seperti itu. Longdress salem tanpa lengan berbahan satin dengan kerah model sabrina membuat tubuh semampai Cinta tampak kian ramping. Apalagi kedua kaki jenjangnya ditopang dengan Stilletto heel setinggi 8 cm menjadikan tubuh itu kian menjulang. Agar sesuai dengan outfitnya, rambut panjang coklatnya dibiarkan terurai di punggung dengan sedikit gelombang. Dan digenapi dengan make up natural glam with smokey eye
Baca selengkapnya
Part 29
Musik melankolis yang berasal dari band pengiring di atas mini stage terdengar syahdu menyapu lembut telinga para tamu undangan di resepsi pernikahan itu. Disirami dengan cahaya terang benderang dari lampu-lampu krital yang bergelantungan di tengah dan beberapa sudut langit-langit. Atmosferenya cukup hangat menyelimuti, bukan hanya dari cahaya lampu yang menghujani tapi juga karena banyaknya para tamu yang sudah memadati. Ruangan yang dipakai untuk resepsi pernikahan itu terbilang sangat luas. Kapasitasnya diperkirakan cukup untuk menampung sekitar seribu tamu undangan. Di beberapa sudut terdapat booth-booth aneka makanan dan berbagai penganan. Dan di sana terlihat para tamu berbaris tertib untuk mencicipi hidangan yang tersaji nikmat dari berbagai menu, baik yang bercita rasa lokal maupun Internasional. Wajah-wajah ceria yang saling bercengkarama diselingi senda gurau dan canda tawa terdengar bagai dengungan jutaan lebah yang menggaung di seantero ruangan. Seakan me
Baca selengkapnya
Part 30
Langit malam tampak begitu indah dan tenang. Kelam, namun ditaburi jutaan bintang yang tak beraturan. Laksana bentangan kain satin hitam dengan butiran kristal Swarowsky yang bertaburan. Demikian dengan suasana hati Pram kini. Saat berduka karena ditinggal menikah oleh Hani, ada sosok Cinta yang memperlakukan dirinya dengan sangat manis malam ini. Bagi Pram, apa yang telah Cinta lakukan untuknya sangatlah berarti. Mulai dari memberikannya setelan jas mahal, mendandaninya layaknya seorang aktor terkenal, hingga selalu mendampinginya selama berada ditengah-tengah pesta. Tak berlebihan jika saat itu dirinya merasa seperti seorang pangeran yang menggandeng putri raja.   Yang pasti malam ini adalah satu moment dalam hidupnya yang tak akan pernah dia lupakan untuk selamanya. Membayangkan itu semua, senyum Pram pun tak surut sedikit pun dari bibirnya sejak dia menggandeng Cinta dan Sabrina keluar dari gedung pernikahan itu, hingga saat ini dirinya berad
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status