Semua Bab Sang Penakluk: Bab 171 - Bab 180
217 Bab
Tidak Akan Mampu Menandingi
Niara menjabat tangan Indira yang terasa hangat dan wanita itu tampak ramah menyambutnya.“Seneng akhirnya ketemu sama kamu,” ucap Indira dengan lembut.Suaranya sangat merdu dan Niara seketika merasa menciut. Indira adalah wanita ayu, anggun dan dari sikapnya, dia wanita menarik yang bisa membuat pria maupun wanita terpesona.Sebuah kecantikan klasik yang sulit ditandingi. Niara mengangguk dan kehilangan kata-kata. Seketika rasa kikuk dan sungkan menyelimutinya.“Kok bengong? Ayo diminum tehnya. Aku meracik sendiri lho,” tawar Indira dengan ramah.Alden mengambil lebih dulu. Teh buatan Indira adalah favoritnya sejak dulu.Niara menyesap dan matanya terbeliak.“Ini buat sendiri?” tanyanya tidak percaya.“Iya. Aku jemur semua bahan-bahannya, jadi nggak ada pengawet dan asli,” sahut Indira.Niara mengagumi dan takjub akan ide brilian tersebut. Indira meramu bunga mawar, buah-
Baca selengkapnya
Ingin Memiliki Keduanya
Indira termenung di kamar sementara buku doa baru saja ditutup. Hatinya masih saja memikirkan pertemuan dengan Niara dan Alden hari ini. Ada berbagai macam pikiran yang terkuak, saat akhirnya bertemu dengan wanita yang menjadi misteri baginya.Niara tidak pernah menjadi seseorang yang istimewa bagi Alden. Namun Indira yakin, selama mereka bersama sebagai sahabat dulu, pasti ada sesuatu yang tumbuh di hati masing-masing.Renzo terlihat sibuk di kamar menonton anime sedari siang. Indira menyadari jika Renzo menyukai Niara seketika. Seandainya dia tidak memiliki dugaan bahwa Niara akan menjadi wanita yang bisa merebut Alden, mungkin dirinya akan menyukai wanita tersebut.Desahan resah terlontar dari bibir mungilnya.Indira Sartika merasa mengkhianati Jan dan tidak pantas memikirkan hal itu. Apakah benar dia merasa kehilangan Jan? Atau hanya kebutuhan akan kehadiran seseorang yang ia jadikan sebagai teman hidup saja? Sedangkal itukah perasaan pada Jan? Atau j
Baca selengkapnya
Rembulan yang Terluka
Shana membereskan mainan putrinya dan segera berpesan pada Seto, mertuanya, bahwa ia akan mengunjungi Indira siang ini.“Jangan malam-malam pulangnya. Kamu kemarin sudah kecapekan mengurus kerjaan,” pesan ayah mertuanya dengan bijak.Shana tersenyum dan mengecup pipi tua tersebut dengan penuh kasih.“Iya, Pa! Sebelum makan malam balik kok,” pamit Shana.Seto tersenyum lembut dan segera menggendong cucunya, Silka, yang sudah mengantuk untuk ia bawa ke tempat tidur.Putri Shana terlalu lengket dengan opanya. Bahkan jarang sekali Silka merajuk selama Seto bersama dengan bocah tiga tahun tersebut. Meski begitu, Shana tidak pernah melupakan tugasnya sebagai ibu. Silka mendapat perhatian penuh dari Shana tidak peduli seberapa sibuk dirinya.Setelah memastikan semua beres, Shana melenggang ke rumah Indira.*Siwi sudah lebih dahulu tiba dan sudah membantu Indira menyiapkan kotak sembako sebagai peringatan akan
Baca selengkapnya
Melangkah Pergi
Merencanakan hidup mapan memang dibutuhkan pemikiran yang cerdas dan perhitungan yang tepat. Akan tetapi takdir bukanlah perhitungan yang bisa diselesaikan dari rumus matematika.Indira tidak pernah mengharapkan perjalanan hidupnya berada pada episode terburuk beberapa kali. Terjatuh dan bangun lagi mungkin wajar bagi manusia yang menghuni bumi.Namun, ketika itu adalah ujian yang sedang kita hadapi, pertanyaan mengapa, kenapa, bagaimana bisa, akan mengisi setiap pemikiran pribadi.Ada rasa tidak pantas dan layak mengalami ujian hidup yang demikian begitu berat.Merasa bahwa hidup dan jalannya selalu lurus, tapi kendala hidup tidak pernah berhenti menghampiri, pasti menjadi kesimpulan yang ada dalam hati masing-masing orang.Indira berada di titik yang sama.Sudah beberapa hari ini, wanita tersebut tidak lagi berdoa karena menganggap semua sia-sia. Ada kemarahan yang mengumpal dalam jiwanya, sebagai bentuk protes pada Pencipta yang begitu ti
Baca selengkapnya
Semua Ada Masanya
Prahara dalam hidup Indira akhirnya mencapai akhir dari gejolak yang sempat ragu untuk ia putuskan.Ternyata semua hanya butuh satu kata saja.Mengalah.Sementara itu, Niara tidak menyangka jika Alden menyatakan kalimat yang ingin dia dengar selama ini.“… Jika kamu mau. Kalo nggak aku mana bisa maksa,” tutur Alden.Niara tahu kalimat Alden sangat panjang. Tapi dari sekian rangkaian kata, hanya dua saja yang terekam dalam memorinya dan membuat Niara tertegun.“Berjalanlah bersamaku.”Alden memandang wanita itu, kemudian memiringkan kepalanya. Hearing aid itu terpasang dan dalam keadaan ‘on’.“Niara, kamu dengerin nggak sih?”“I-iya, denger! Aku lagi mencerna dengan baik!” sahut Niara cepat-cepat.Alden mengangguk lega dan menunggu.“Apakah ini berarti kita pacaran?” Dengan konyol dan polosnya, dari sekian kata yang jauh lebih bai
Baca selengkapnya
Menjadi Pengganti
Cincin itu melingkar dengan manisnya di jari Niara. Batu berlian lima karat tersebut sangat indah dan pas menghiasi jari manisnya. Niara mengangguk dan tersenyum pada Alden."Aku suka ini," ucapnya dengan pelan. Alden mengatakan pada salesgirl berlian untuk menyiapkan sepasang cincin pilihan mereka dalam waktu dua minggu ke depan. "Berlebihan nggak sih? Cincin pernikahan aja harus bernilai milyaran?" bisik Niara saat melihat bandrol harga yang tergantung. Alden tertawa kecil. "Jangan diliat harganya dong. Ini kan menjadi lambang penghargaan tertinggiku untukmu," tukas calon suaminya dengan santai. "Tapi nggak perlu mahal juga. Ini kayak sia-sia dan mubazir," bantah Niara masih bersikukuh untuk membatalkannya. "Niara, ini belum apa-apa. Jangan terlalu mikir. Dibandingkan berlian yang ibuku pilih untuk Indira, cincin kita cuman setengahnya aja!" Niara tertegun. Ini kali kesekian Alden membawa nama Indira
Baca selengkapnya
Mengingkari Fakta Menyakitkan
Makan malam itu berakhir dengan baik. Niara lega karena dirinya tidak perlu lagi berada dalam situasi yang kurang nyaman baginya. Alden melihat dan tahu dari sikap Niara yang seperti baru terbebas dari pengawasan.Berkali-kali, dalam perbincangan malam itu, masing-masing keluarga Alden membicarakan mengenai Indira. Setelah sadar bahwa ada Niara, mereka seperti segan dan kikuk.Niara bukannya terganggu dan tidak suka. Namun berada dalam posisi saat ini, Niara seperti menjadi wanita pengganti dan tidak sedikit pun kualitasnya yang mampu menggantikan Indira.Wanita itu merasa kecil hati. Begitu terkesannya semua orang akan Indira yang tidak lagi menjadi bagian keluarga mereka. kehadirannya terasa tidak berarti.“Semua keluargamu menyukai Indira teramat sangat,” gumam Niara ketika Alden mengantarnya kembali ke hotel.Alden terdiam dan melirik ke arah Niara. Ingin rasanya membantah, tapi dia pun menyadari hal tersebut. Ibunya, Menik, bahkan
Baca selengkapnya
Antara Benar dan Salah
Alden tidak bisa mendapatkan kedamaian dalam benaknya hingga beberapa hari mendatang. Semua kalimat hiburan yang pernah ia lontarkan pada Niara, terkesan penuh kebohongan karena hatinya mengingkari semua.Namun begitu rapatnya ia menutup semuanya, Alden menjadi pandai bersandiwara dan bertingkah seakan-akan tidak ada yang terjadi dan khawatirkan selama ini.Sementara Menik dan calon besannya sibuk mempersiapkan pesta pernikahan mereka, Alden justru tenggelam dalam pekerjaan dan meminta Niara untuk mengerti jika banyak ketertinggalan yang harus ia kejar.“Akan ada dua keluarga yang harus aku nafkahi sekrang. Kita berdua dan Renzo,” ungkap Alden mencoba meminta pengertian dari calon istrinya.Niara tidak keberatan dan justru mendukung keputusan tersebut.Tidak ada yang melihat serta menyadari gejolak Alden yang memang tersimpan rapat. Pria itu meredam dengan sekuatnya.Menik meminta pada Shana dan Siwi untuk datang membantunya. Pes
Baca selengkapnya
Sesuatu yang Menjadi Milik Kita
Pesan beruntun yang Indira terima pagi itu cukup membuatnya tidak nyaman dan merasa ingin menolak tanpa menimbang.Menik memintanya untuk hadir bersama Renzo, seminggu sebelum pernikahan Alden dan Niara. Tapi akal sehatnya mendominasi kali ini.Mantan suaminya tersebut memberikan dukungan yang dulu tidak ia butuhkan pada saat pernikahannya dengan Jantayu.Meski pada waktu itu Indira justru merasa tersiksa, tapi Alden membuktikan bahwa dia berusaha ada pada waktu Indira melewati momen pentingnya.Jarinya akhirnya mengetik balasan dengan singkat.“Ya, Indi datang dengan En, Ma.”Indira segera menyingkirkan ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya yang masih setumpuk. Ia tahu jika Siwi dan Shana sudah terlebih dulu pergi ke Bali tiga hari yang lalu.Indira cukup lega mengetahui jika ada keluarganya yang bisa menghilangkan rasa sungkan nantinya.**“Papa akan menikah dengan tante Niara. En akan datang sama ma
Baca selengkapnya
Bumerang Hati
Dua hari menjelang pernikahan, Niara menerima kabar dari Alden bahwa mereka akan tinggal di apartemen untuk sementara.“Aku nggak masalah sih. Lagian jauh lebih simpel, kan?” sambut Niara tanpa keberatan sedikit pun.Alden tampak lega karena tidak perlu menghadapi konflik yang ia takutkan.“Tapi, kenapa kita nggak jadi nempatin villa?” tanya Niara mendadak tergelitik ingin tahu.Alden mendadak gugup dan tergagap menjawab.“Sebenernya vi-villa itu masih mi-milik aku dan Indira. Kupikir dia tidak keberatan, tapi ternyata dia mengatakan untuk tidak menempatinya.”Mata Niara membesar dan ia menoleh dengan ekspresi tersinggung.“Jangan marah, Nia. Memang tidak seharusnya villa itu aku tempati. Waktu Indira dengan Jantayu juga dia nggak mengutak atik,” kelit Alden memberi alasan yang mendasari keputusannya.“Tapi dia seperti tidak mempunyai simpati sedikit pun, Al! Mengirimkan sem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1617181920
...
22
DMCA.com Protection Status