All Chapters of Cinta CEO dalam Jebakan: Chapter 241 - Chapter 250
356 Chapters
S2| 90. Kumohon, Bangunlah!
Begitu memasuki kamar, Mia langsung membuka koper dan mengambil ponsel. Tanpa berpikir panjang, ia mengaktifkan benda yang sudah dua hari dibiarkan padam. Sesaat setelah tersambung dengan internet, sebuah pesan pun muncul di layar. Dengan alis berkerut, Mia memeriksa kabar dari Gabriella. "Mia, apakah kau sudah bertemu dengan Julian? Sejak kemarin, dia tidak memberi kabar. Pesanku tidak dibalas dan teleponku tidak diangkat. Aku benar-benar khawatir. Saat berangkat, kondisinya sedang lemah." Dalam sekejap, jantung Mia berdebar cepat. Keringat dingin telah membungkus tengkuknya yang kaku. Tepat ketika ia hendak mengetik pesan balasan, sebuah panggilan video masuk. Sambil menelan ludah, gadis itu pun menggeser tombol hijau. “Mia,” sapa Gabriella sembari menggendong putranya. Sedetik kemudian, wanita itu menghela napas lega. “Akhirnya kau mengangkat telepon juga,” desahnya sembari menjaga tangan Cayden agar tidak merebut ponsel. “Ada apa, Nyonya?” tanya M
Read more
S2| 91. Jangan Menakutiku!
“Kenapa dia tidak mau bangun?” tanya Mia dengan alis berkerut kepada sang manajer. Tak tega melihat keresahan sang gadis, pria berpakaian rapi itu pun melangkah maju. Tanpa aba-aba, ia menjepit jempol kaki Julian dengan tangannya. Dalam sekejap, sang CEO tersentak dan menendang apa yang telah menariknya kembali dari dunia mimpi. “Engh!” erangnya sembari menarik pelupuknya. Mata yang teramat merah sontak menyapa gadis yang terbelalak tak percaya. “Tuan? Anda baik-baik saja?” desah gadis itu, membingungkan sang pria. Melihat wajah sang kekasih begitu
Read more
S2| 92. Pemandangan Terindah
Begitu membuka pintu, Mia tercengang karena Julian sudah berdiri di hadapannya. Namun, selang satu embusan napas tak percaya, ia menutup pintu dan berjalan tanpa menghiraukan sang pria. “Mia, aku tahu kalau kau masih marah kepadaku. Tapi, tolong jangan menganggap kabar dari Gabriella sebagai suatu kebohongan. No Name memang sedang berkeliaran dan akan lebih aman jika kita terus bersama,” bujuk Julian sambil mengimbangi kecepatan sang gadis. Malangnya, sang sekretaris sama sekali tidak tergerak untuk menjawab. Gadis itu bahkan menganggap Julian seolah tidak ada. Ketika berhenti berjalan, ia hanya menekan tombol segitiga dan menatap pintu dengan raut datar. “Mia ...” desah pria yang tak berani menyentuh kekasihnya. Ia hanya bisa berdiri dua langkah dari sang gadis, jarak yang dianggapnya aman untuk menjaga sekaligus memberikan kebebasan. Sadar bahwa sang sekretaris tidak akan menanggapi, Julian pun mengepalkan jari. “Baiklah. Jika kau tidak mau
Read more
S2| 93. Akhiri Saja
Mia berkedip lambat memandangi Pegunungan Alpen yang membentang di hadapannya. Beberapa puncak tertutupi oleh putihnya salju, menambah keindahan yang menyejukkan hati. “Cantik sekali,” desah gadis itu sembari menaikkan sudut bibir. Rasa sesak yang menekan dada telah banyak berkurang. Dengan mata terpejam, Mia menarik napas dalam-dalam. Namun, meski kerongkongan tak lagi tersumbat, alisnya tetap menyisakan kerutan. Patahan pada hati sang gadis masih belum terobati dengan sempurna. “Tidak bisakah kau meninggalkan benakku? Aku ingin menikmati panorama ini,” batin Mia kepada bayang-bayang Julian. Malangnya, semakin lama gadis itu bersembunyi dalam gelap, semakin jelas wajah sang pria dalam ingatan. Tak ingin kembali dikuasai kesedihan, sang sekretaris pun mengembalikan penglihatan. Kini, giliran danau di dekat kaki gunung yang menghiburnya. Tepat pada saat itulah, Mia merasakan kehadiran seseorang di balik punggungnya. “Kenapa Anda masih mengikuti
Read more
S2| 94. Aku Hanya Mencintaimu
“Sadarlah, Tuan! Anda sebenarnya ragu untuk meneruskan hubungan ini. Diam-diam, Anda memupuk harapan untuk bisa dekat dengan Nona Johnson,” desah Mia dengan suara yang teramat mengiris. Julian terpaksa menahan napas untuk meredakan kepedihan hati. “Karena itu, berhentilah mengarang kebohongan yang tidak masuk akal. Turuti keinginan Tuan Herbert untuk mendapatkan menantu terbaik. Lanjutkanlah perjodohan Anda dengan Nona Johnson!” Alih-alih menjawab, Julian malah beranjak dari kursi. Dengan gerak lambat, ia mulai menekuk lutut di hadapan sang gadis. Menyaksikan hal yang tak terduga semacam itu, air mata sontak berhenti mengalir. “Apa yang Anda lakukan?” tanya Mia dengan suara pelan dan tertekan. “Aku mohon ... maafkan aku,” ucap Julian dengan kepala tertunduk. “Maaf karena telah mengambil langkah yang tidak semestinya.” Sambil menggeleng, sang gadis mendesah. “Jangan memohon kepadaku. Aku bukanlah Tuhan.” “Tapi hidupku bergantung padamu,
Read more
S2| 95. Lebih Indah dari Negeri Dongeng
Dengan mata yang tak henti menumpahkan kesedihan, Mia mengulangi pernyataan tulusnya. “Maafkan aku karena telah bersikap egois. Aku hanya memikirkan perasaanku sendiri. Padahal, Tuan jauh lebih menderita.” Mendengar ratapan sang kekasih, kekesalan Julian mendadak lenyap, tergantikan oleh rasa iba yang tak kalah menyesakkan. Sembari mendesah samar, pria itu akhirnya berpindah ke ruang kosong di samping sang gadis. “Mia,” panggilnya sambil menyentuh pundak yang bergetar hebat. “Maafkan aku, Tuan,” ucap sang gadis seraya menyembunyikan wajah di bawah bayang-bayang kepala. Ia malu menunjukkan kerutan di alis yang gagal diuraikan, ataupun hidung yang merah akibat terdesak penyesalan. Dengan lembut, Julian menangkup pipi sang kekasih. Perlahan-lahan, ia mengarahkan pandangan gadis itu untuk bertemu dengan matanya. “Aku tidak apa-apa. Asalkan kau tidak kabur lagi dariku, aku baik-baik saja,” angguk pria itu meyakinkan. “Tapi, aku sudah keterl
Read more
S2| 96. Aku Memilikimu
Mendapati sang gadis sedang merenung, Julian pun mendesah samar. Ia sadar bahwa perkataannya telah mengacaukan kegembiraan. “Hei, kau tidak perlu khawatir, Mia. Selama kita bersama, tidak akan ada yang terluka. Sekalipun penjahat itu menyerang, aku pasti bisa mengalahkannya.” “Apakah kau yakin? Penjahat itu sangat kuat dan tubuhnya ... jauh lebih besar,” ucap sang gadis diselimut keraguan. Sambil membelai rambut sang kekasih, Julian menarik sebelah sudut bibir. “Apakah kau tahu? Kekuatan pria bisa berlipat ganda saat melindungi seseorang yang dicintainya. Aku memilikimu, sedangkan penjahat itu tidak memiliki siapa-siapa. Aku tentu menang darinya.” “Benarkah?” desah Mia seolah tak percaya. “Ya, kau bisa menemukan artikel tentang pembuktiannya di internet,” celetuk Julian ringan. Tak ingin sang kekasih larut dalam keresahan, pria itu sontak menarik napas panjang dan mengembuskannya cepat. “Bukankah udara di sini sangat segar?” tanyanya,
Read more
S2| 97. Menikmati Kehangatan
Begitu memasuki kamar hotel, Julian bergegas memeriksa setiap sudut ruang. Dengan teliti, ia memastikan bahwa tidak seorang pun yang bersembunyi di sana, termasuk dalam lemari, bak mandi, dan juga di balik tirai. Balkon yang menghadap gunung juga tidak luput dari pengamatan. Setelah pemeriksaan selesai, barulah ia mengunci pintu dan mengganjalnya dengan kursi. “Apakah kita harus melanjutkan perjalanan yang menegangkan ini? Rasanya sama sekali tidak seperti liburan,” gumam sang gadis sembari menyeret koper ke sisi lemari. Kerutan kecil telah bersarang di pangkal alisnya sejak panggilan video Gabriella berakhir. “Sekarang tidak ada tempat yang aman, Mia. Sekalipun kembali ke Quebracha, kita juga tidak akan fokus bekerja. Rasa was-was pasti akan menghambat kinerja kita,” timpal Julian sembari mengelus lengan sekretarisnya. Setelah menarik napas panjang, mencoba memadamkan keresahan yang memberatkan jantung, sang sekretaris mengangguk. “Benar,” desahnya kecewa. K
Read more
S2. 98. Merapatkan Selimut
“Apakah kau kedinginan?” bisik Julian sembari merapatkan selimut yang membungkus tubuh mereka. Sedetik kemudian, gadis dalam dekapannya menggeleng dan mengeratkan pelukan. “Tidak. Aku tidak pernah kedinginan saat berada di dekatmu.” “Tapi kita menghabiskan waktu terlalu lama di bathtub,” gumam sang pria, menyelipkan rasa bersalah. “Tidak masalah. Itu menyenangkan,” timpal Mia, sebelum mengulum senyum. Ia tidak pernah menyangka jika dirinya bisa berbicara sesantai itu dengan sang CEO. “Begitukah?” desah sang pria seraya mengusap lengan kekasihnya agar tidak lagi dingin. “Baguslah.” Sembari menarik napas dalam-dalam, Mia mengulas kenangan yang sejak tadi berseliweran dalam benaknya. “Apakah kau masih ingat dengan semua ulahku dan Tuan Max?” tanya gadis itu setelah gagal menghitung kejahilannya. “Tentu saja. Aku heran kenapa kau mau menuruti perintah Max,” desah Julian setengah menggerutu. “Karena itu seru,” sahut
Read more
S2| 99. Menyimpan Kecemburuan
Begitu membuka mata, Mia langsung disapa oleh sisi ranjang yang hampa. Selang beberapa kedipan, gadis itu pun menegakkan kepala dan mulai mencari-cari. Setelah memeriksa ke beberapa arah, ia akhirnya menemukan sang kekasih sedang termenung di kursi yang menghadapnya. “Pagi sekali kau sudah bangun?” tanya Mia dengan suara serak. Meski pelupuk matanya masih berat, ia tetap beranjak meninggalkan bantal. Mendapat perhatian yang tak terduga, Julian pun tersentak. Begitu melihat sang gadis tersenyum padanya, pria itu ikut menaikkan sudut bibir. “Ya, aku terbangun dan tidak bisa tidur lagi.” “Sejak kapan?” selidik Mia sembari menoleh ke jam dinding. “Sejam yang lalu,” sahut pria yang melihat ke arah yang sama. Sambil mengerutkan alis, sang gadis turun dari tempat tidur. Selang beberapa langkah, ia tiba di hadapan Julian dan mengusap kantong mata pria itu dengan lembut. “Apakah kau benar-benar tidak bisa tidur atau sengaja ingin berjaga-jaga?
Read more
PREV
1
...
2324252627
...
36
DMCA.com Protection Status